Deva.
Remaja 17 tahun,kelas 11 SMA. Laki-laki berkepribadian ceria dan murah senyum,di kelilingi teman dan keluarga yang menyayanginya menjadikan kehidupannya bahagia dan penuh warna.
Optimis serta penuh mimpi, ia bercita-cita membahagiakan orang t...
Noah mengusap darah yang merembes dari hidungnya. Tangannya sedari tadi mengepal, sebenarnya ingin balas meninju,namun sadar hal itu tidak berguna dan hanya akan memparah keadaan.
Noah memutuskan keluar,mencari udara segar guna menjernihkan pikirannya.
Ia masuk ke lift. Menekan tombol lantai paling bawah. Berjalan, beberapa orang menunduk memberi hormat. Pemandangan biasa sedari ia kecil. Noah kurang menyukainya, apakah lazim bagi orang usia 40'an menunduk ke anak usia 5 tahun?sampai kini ia berusia 19 tahunpun masih begitu.
Pintu terbuka otomatis,segera keluar. Tidak tau akan pergi kemana,hanya melangkahkan kakinya menuju jalan trotoar.
Hingar bingar kota malam, tiang-tiang lampu berderet di tepi jalan,serta kelap-kelip lampu yang tergantung sepanjang kota sama sekali tidak terlihat oleh mata Noah,hanya kegelapan malam yang memenuhi penglihatannya. Langit gelap terhampar tanpa awan,tanpa bintang.
Ia masih berjalan, tidak tahu akan kemana, tidak menghiraukan orang di sekelilingnya yang berlalu lalang. Pikirannya masih kacau,kepalanya seakan mau pecah. Kini,sudah tidak ada keinginan hidup dalam dirinya. Rasanya,
hampa.
Mungkin inilah yang dinamakan patah hati sesungguhnya.
Ia sebenarnya sudah menyadari sejak kecil,kedua orangtuanya memang tidak pernah peduli kepadanya. Namun,ia tetap percaya,jika saja ia selalu mewujudkan apa yang mereka inginkan dan memenuhi semua harapan, maka ia bisa mendapatkan perhatian orangtuanya.
Setidaknya secuil.
Tanpa sadar,langkah kakinya mengantarkannya sampai ke sebuah jembatan perbatasan antar dua kota. Menyusuri trotoar,kendaraan melaju berhilir lewat tidak ada habisnya, melewati jembatan tersebut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Angin entah dari mana asalnya berhembus, menerpa tubuhnya. Udara dingin mulai merayap. Noah hanya mengenakan kemeja putih,tanpa jas atau jaket. Ia tidak sempat mengambilnya,bahkan dompet dan kartunya tertinggal di sana.
Noah telah sering melewati jalan ini,namun baru kali ini ia memperhatikan dengan seksama,ternyata di sini tenang,hanya terdengar suara gemuruh arus air di bawah sana. Suara itu menarik perhatiannya. Ia mendongak, melihat.
Walaupun gelap,tetap bisa terlihat arus sungai yang tampak melewati jembatan di atasnya. Airnya deras mengalir,namun konstan. Mendengar suaranya,entah mengapa membuat hatinya sedikit tenang. Kesedihannya seolah ikut mengalir seirama dengan pergerakan air.
Apakah jika ia pergi ke bawah sana kesedihannya selama ini juga akan hilang terbawa arus?
Jika memang bisa,mungkin ia akhirnya bisa bahagia.
Menatap lekat-lekat, ujung kakinya terangkat, berjinjit. Semakin ia memandang ke bawah, semakin ia merasa air di bawah sana seakan menarik tubuhnya.