Pagi itu aku terpaksa mengikuti kemauan dua temanku utuk pergi lari pagi. Dari sehabis subuh memang mereka sudah menghubungiku untuk mengajakku lari di taman yang tak jauh dari tempat tinggal kami. Bukan kali itu saja aku dengan mereka lari-lari pagi di tempat itu, sebelumnya kamipun beberapa kali sudah melakukannya.
Sebenarnya tujuan utamanya buat mereka itu bukan larinya, tapi melihat cewe-cewe yang ada di tempat itu. Sebagai lelaki normal aku juga ikutan senang ngecengin cewe yang lari pagi sambil memakai celana pendek ketat. Bahkan tak jarang kutemui ada yang memakai pakaian yang ketat sampai tonjolan buah dada mereka tercetak dengan jelas. Bagiku melihat semua itu sudah bukan barang aneh atau mengagumkan, karena dari kecil aku sudah setiap hari melihat payudara perempuan terumbar bebas di depan mataku. Hanya saja kadang aku penasaran bagaimana bentuk dan rupa payudara mereka, apakah sebagus yang aku lihat tiap hari di rumah.
Bagiku yang paling kusukai adalah warna kulit mereka yang rata-rata putih mulus. Tak seperti gadis di desaku yang rata-rata punya kulit kuning langsat atau kecoklatan. Entahlah, melihat perempuan dengah kulit putih sepertinya bisa membuat mataku segar.
“Nggaa... ayo kita lekas pergi.. ntar keburu panas nih” ajak Avin yang sudah siap di depan rumah.
“Iya broo.. kesiangan ntar kulit gua jadi item nih” rutuk Irfan menimpali ucapan temannya.
“Bentar dulu.. aku pake sepatu dulu nih.. sabar napa sih” balasku sambil menalikan sepatu.
Pagi itu aku memakai kaos bola dengan paduan celana pendek hitam dan sepatu kets murahan. Sepertinya cukup pantas aku gunakan untuk pergi keluar rumah pagi itu. Tak aku pungkiri kalau semuanya itu yang membelikan adalah kakakku. Dari kaos, celana pendek sampai sepatu adalah pemberian dari mbak Tika. Mungkin karena saking sayangnya pada adik laki-laki gantengnya ini yah? hehe.
“Gak sarapan dulu kalian” tiba-tiba mbak Tika muncul dari balik pintu rumah. Meski cuma pakai selembar handuk untuk menutupi tubuhnya tapi dia cuek saja pada kondisinya.
“gak mbak, ntar kesiangan” balasku.
“Bo.. boleh mbakk.. hehe..”
“Vin... katanya kesiangan? Gimana sih kamu?” tanyaku melihat ke arahnya. Rupanya dia sudah memperhatikan tubuh mbak Tika dari ujung atas sampai ujung bawah tanpa berkedip.
“Tunggu bentar broo.. yang ini gak kalah menarik sih”
“Anjirrr.. malang girang nih bocah.. udah..udah.. cepetan kita berangkat” ajakku kemudian.
“Hihihi.. daahh... kalian hati-hati yah” ujar mbak Tika sambil melambaikan tangannya.
“Iya mbak..”
“Ii..iiya mbakk.. ntar aku balik lagi” balas Avin masih melihat ke arah mbak Tika.