part 6

923 4 0
                                    

Setelah menempuh perjalanan sekitar 7 jam lamanya, akhirnya kami sampai di rumah mas Aryo dan mbak Tika. Aku sengaja tidak membawa barang banyak, hanya beberapa potong baju dan celana beserta surat-surat keterangan lulus dari sekolahku. Memang mas Aryo mewanti-wanti padaku jangan sampai lupa membawa surat kelulusanku dan beberapa lembar ijazah yang di fotokopi legalisir.


Begitu aku masuk ke dalam rumah, sejenak kuamati tempat asing ini dalam pandanganku. Rumah mbak Tika ini memang tak lebih besar dari rumahku di desa, tapi penataan ruangnya bagus sehingga terlihat luas. Ada tiga kamar tidur, satu menghadap ruang tamu dan dua berdekatan dengan pintu dapur.


Aku memang canggung untuk pertama kalinya berada di kota seperti ini. Meski kondisi sekitar rumah mbak Tika masih terbilang sepi, tapi kalau dibanding sepinya desa ya ini beda jauh. Katanya sih ini sudah pinggiran kota, tapi orang lalu-lalang dan kendaraan bermotor begitu banyak. Hampir saja aku merasa pusing karena telingaku mendengar deru kendaraan terus menerus.


“Dek.. cepetan masukin barangmu ke kamar.. yang belakang itu” suruh mbak Tika padaku.


“I-iya mbak..”


Aku kemudian membawa tas ranselku dan sebuah kardus yang berisi pakaian, masuk ke dalam sebuah kamar yang ditunjuk oleh kakak perempuanku tadi. Begitu aku buka kamar itu terlihat rapi tapi kosong. Hanya ada sebuah tempat tidur kecil dan meja belajar di sudut ruangan serta sebuah lemari pakaian yang tak terlalu besar. Memang semuanya dibuat untuk memberi kesan lega pada ruangan kamar itu.


“Kamu jangan canggung.. jangan sungkan.. biasa aja Ngga.. anggap rumah sendiri, kayak di kampung” ucap mas Aryo yang kini membantuku menata barang dan menata rak buku yang memang sudah dia sediakan.


“Iya mas..” balasku.


Dengan cekatan aku kemudian membersihkan lantai kamar, menata tempat tidur dan memberinya sprei yang baru. Tak lupa aku bersihkan langit-langit kamar yang di pojokan terdapat sarang laba-laba. Rupanya kamar ini sudah lama tak ada yang menempati.


Selesai membereskan kamar, aku kemudian membaringkan tubuhku di atas tempat tidur yang tadi kubersihkan. Rasanya memang lebih empuk dari tempat tidur yang ada di kamar ibuku. Tentu saja karena ini terbuat dari busa, sedangkan yang ada di kamar ibuku masih memakai kapuk dari pohon randu. Dengan tidur telentang aku menghadap langit-langit mencoba melamunkan apa yang akan terjadi selanjutnya di rumah kakakku ini.


“Ngga.. sebelum kami tidur mending mandi dulu aja” mbak Tika kusadari telah berdiri di depan pintu kamarku.


“Eh, iya mbakk.. sebentar”


Kuperhatikan mbak Tika berdiri di depan pintu kamarku hanya memakai celana dalam saja. Payudaranya yang kulihat semakin besar itu terumbar bebas tanpa berusaha dia tutupi. Aku sempat kaget pada penampilan kakak perempuanku yang sembarangan itu. Bukan apa-apa tapi ini kan tempat tinggal kita bukan di desa lagi. Aku juga mikir kenapa mas Aryo membiarkan istrinya itu membawa kebiasaannya dari desa yang aneh bagi masyarakat kota. Entahlah, mungkin keduanya telah merasa nyaman dengan kebiasaannya itu.

💖Keberuntungan Itu Ada💖 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang