0. Nol

2.4K 155 39
                                    

Alisha atau yang kerap dipanggil Sasha, menatap temannya yang sedari tadi bergerak tak nyaman.

"Kenapa, Cong? Minta dimasukin lubang lo?"

Wanita itu tengah beristirahat dari lelahnya bekerja. Menjadi sales di siang hari, lalu menjadi kurir pengantar makanan atau pada malamnya bekerja di klub. Tidak, bukan sebagai pelacur. Tapi Sasha hanya bertuga mengantarkan minuman saja.

"Najis. Lo kira gue bencong murahan?"

Dani ikut menyalakan rokok, menghembuskan asap beracun tersebut.

"Ya makanya gue nanya. Kagak biasanya elo murung gini. Diputusin sama pacar lo yang brewok itu?"

Terdengar helaan nafas dari Dani. Pria kemayu itu bagaikan tertimpa batu dari letusan gunung. Oke, Sasha berlebihan.

"Lo tau Bagus? Pasti kenal, kan?"

Alis Sasha terangkat. Bagus yang ia kenal hanya seorang saja. "Bagus, temen lo yang sama-sama bencong itu?"

"Iye."

Sasha menganggukan kepala. "Kenapa emangnya? Rebutan cowok sama dia?" Tembaknya. Biasanya sesama pria gemulai itu saling berebut pria.

"Masih mending kalau kayak gitu. Dia nipu gue. Stress, duit gue amblas semua."

Sasha meletakkan rokoknya. Pembicaraan ini mulai serius rupanya. Sasha mulai memandang Dani dengan tatapan menuntut jawaban.

"Maksudnya? Cerita yang jelas dong, Bencong! Ngibulin gue, awas lo! Gue udah serius dengerinnya."

Dani menyugar rambutnya yang sudah agak panjang. "Serius, Say. Duit tabungan gue amblas. Dia bilang buat keluarganya yang sakit. Taunya dipakai buat suntik hormon sama oplas. Najis banget. Itu duit tabungan gue buat nikah entar."

Sasha masih terkejut. Benar Dani tertipu? Seorang Dani yang udah menipu keluarganya sendiri, berhasil menutupi jati dirinya. Lalu menipu pria hidung belang, sekarang malah tertipu temannya sendiri.

"Bentar. Gimana ceritanya elo ketipu? Kadal kayak elo malah dikadalin. Kok bisa, sih? Dia ngemis sambil sujud apa gimana?"

Dani makin mengepulkan asap rokok miliknya. "Nah, itu dia! Awalnya gue kasian. Dia bilang mau dipakai buat berobat mamaknya di kampung. Tau sendiri, kan. Gue sensitif banget kalau bahas keluarga. Belum lagi, dia kawan gue sesama hombreng. Anjing banget, malah dibuat liburan sama oplas."

Sasha menepuk pundak Dani, sebagai tanda iba. "Gue nggak tau harus bilang apa selain sabar. Emangnya ketipu berapa duit?"

"100 jeti, Bok. Gile, gue kumpulin tuh duit udah macam sapi perah. Gue rela-relain kerja serabutan dan idup ngirit. Anjing, anjing. Bencong jahanam, gue doain boolnya lebar."

Wow, 100 juta? Bahkan Sasha tak mampu membayangkan berapa banyak lembaran merah muda hingga mencapai jumlah tersebut.

"Anjing! 100 juta, dia oplas apa? Potong kenti? Kok lo nggak nagih, sih? Bisa lo perkarain, loh."

"Nggak bisa, backing-an dia kuat. Sekarang aja dia deketin anak orang kaya. Andai gue cewek kaya lo, pasti bisa dapat 100 jeti dalam seminggu. Tinggal ngangkang doang di depan pejabat."

Sasha menendang tubuh Dani dengan kakinya. Sial betul mulut kembang desa itu. "Mikir, dong! Kalau beneran bisa dapat 100 jeti, gue pasti kagak ngekos. Sekarang juga pasti liburan ke luar negeri, dongo! Lo nggak liat apa? Badan gue kayak papan gini, jangankan pejabat, kuli aja kagak nafsu. Gue udah pernah nyoba mangkal bareng Jeni. Nggak ada yang megang. Katanya, nyari waria aja. Sama-sama berlubang tapi badannya empuk. Anjing emang, mau jadi lonte aja dipersulit."

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang