Sepulang sekolah Eli kembali ke Jembatan yang sama dan kali ini dia datang bersamaan dengan seorang gadis yang pernah datang ke sana untuk bundir.
Gadis itu bernama Greesel, dia memegang pagar besi itu sambil terus terisak tak peduli banyak orang yang berlalu lalang melihatnya dengan tatapan kasian atau tatapan aneh, tak sedikit juga yang bertanya-tanya mengapa ia berdiri di sana sambil menangis.
"Kenapa Papa ga ajak aku pergi? aku udah ga tau lagi apa itu hangat di rumah, hanya dingin yang aku rasakan Pah, Katanya anak perempuan milik Ayahnya terus kenapa Papa ga bawa aku pergi sama Papa, kenapa aku tetap hidup dengan ketidak adilan yang aku alami?"
"Papa tau kalo Mama cuma sayang sama anak laki-laki nya, aku ga punya ruang di rumah itu lagi Pah, Mama nyaris menganggap aku ga ada di rumah itu Pah hikss"
"Impian aku jadi Dokter sudah lama terkubur Pah, aku bahkan harus bayar sekolah sendiri Pah, Mama cuma nyekolahin anak laki-lakinya aja"
"Aku punya dosa apa sama Mama sampe Mama ga peduli lagi sama aku? aku udah ga punya tujuan hidup lagi Pah, aku kangen Papa...hikss....dunia terlalu kejam buat aku Pah....aku capek...aku lelah...."
"ku tetap teruskan perjalanan walau tiada hala tujuan mana jawapan tuk satu satu soalan, ku menikmati hari hari ku walau jalannya tak seperti ku mahu, ku terpaksa menerima dengan hati yang rela"
"ku berkata pada diri jangan engkau putus asa bertahan hanya sebentarku tak tahuapa yang ku ingindalam hidup ini"
Eli bersenandung sambil mendekati Greesel yang tengah berkeluh kesah.
Eli memegang pagar besi yang sama, lalu melihat ke atas langit yang cerah dan terik.
"Mau apa lagi Lu?" Tanya Greesel memandang Eli yang entah tengah berbuat apa di sampingnya itu.
"Ga mau ngapa-ngapain, cuma mau nemenin aja, yang lagi sedih ga boleh di tinggal sendiri, takut beneran loncat" Jawab Eli dengan santai.
"Kali ini gue beneran mau lompat, jangan cegah gue!"
"Hahahaha sepenting apa lu sampe gue harus cegah? Kalo mau loncat sok atuh silahkan"
"Tapi ingat, jangan libatkan gue di akhirat nanti kalo lu kesulitan"
"Setiap manusia punya pilihan, tapi manusia juga punya akal untuk berfikir mana yang benar dan mana yang salah, kalau di rasa ini jalan terbaik, mugkin akal manusia belum sepenuhnya berfungsi dengan baik, karena nyatanya kata Tuhan ini bukan jalan yang baik, dan ga akan pernah jadi baik hanya karena selalu tersakiti"
Greesel hanya mendengar setiap kata yang di ucapkan Eli.
"Ayah kamu mungkin sudah ada di tempat yang terbaik, apa ga sedih dia kalo liat anak kesayangan nya ini justru ada di jalan yang salah saat bertemu nanti?"
"Ini bukan jalan yang benar untuk bisa bertemu dalam keadaan yang baik dengan Ayah kamu nanti"
"Ayah kamu hanya akan memandang mu dengan wajah sedihnya dan menyayangkan apa yang kamu lakukan di sini dengan loncat dari sini"
"Kalo masih mau loncat sok silahkan, biar saya sampaikan maaf kamu ke Ayah kamu nanti, tapi kasih tau dulu dimana kuburannya"
"Ga perlu! Gue bisa minta maaf sendiri!" Greesel menghapus air matanya dan berjalan meninggalkan Eli.
"Ikut dong" Seru Eli menyusulnya.
Greesel ternyata ke makam sang Ayah, seperti yang pernah di lakukan Lulu sebelumnya, makam sang Ayah ternyata di pemakaman yang sama.
Eli masih saja membuntuti Greesel, dan Greesel sadar akan hal itu namun ia membiarkan gadis itu mengikutinya.
Greesel tak lupa membeli bunga baru untuk menggantikan bunga lama di makam sang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The End? (END)
Teen FictionApakah hidup bisa di akhiri? atau hidup bisa di perbaiki?