"Bukankah kita tidak seharusnya bertamu dengan tangan kosong?" Aku bertanya bingung didepan pintu hitam yang tertutup di hadapanku. Roan yang berada disampingku tampak tidak terlihat peduli sama sekali.
Dia menekan bel yang berada di sisi kanan pintu dengan menekannya beberapa kali—dengan tidak sabaran, tentu saja.
Bibir cemberutnya telah kembali. "Tidak perlu." Masih memencet belnya dengan tidak sabaran.
"Ini masih pagi, Roan." Aku mengingatkan. "Bersabarlah sedikit."
Aku berharap siapapun yang coba Roan perkenalkan padaku, tidak keberatan dengan pakaianku. Karena, aku tidak memiliki pakaian lain selain pakaian yang aku gunakan ketika Roan menyeretku kedalam penthouse miliknya. Beruntungnya, semua pakaianku masih utuh.
Aku tidak mungkin bertamu dengan memakai pakaian Roan yang kebesaran. Walaupun kami hanya turun dari beberapa lantai penthouse miliknya. Tapi, tetap saja. Aku masih merasa tidak enak.
*Pict hanya ilustrasi
Roan masih memencet belnya dengan tidak sabaran, ketika terdengar suara langkah kaki ringan yang mendekat dari balik pintu. Berikutnya, pintunya terbuka. Menampakkan seorang perempuan muda yang terlihat seumuran denganku— berambut panjang merah bergradasi oranye menyala, dia memakai gaun rumahan berwarna kuning dengan motif bunga flamboyan merah. Lengkap dengan kalung, gelang, dan anting yang serupa dengan gaunnya. "Roan." Suaranya terdengar seperti gemerincing lonceng. Tapi aku menangkap ada peringatan dan kejengkelan didalamnya.
Pandangannya beralih padaku. "Kamu pasti, Elle." Dia melangkah keluar dari pintunya dan langsung membuka kedua lengannya padaku. Meraup tubuhku kedalam pelukannya. "Senang sekali, akhirnya bisa bertemu denganmu." Ucapnya bersemangat.
Akhirnya, dia melepaskan pelukan kami. Tapi kedua tangannya masih mencengkram lenganku. "Kebetulan sekali, aku memanggang kue." Dia melangkah kesampingku dan mendorongku masuk kedalam. Meninggalkan Roan yang menggerutu dibelakang kami.
Aku melangkah masuk kedalam sebuah penthouse yang tidak kalah mewah dengan milik Roan. Perbedaannya, penthouse di hadapanku lebih berwarna dan banyak sekali furniture yang meriah. Cocok sekali dengan kepribadian wanita disampingku.
Bau harum kue hangat mengalir di udara sekeliling kami. Aku melihat ke arah dapur dan mendapati sebuah kue yang masih mengeluarkan uap panas di atas permukaan meja konter. Pandangananku kembali pada kelebatan siluet yang berdiri dari arah sofa—tepat di seberang dapur.
Seorang laki-laki berambut pendek berwarna pirang pucat dengan mata biru keabu-abuan melangkah mendekati kami. Dia memakai kaus dan celana santai. Wajahnya memiliki kontur yang tegas dan mengintimidasi. Tapi, ketika dia menawarkan senyuman. Seketika, dia terlihat lebih manusiawi. Sebuah liontin kristal yang berwarna serupa dengan matanya, melilit lehernya.
Dia mengulurkan tangannya padaku. "Senang sekali bisa bertemu denganmu secara langsung, Elle."
Aku membuka mulutku, tapi tidak ada suara yang keluar—aku terlalu bingung. Menoleh ke belakang, aku melemparkan pandangan tanya pada Roan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkest Moon (Moon Series #3)
FantasiSemuanya berawal dari keserakahan. Menciptakan sebuah kegelapan yang mencemari apapun yang ditinggalkannya. Bahkan kegelapan itu telah mengerogoti tubuhku secara perlahan-lahan, membusukkan tubuhku dari dalam. Tidak banyak waktu yang terisa untukku...