01. Hilangnya Senyuman

109 8 0
                                    

Malang, 5 Maret

Langit mendung menghiasi suasana di pemakaman siang hari ini. Seolah merasa turut bersedih karena kehilangan seseorang. Alesha, gadis ceria itu tak lagi menampakkan senyum manis yang dihiasi lesung pipi. Wajah itu memerah dibanjiri air mata. Ia kehilangan seseorang yang amat ia sayangi.

Batu nisan itu tertulis ANNA RACHMAWATI dengan jelas. Sosok sang Ibu yang telah melahirkanya ke dunia telah wafat. Sebelumnya, sang ibu mendadak terkena serangan jantung di rumah. Pada saat itu Alesha tidak ada dirumah karena sedang bekerja, ia bekerja di salah satu perusahaan dengan keahlian fotografi. Hal inilah membuat gadis ayu dengan wajah blasteran orang eropa itu menangis penuh sesal karena menganggap dirinya yang salah tidak segera pulang. Dibantu dengan para saudara - saudara dari pihak sang Ibu, Alesha mengurus pemakaman ibunya.

"Alesha, ikhlaskan ya nak. Insyaa Allah ibumu akan lega disana dan mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya." Ucap sang Bibi, Risma kakak dari sang Ibu.

"Ini salah Alesha, harusnya Alesha langsung pulang Bi." Ucap Alesha masih dengan isakan yang menyedihkan.

Tik...Tik...Tik...

Perlahan tetesan air dari langit mulai turun membasahi bumi. Langit diatas turut menangis pada hari ini. Alesha dibantu berdiri oleh saudaranya.

"Ayo, Alesha. Hujan sudah turun. Ikhlaskan agar ibumu tenang. Kamu masih punya kami sebagai keluarga."

Sekali lagi, Alesha mencium batu nisan ibunya. Ia mengucapkan kata untuk berpamitan pulang.

****

Tring...Tring...

Suara dering telepon itu mengganggu tidur Alesha. Masih dengan keadaan hati yang belum baik pasca meninggalnya sang ibu, Alesha menjadi gadis yang tertutup. Ini sudah 8 hari sejak pemakaman. Tapi mata indahnya tak pernah berhenti mengeluarkan air mata.

Tangan putihnya lekas mengambil ponselnya yang terletak di atas meja kecil. Keadaanya masih kacau, baru bangun tidur. Mata bengkak yang terlihat malas itu harus terbuka lebar saat melihat penelepon dari sana.

'Ayah Stevan'

Begitulah nama kontak yang ia berikan kepada sang Ayah. Sejak meninggalnya sang ibu memang Alesha terkadang melupakan beberapa hal. Termasuk mengabari sang Ayah. Tapi, Alesha yakin, pasti saudaranya yang lain telah memberi kabar kepada sang Ayah.

Alesha lantas mengangkat telepon itu.

"Halo, Ayah..." suara Alesha terdengan bergetar. Ia kembali merasa sedih.

"mijn lieve dochter" (Putriku Sayang.)

"Ayah, ibu..."

"Sstt, Ayah tahu nak. Lusa pulanglah ke Belanda ya. Kami akan menjemputmu?"

"Iya, Ayah terima kasih banyak."

"alles voor je zoon." (Apapun untuk kamu nak.)

3 hari yang lalu, Alesha baru mengingat perkataan sang ibu sehari sebelum meninggal, kepergian ibunya memang membuat blank pikiranya. Ibunya berkata bahwa jika dirinya telah tiada, Alesha harus kembali ke pelukan sang ayah yang berada di Belanda. Awalnya ia ragu, apakah sang ayah dan keluarganya di sana akan menerimanya. Mengingat bahwa sebenarnya kedua orang tua Alesha menikah dengan nekat tanpa menyatukan perbedaan agama. Ini adalah kesalahan yang fatal.

Kedua kakak laki laki Alesha mengikuti agama sang Ayah sedangkan Alesha mengikuti agama sang ibu. Momen kelahiranya juga sangat berliku, ia tidak diadzani oleh ayahnya. Jika boleh mengungkapkannya, Alesha sangat menyesal dengan tindakan gegabah dari orang tuanya.

Disisi lain, Alesha merasa bahagia karena dapat berkumpul bersama Ayah dan kedua kakak laki lakinya. Meskipun wajah Alesha dan kedua kakaknya mirip dengan wajah bule milik sang ayah. Sifat ceria Alesha mirip dengan sang Ibu.

____________________________________________

Sedikit dulu, baru awal :)

Jangan lupa vote cerita ini ya teman-teman, terima kasih❤

Offside Cinta di Negeri Kincir AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang