Dilain tempat Ratri yang sedang membahas tentang perkebunan, tuan Han hanya bisa terdiam melihat Ratri yang sangat cantik khas wanita jawa dengan wangi bunga dari badannya.
"Kamu wangi sekali," ucap tuan Han tanpa sadar.
Ratri terdiam dengan senyum di wajahnya, melirik kearah tuan Han yang terlihat tampan dan menawan di pandangan Ratri.
"Ah, maafkan atas kelancangan saya." Tuan Han yang menjadi salah tingkah.
Ratri hanya melemparkan senyuman kepada tuan Han, lelaki tinggi berkulit putih itu sedikit mencuri perhatiannya. Tidak seperti tamu biasanya yang terlihat tua dan banyak memiliki istri, berbeda dengan tuan Han yang tampak muda.
Selesai membicarakan perkebunan Ratri juga menunjukkan kamar untuk tuan Han menginap beberapa hari. Kamar yang berada di paviliun tepat di sebelah kanan dari bangunan utama.
Tuan Han cukup terkesima akan rumah Ratri yang sangat indah perpaduan rumah adat dan bangunan bergaya Eropa sangat kental, dihiasi beberapa ornamen khas dan lukisan keluarga Ratri.
"Ini kamar Tuan," ujar Ratri yang menunjukan sebuah kamar dengan bukaan jendela besar tepat menghadap taman belakang.
"Terimakasih." Tuan Han yang kemudian masuk ke dalam kamar dengan ranjang kasur terbuat dari kayu jati.
"Jangan lupa, datanglah untuk makan malam Tuan Han," Ratri yang menoleh ke belakang sebelum dia beranjak pergi.
"Baik." Tuan Han yang kemudian melepaskan stelan jas berwarna cream.
seperti biasa Ratri selalu menyempatkan sorenya berada di taman belakang yang menjadi favorit dia akhir-akhir ini, banyak sekali pertanyaan di kepala Ratri terhadap tuan Han, mimpi yang selalu dia inginkan adalah bepergian ke negeri seberang mengetahui bagaimana dunia luar namun, dirinya hanya bisa menahan rasa penasaran dengan menyimpannya dalam hatinya.
Sejak usia 13tahun Ratri tidak bisa bermain dengan teman sebayanya, dia disibukkan dengan belajar di sekolah Belanda dan sorenya menemani ayahnya di perkebunan. Memahami tentang perjuangan orang tua mereka agar mereka memiliki kehidupan yang sejahtera, oleh karena itu Ratri tidak pernah mengungkapkan apa yang menjadi mimpinya.
Tapi, dia tidak begitu kepada Rukmini dia ingin adiknya mengejar apa yang menjadi cita-citanya. Ratri tidak pernah melarang kalau Rukmini menyukai menyulam dan menjahit tapi sangat tidak tertarik dengan perkebunan.
"Mbak," panggil Rukmini yang menghampiri Ratri yang tengah duduk santai di taman belakang.
"Kamu sedang apa?" Tanya Ratri yang terlihat marah karena adiknya tidak menuruti perkataannya.
"Kali ini tamunya muda, dia tidak terlihat mata keranjang." Kata Rukmini yang masih memegang hadiah dari Darso.
"Mbak tahu tapi," belum juga selesai bicara tuan Han memperhatikan Ratri dan Rukmini dari jendela kamarnya.
Dari kejauhan tuan Han yang menyingsingkan lengan kemejanya berjalan perlahan menuju tempat Ratri bersantai, seorang pria yang memakai kemeja berwarna putih gading datang menghampiri dan bertanya kepada Ratri.
"Maaf, apa dia Adikmu?" Tanya tuan Han merasa sungkan.
"Iya, saya Rukmini adik satu-satunya Mbak Ratri." Gadis 16tahun itu tampak sumringah karena dia tahu tuan Han tidak seperti tamu lainnya.
"Maaf Tuan Han adik saya baru pertama kali bertemu dengan tamu-tamu saya." Jelas Ratri.
"Tidak apa, saya cukup senang berkenalan dengan Adikmu." Ungkap tuan Han.
"Saya masuk dulu Tuan Han." Rukmini berlalu begitu saja meninggalkan kakaknya bersama tuan Han di taman belakang.
"Apa Tuan Han butuh sesuatu?" Tanya Ratri.
"Boleh saya duduk," ucap tuan Han.
"Silahkan Tuan."
Tuan Han kemudian duduk di salah satu kursi tempat Ratri bersantai, suasana menjadi sangat canggung Ratri terus menatap melihat kepada tuan Han menunggu apa yang akan dia ucapkan, sementara tuan Han hanya melempar senyum dengan tatapan salah tingkah.
"Saya tidak tahu apakah hadiah ini cukup untukmu." Tuan Han mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya yang di dalamnya terdapat liontin batu zambrut yang sangat indah.
Ratri begitu terkejut melihat hadiah yang diberikan oleh tuan Han, liontin yang sangat cantik siapa saja pasti ingin memilikinya.
"Ini untuk saya." Tanya Ratri
"Iya ini untukmu," tuan Han kemudian mengambil kalung liontin itu membantu mengalungkannya pada Ratri.
"Terimakasih Tuan Han." Ucap Ratri yang mengelus pelan liontin berukuran sedang.
"Sangat cocok untuk mu," tuan Han makin terkesima dengan Ratri yang sangat cantik.
Dalam hidupnya Ratri baru pertama kali ada yang memperlakukannya sangat perhatian, tuan Han berhasil menelisik masuk dalam hatinya walau, selama ini dia kadang merendah di depan meneer Belanda tetapi, di depan tuan Han dia merasa menjadi wanita yang di istimewa kan. Tidak dipungkiri Ratri juga membutuhkan sosok seorang lelaki yang dapat membimbing, memberi perhatian dan cinta kasih yang utuh untuk dirinya.
Selepas makan malam semua kembali ke kamar masing-masing tapi, malam itu Ratri tidak dapat tidur dirinya berjalan-jalan di taman belakang rumahnya di temani sinar rembulan malam itu, wanita yang usianya kini memang memasuki fase dalam pernikahan tapi, tidak ada satu pun yang benar-benar dapat membuatnya percaya akan laki-laki.
Sama halnya dengan tuan Han dia juga tidak dapat tidur dia memilih berjalan-jalan di sekitaran rumah Ratri, tuan Han sangat suka menikmati kesendiriannya. Menikah dengan seseorang yang di cintainya menjadi salah satu yang tidak pernah lepas dari impiannya, dia tidak bisa berhenti memikirkan tentang Ratri wanita anggun nan cantik yang memikat hatinya.
Bulan malam ini terlihat indah menyeringai di balik awan dan bintang, Ratri yang menikmati cahaya sinar bulan berdiri dengan rambut panjang yang terurai.
"Ratri, belum tidur?" Tanya tuan Han menghampiri Ratri.
Ratri terkejut karena dia hanya mengenakan pakaian tidurnya berusaha kabur berlari meninggalkan tuan Han sendiri, entah kenapa Ratri tidak ingin ada yang tahu bagaimana Ratri sebagai perempuan biasa.
Merasa heran, pikiran tuan Han jadi merasa penasaran dengan sikap Ratri.
"Apa Ratri takut kepadaku?" Tuan Han bertanya-tanya pada dirinya.
Ratri sendiri merasa tidak enak karena meninggalkan tuan Han begitu saja tapi, dia juga tidak ingin tuan Han tahu dirinya memiliki sisi seperti wanita lain pada umumnya dan hanya ingin dirinya saja menikmati kesunyian ini.
Keesokan paginya Darso bersiap mengantarkan Ratri dan tuan Han berkeliling perkebunan sambil mengecek hasil panen tempo hari, tuan Han datang dengan mengenakan stelan jas dengan warna senada dengan kemeja yang ia kenangan. Tidak lama Ratri datang mengenakan stelan kebaya kutubaru berwarna kalem, sekali lagi tuan Han tidak dapat berkata-kata dia hanya terdiam mematung menatap kecantikan Ratri.
"Ayo berangkat," ujar Ratri melempar senyum pada tuan Han.
"Njeh Ndoro." Darso kemudian membantu Ratri berjalan menuju kereta kudanya.
"Silahkan Ratri," tuan Han mengulurkan tangan agar Ratri mudah naik ke atas kereta kuda.
"Terimakasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam nyi Ratri
Misterio / SuspensoRatri adalah kembang di desanya, bukan hanya cantik tapi juga pewaris perkebunan milik kedua orang tuanya walau, begitu tidak ada yang berani melamarnya sampai seorang pemuda bisa di bilang dia seorang saudagar yang sukses berhasil merebut hati Ratr...