5. Lima

1.2K 150 45
                                    

"Mau ngomong apa? Daritadi diem aja!"

Sasha menyilangkan kedua tangan. Juna hanya terdiam sesekali menggeram. Apa pria ini kesurupan?

"Aku pergi aja."

Belum sempat membuka pintu, lengan Sasha sudah ditahan oleh Juna. Pria itu sudah mendudukkan Sasha diatas pangkuannya. Menatap wajah si wanita dengan tatapan tajam.

"Jangan godain aku terus." Ujar Juna.

Sasha melotot, memandang Juna dengan tatapan penuh tanya. Menggoda dia? Iya, betul. Memang niat Sasha ingin menggoda sampai ia lemas di atas ranjang. Tapi ia hanya sekali menghisap milik Juna. Bukan berkali-kali.

"Godain terus? Kapan gue godain lo? Jangan kepedean deh, homo! Najis! Burung lo yang ngaceng kok nyalahin gue."

Bukan tanpa alasan Sasha mengatakan hal tersebut. Sebab ia merasa ada sesuatu yang keras di bawah sana. Ditambah dengan wajah Juna yang tengah menahan sesuatu. Menarik, akhirnya ada pria yang tergodal oleh Sasha. Sebenarnya, Sasha mau-mau saja jika sekarang mereka berbuat cabul atau menanam benih. Sayangnya, ia harus berpegang teguh, menunggu hari pernikahan tiba.

Juna tidak tahan lagi, ia tersiksa. Miliknya terasa keras dan sakit karena ia menahannya. Apalagi dengan Sasha yang berada di atas pangkuannya. Juna sudah membayangkan Sasha mendesahkan namanya. Juna sungguh tersiksa.

"Jangan ditahan, sakit nanti kamu." Ujar Sasha setelah mendengar geraman dari Juna.

Wanita tersebut lantas mengelus pipi Juna, hinga si pria balas menatapnya. "Cium aku kalau mau dibantuin."

Begitu mendapat perintah, Juna segera mencumbu Sasha. Sayangnya, gadis itu menahan wajah Juna. Lantas wanita tersebut tersenyum.

"Ganteng banget, sih."

Juna sedikit terperangah. Sasha memujinya secara terang-terangan. Namun ia tetap mencumbu gadis itu dengan brutal, lagi. Tidak memberi kesempatan bagi Sasha untuk bernafas.

Hingga setelah sekian lama, Sasha melepaskan tautannya. "Aku nggak mau bantu di sini. Mobil kamu nanti bau."

"Y-ya udah, kita ke hotel aja." Ajak Juna.

Mata Sasha memicing, menatap Juna dengan tajam. "Udah pernah ngamar ya sama Bagus? Udah ngapain aja? Nggak mau aku kalau kamu udah ngamar duluan!"

Juna menggeleng dengan cepat. Ini baru pertama kalinya ia mengajak seseoranh ke hotel. Karena Juna tak pernah merasa sepanas ini sebelumnya. Bahkan dengan Bagus, Juna membatasi sentuhan sang kekasih. Dan Bagus menghargainya.

"Belum, ini baru pertama kali."

Seutas senyum terbit. "Oke, cepetan kalau gitu. Ingat, ya! Jangan dimasukin, kita belum nikah."

"T-tapi aku nggak tahan lagi ..."

Sasha mengelus batang milik Juna. "Sabar, ya. Bentar lagi bakal masuk ke kandang. Sekarang jalan-jalan dulu aja."

Kedua manusia aneh tersebut akhirnya sampai ke hotel yang dituju. Semenjak turun dari mobil, Juna terus meremas pantat milik Sasha. Padahal Sasha dan Jeni membenci aset bawah yang sekeras aspal itu, tapi entah mengapa Juna malah menyukainya. Semoga saja tangan Juna membuat aset atas bawa milik Sasha mengembang.

"Masih nggak enak rasanya?" Tanya Juna dengan suara serak.

Sasha kembali memuntahkan cairan milik Juna di kamar mandi. Rasanya tetap aneh. Lebih baik calon bayi tersebut dibuang di rahimnya saja, jangan di mulut. Memang sudah seharusnya batang besar itu bersangkar. Apa ia meminta untuk dipercepat saja pernikahannya? Mungkin Juna akan mengurungnya demi melepaskan semua rasa sesak yang baru dirasakan oleh pria tersebut.

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang