Semenjak pernihkahan mbak Dina, aku dan mas Aryo saja yang kembali ke kota. Mbak tika lebih memilih tinggal di desa untuk sementara waktu sampai anaknya lahir. Mas Aryo memang mengijinkannya karena kurasa kakak iparku itu memang sibuk di pekerjaannya. Apalagi di rumah ada mbak Vina yang sudah siap menggantikan posisi mbak Tika.
Aku sebenarnya merasa curiga pada keinginan kakak perempuanku itu untuk tinggalk di desa lagi. Seperti ada sesuatu yang direncanakannya dengan mbak Dina, hanya saja aku belum tahu rencana apa yang mau mereka jalankan. Suatu saat pasti aku akan mencari cara untuk mengorek keterangan dari kedua kakakku itu.
Setelah kembali ke kota, kujalani kembali hidupku seperti biasanya. Kini aku tak lagi minder atau ragu lagi ketika berhubungan dengan teman-teman kuliahku. Malah banyak yang coba mendekatiku. Kembali lagi mereka bilang kalau ada didekatku mereka merasa nyaman. Mungkin aku harus bersyukur pada hal itu.
Kabar terbarunya adalah rumah sebelah yang ditempati oleh mbak Vina jadi terbeli oleh mas Aryo. Sepertinya uangnya memang berasal dari gabungan antaran mas Aryo dan mbak Vina. Berkat negosiasi dari mbak Tika dengan pemilik rumah akhirnya mas Aryo membeli rumah itu dengan harga cukup murah. Aku sih gembira mendengarnya. Apalagi kudengar juga kalau mereka akan segera meresmikan pernikahan mereka bulan depan.
Karena mbak Tika tidak ada di rumah, kini peran sebagai ibu rumah tangga digantikan sementara waktu oleh mbak Vina. Dia sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah mas Aryo daripada rumah sebelah. Meski dia juga sering tidur di rumah sebelah menemani Rinta yang kadang sendirian.
Kebiasaan mbak Vina sekarang ini kurasa malah lebih berani daripada mbak Tika. Tiap sore sehabis pulang dari kantornya dia buru-buru masuk ke dalam dan melepas semua pakaiannya saat itu juga. Bahkan tak jarang dengan pintu rumah yang terbuka. Dia semakian cuek dengan penampilannya yang tanpa busana melenggang bebas di dalam rumah.
“Mbak... itu pintunya belum ditutup lho” ingatku begitu mbak Vina datang dan kemudian melepaskan semua pakaian yang ada di tubuhnya.
“Eh, iyaa.. tapi gapapa sih Ngga..” balasnya cuek.
“Kok gapapa? Kalo tetangga liat gimana mbak?”
“Emm... ya gapapa.. kan cuma liat aja... tubuh bagus kek gini masak disembunyiin terus sih Ngga? hihihihi...” ujar mbak Vina jalan ke dalam sambil menenteng bajunya.
Benar-benar lebih nekat daripada mbak Tika rasanya. Untung saja mas Aryo beberapa minggu yang lalu sudah memasang lembaran fiber warna hitam untuk menutup pagar depan. Jadi ketika ada orang lewat di depan rumah tak langsung bisa melihat ke dalam meski pintu terbuka.
Perilaku mbak Vina yang seperti itu bukan saja saat mas Aryo tak ada di rumah seperti kelakuan mbak Tika, meski kakak iparku itu ada di rumahpun mbak Vina akan tetap cuek saja tidak memakai apa-apa untuk menutupi tubuh seksinya. Pernah aku bahas soal ini pada mas Aryo tapi jawabannya malah membuatku geleng kepala.
“Emang kenapa sih Ngga? biarin aja lah.. apa kamu gak suka?”