Final Decision

282 35 7
                                    

BARU sempat dibenahi lagi suasana apartemen Nata dan Haura yang kamarnya dirombak habis karena kedatangan lemari baru yang lebih besar.

Alasan nomor satu, karena Nata yang resmi pindah sepenuhnya ke tempat tersebut.

Alasan nomor dua, keburu gak ada mood buat benahin kalau harus nanti-nanti.

Alasan nomor tiga, takut diomelin Haura karena bikin kamar makin berantakan.

Selebihnya, jelas karena Nata yang sudah tidak pulang ke rumah orang tuanya mengingat pertengkarannya dengan sang ibu beberapa hari lalu.

Haura pun sudah memberi pengertian, jangan kabur-kaburan. Diselesaikan satu-satu, jangan dipikul jadi satu. Dasarnya Nata keras kepala dan tinggi egonya, ya jelas menang lah pendapatnya untuk keluar dari rumah.

Dengan didukung alasan mamanya yang udah gak mau banget ngobrol sama dia apa pun yang terjadi.

Nata sih udah biasa soalnya berantem gak berantem pun sama aja selalu ribut. Tapi seenggaknya, dengan pindah ke apartemennya bersama Haura lebih meminimalisir obrolan sengit mereka.

"KAK NAAAATTT! AKU DITITIPIN DAGING NIH SAMA KAKAKKK!!"

Tidak ada angin tidak ada hujan, Nata mendengar teriakan Hera dan langsung melompat terkejut. Tamu tidak diundang yang selalu bikin Nata dan Haura keteteran sendiri.

Gapapa serius kalau Hera dengan senang hati buat apartemen ini jadi tempatnya pulang, tapi ya gak mendadak dan pas kakak-kakaknya ini lagi macem-macem..

Untung hari ini Haura lagi main sama Ciara dan Mara, jadi gak akan kedapetan aneh-anehnya.

Seperti yang dibilang Nata waktu itu, ruangan kosong yang gak jauh dari kamar utama disulap cantik jadi kamar Hera. Perannya udah kayak anak mereka. Mau digimanain juga Hera paling kecil disitu, tetep harus dikasih space sendiri in case kakak-kakaknya ini juga mau bikin acara sendiri.

Nata lumayan kelabakan keluar dari kamar karena yakin banget suara Hera kedengeran sampai unit sebelah. Takut dikira nyulik anak orang, woy!

"Kenapa teriak-teriak siiih? Ditaruh kulkas langsung aja gapapa, Dek!" Nata memberi pengertian, lanjut menerima daging yang dititipkan Haura kepada adiknya dan menaruh ke dalam kulkas, mencontohkan.

Hera sendiri cuma ngengir cantik.

"Hau belum pulang?" Tanya Hera.

"Heh, kakakmu itu, gak boleh begitu. Belum pulang tadi katanya molor dikit, jam enam paling sampe sini," jawab Nata setelah mengambilkan minum untuk Hera yang baru saja merebahkan diri di sofa ruang tengah.

"Tapi Kakak beneran jadi pindah ke sini, 'kan? Maksudku, gak pulang-pulang ke rumah Mamanya Kakak lagi, 'kan?"

Untuk menyahuti, Nata hanya mengangguk dan pamit kembali ke kamar. Tapi, langkahnya terjeda begitu sampai di ambang pintu.

"Kalo Kakak dateng minta langsung ke kamar ya, Ra!" Seru Nata meminta tolong.

Duh... Cukup banyak ternyata bekakas dan lain halnya ini. Baju dua koper, belum sepatu dan tas yang dimasukin jadi satu ke kardus besar, ada lagi segala produk skin care dan lainnya, Nata jadi gak yakin bakalan selesai hari ini juga.

Makanya dia butuh Haura, selalu.

Gak lama, suara pintu apartemen terbuka. Nata sih masih ngira-ngira apakah itu pacarnya atau justru Hera yang lagi mau keluar buat jajan.

Jadi sengaja Nata duduk diem di kasur sambil liatin pintu kamar, nunggu beneran Haura atau bukan. Ekspresinya kacau sih, kayak anak ayam gak ada induknya.

Srikandi Love-line [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang