Schipol Airport, Netherland.Alesha menghela nafas panjang sesampainya di bandara udara Schipol. Kini, ia telah sampai di negeri yang terkenal dengan Kincir Angin. Ayahnya benar benar membawanya ke Belanda. 2 hari yang lalu ayahnya yang sibuk sebagai dokter ini rela meminggirkan urusanya di rumah sakit demi menjemput Alesha di Indonesia. Tak hanya sang ayah, kakak pertama Giovani juga turut ikut menjemput ke Indonesia.
"How do you feel?" Tanya Gio kepada adiknya.
" Happy but, It's very cold." Ucap Alesha dengan menggosok-gosokan kedua telapak tanganya.
Gio menarik kedua telapak tangan adiknya, ia genggam dengan erat. Ia bersyukur dapat bertemu dengan adiknya lagi. Dulu, ia jarang ikut saat ayahnya pergi ke Indonesia karena ia masih dalam masa pendidikanya.
Di Belanda saat ini sedang musim semi. Mungkin bagi orang Belanda ini suhu yang masih hangat. Tapi bagi Alesha orang yang lama tinggal di Indonesia suhu Belanda saat ini cukup dingin. Sungguh, wajah Alesha kini sudah pucat tapi dibeberapa bagian wajahnya memerah seperti hidung. Malang memang dijuluki Kota Dingin, tapi dinginya suhu Malang tak serendah di Belanda.
Alesha, Gio dan Stevan sedang menunggu jemputan. Mereka akan dijemput oleh kakak kedua Alesha, yaitu Arsen. Setelah dari bandara mereka akan menempuh perjalanan hampir 1 jam menuju tempat tinggal keluarga Hoesen di Utrecht.
"Alesha, do you want to see Amsterdam?" Tanya sang kakak, Arsen.
Setelah masuk ke mobil, Alesha merasa cukup hangat. Sebelumnya ia pun melepas rindu dengan Arsen. Kakak laki lakinya ini lebih ekspresif dari pada kakak pertamanya. Bahkan ia memutar badan Alesha tanpa ragu saat di bandara.
"No Arsen, your sister must be tired." Bukan Alesha yang menjawab, tetapi Gio. Alesha cukup bingung dan canggung, ia akan berbicara menggunakan bahasa inggris, Indonesia atau Belanda. Tapi, bahasa Belandanya masih belum cukup baik. Bukan tidak bisa, hanya saja ia perlu percaya diri dan memperbaiki aksenya. Ia sudah lama tak berkomunikasi menggunakan bahasa dari ayahnya ini.
"Okey. Alesha, after you rest I will take you for a walk or a bike ride to see the beauty of the city of Utrecht. If you want to go to another city, that's fine too." Ucap Arsen kepada Alesha.
"Thank you kakak." Ucap Alesha lirih.
Perjalanan dari Amsterdam menuju Utrecht tidak berlangsung lama. Alesha dibuat takjub oleh keindahan negeri ini. Arsitektur bangunanya yang indah memiliki ciri khas tersendiri. Terlepas dari sejarah kelam Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Alesha sangat menyukai keindahan negara Belanda. Terutama bunga Tulip, bunga favoritnya. Stevan kerap membawakan pernak-pernik bergambar bunga Tulip saat ia masih kecil dulu.
Laju mobil milik Arsen mulai melambat. Badan mobil terlihat memasuki pekarangan rumah bergaya modern eropa. Disekitarnya juga terdapat deretan rumah yang modelnya sama. Alesha tak henti hentinya dibuat takjub. Kepalanya tak berhenti bergerak ikut memutar melihat kesekelilingnya.
Seekor anjing putih menggong-gong keluar dari garasi mobil. Anjing itu menghampiri Arsen, memutar disekitar kaki Arsen berpijak.
" wat is hij snel als hij jouw stem hoort, Arsen. " (Dia sangat cepat saat mendengar suaramu Arsen.)
Seorang wanita keluar dari pintu bercat putih itu. Alesha menebak bahwa wanita paruh baya yang masih kelihatan cantik dan modis dengan eskpresi yang damai ini adalah istri dari ayahnya.
"is zij Alesha? " (Apakah dia Alesha?) Tanya wanita itu.
"ja, ze is mijn dochter Alesha. Alesha is Anya, de vrouw van vader." (Ya, dia putriku. Alesha ini Anya istri ayah.) Jawab sang ayah memperkenalkan istrinya kepada Alesha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Offside Cinta di Negeri Kincir Angin
Teen Fiction"Kalau di duniamu, cinta kita menggambarkan situasi offside, artinya tidak sah." Kisah cinta yang tidak mudah antara Alesha Bianca Hoesen perempuan blasteran Indo-Belanda dengan Marvin Frans Eijden, seorang bintang sepak bola asal Negara Belanda. �...