Sekelebat bayang manusia membelah Hutan Alkatra yang rimbun nan asri. Deru langkah begitu ringan, hampir pasti nggak bisa didengar telinga awam. Mata penuh determinasi, tajam mengunci tujuan.
Satu set pakaian dengan kombinasi atasan biru muda tanpa lengan dan bawahan panjang coklat gelap terlihat begitu serasi di tubuhnya. Sepotong kain tambahan berwarna biru dongker agak panjang melindungi bahu dan lengan kanan sampai punggung, sedikit berkibar gegara gerakan gesit.
Sebilah kapak tampak jelas terikat di pinggang bagian belakang. Ikat kepala coklat gelap melingkar di dahinya.
Dengan gerakan berefisiensi tinggi, dia mengendap cepat menuju sosok Pria paruh baya yang tengah jalan santai naik bukit di pagi hari, nikmati alam yang benar-benar terjaga kelestariannya dari sentuhan orang asing.
Punggung pria itu tertutup jubah panjang dan lebar. Di balik jubahnya, menyilang sepasang pedang pendekar, dan kepalanya tertutup aksesoris pelindung.
Pemuda itu sangat percaya diri akan kemampuan menghilangkan keberadaan yang sudah dilatih bertahun-tahun. Kali ini, targetnya pasti bakal tumbang. Kali ini, dia akan meraih kemenangan.
"Udah saya bilang, 'kan? Jangan suka usil ke orang tua. Nanti kualat," celetuk pria paruh baya begitu si pemuda telah dekat.
Niat mau mengagetkan, justru pemuda itu yang tersentak. Nggak menduga kemampuannya begitu mudah terbaca.
"Argh! Dikit lagi padahal!" dia mengerang kecewa. "Selalu waspada ya, Pak Mon."
"Saat kita jalan lebih pelan, mata bakal lihat lebih teliti, telinga bakal dengar lebih saksama," jawab pria itu sambil berbalik menghadap si pemuda.
Nama aslinya Monzy, tapi dia biarkan pemuda itu memanggil sesukanya.
"Nggak juga sih. Kemampuan bapak aja yang kelewatan," ujar si pemuda, "oh ya, ngomong-ngomong, kemarin ulang tahun ke-21 saya lho." Lanjutnya dengan senyum merekah.
Monzy tersenyum tipis menatap si pemuda. "Ah, begitukah? Kalau gitu, selamat ulang tahun. Saya doakan semoga Milma makin bijaksana dan bermanfaat bagi orang sekitar."
"Aamiin. Makasih, Pak. Saya udah lama nunggu moment cukup umur ini. Nggak sabar ingin jadi Sentinel Tanah Il'kara sesungguhnya," ujar Milma semangat.
Monzy memerhatikan muridnya sambil tetap jalan santai. "Bukannya banyak orang bilang, 'Usia belum tentu jadi tolak ukur kedewasaan' ?"
"Hah? Terus maksud bapak, saya nggak bisa jadi Sentinel, gitu?" gerutu si murid, "Ayolah Pak, padahal saya udah latihan giat banget tujuh tahun terakhir. Kalau soal kemampuan, boleh diadu kok!"
"Nggak pernah sekalipun saya meragukan kemampuanmu." Langkah Monzy berhenti sejenak, "Apa yang akan terjadi saat ada orang luar mengganggu keseimbangan di tanah ini?"
Lihat gurunya berhenti, otomatis Milma juga. "Teka-teki baru nih?"
"Saya lebih suka menyebutnya ujian," tukas Sang Guru seraya lanjut berjalan.
Nggak lama mereka lanjut naik bukit, ditemani rindang kanopi alam dan kicauan merdu burung dari berbagai spesies. Tetiba, letusan senapan menginterupsi pendengaran.
Tampak di mata Monzy dan Milma di bukit seberang, terlihat seorang lelaki bertopi kupluk berjingkrak senang karena berhasil menembak seekor rusa besar bertanduk cabang. Dia menghunus parang, memotong kepala rusa tersebut dan meninggalkan badannya begitu aja.
"Tsk, dasar orang Zakira. Berburu buat senang-senang," kata Milma seraya cabut kapak dari pinggang belakang, "biar saya yang kasih pelajaran tipis-tipislah ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkanis
FantasyTumbuh dan tinggal di Hutan Alkatra, Milma punya mimpi untuk menjadi Sentinel; prajurit penjaga hutan Alkatra. Namun meski sudah jalani latihan bertahun-tahun, masih banyak yang harus dia pelajari sebelum benar-benar siap mengemban tugas sebagai pen...