“Ini.. diminum dulu..” mbak Dina kemudian meletakkan segelas kopi di depanku.
“Iya mbak makasih..”
Kakak perempuanku itu lalu duduk di dekatku sambil melihatku minum kopi. Entah kenapa pandangan matanya begitu teduh dan senyumannya mengembang. Sepertinya dia merasakan sebuah kebahagiaan saat bersamaku. Meski begitu aku tetap cuek saja karena kondisi seperti itu sudah tiap hari terjadi di sekitarku.
“Mbak aku berangkat dulu... nanti kalo ibu pulang bilang saja aku belum sarapan”
“Iya... iya... lagipula belum ada makanan kok..”
“ya mangkanya itu.. nanti saja sarapannya”
Akupun lalu menuju belakang rumah mengambil cangkul dan sabit yang biasanya aku bawa. Selepas itu kulangkahkan kakiku menuju ke ladang yang jaraknya memang lumayan jauh dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Saat bekerja di ladang pikiranku kembali teralihkan dari kerinduan pada ibuku. Aku belum tahu juga apa ibuku sudah pulang apa belum karena aku masih belum pulang. Kuteruskan saja pekerjaanku sampai semuanya selesai dan tidak ada lagi tanamanku yang rusak.
“Angga.. Anggaa...!!” tiba-tiba terdengar suara teriakan perempuan, aku tahu betul kalau itu suara ibuku.
“Buuuu.. ibuuu..” balasku kemudian berlari mendekatinya yang sedang berteduh di bawah pohon nangka.
“Sinii.. ibu bawakan makanan”
“Loh... kok banyak sekali makanannya?”
“Iya ini ibu bawakan dari rumahnya Wati, kamu pasti belum sarapan”
“Ohh... lha ibu apa belum pulang?” tanyaku keheranan.
“ya belum.. nanti sore baru pulang sehabis hajatannya selesai”
“Duhh.. berarti habis ini ibu belum ke rumah ya?” ucapku agak kecewa.
“Hehe.. ya belum, kenapa? kamu pasti sudah kangen sama ibu kan?”
“Huhhh.. iya bu... semalam aku gak bisa tidur”
Akupun mendekati ibuku yang sudah duduk lalu memeluknya seperti masa kecilku dulu. Rasanya memang nyaman banget kalau bisa pelukan sama ibu.
“Sudah.. sudah.. nanti malam kan tidur sama ibu lagi.. kamu jangan manja seperti ini”