Prolog

3K 335 57
                                    

Setahu Danu, malam ini harusnya ia melihat sukacita di mata Anjani sebab perempuan itu berencana ketemuan dengan pacar jarak jauhnya. Namun, Anjani malah sesenggukan di ranjang. Dan setahu Anjani, Danu seharusnya tengah berbahagia lantaran lelaki itu berencana melamar pacarnya. Akan tetapi Anjani malah mendapati Danu melangkah gontai masuki kamarnya dengan ekspresi murung. Tanpa perlu saling menjelaskan, Danu dan Anjani langsung sama-sama mengerti bahwa rencana masing-masing tak berjalan sesuai harapan. Pada akhirnya Danu dan Anjani memang kompak perihal apa pun, bahkan hingga ke kegagalan hubungan sekalipun. Jadi, malam ini, haruskah mereka merayakan duka?

"Kenapa nangis, Ja?"

"Diputusin, Nu."

Danu mengangguk, lantas membawa diri duduk di permadani tepat di sisi ranjang. Ia sandarkan punggungnya. Kemudian menyuguhkan kesunyian.

"Ditolak?" Suara serak si perempuan mengudara selagi tubuh tinggi kurus dalam balutan piyama itu bergerak lamban turun dari kasur, kemudian membersamai Danu duduk menekuk lutut di samping bodi ranjang. Tidak sepatah kata Anjani dengar lantaran Danu merespons dengan anggukan.

Danu menjatuhkan tatap pada tangan sendiri di atas paha, kotak kecil biru beludru tampak di telapaknya. Danu menghela napas, lantas menoleh pada Anjani. "Mau gak?" tanyanya sembari menyodorkan wadah cincin tersebut.

"Beneran ditolak?"

"Ada orang yang lamarannya diterima tapi tampangnya kayak banyak utang gini, Ja?" Danu menatap keki Anjani.

"Tampang sehari-hari lo emang gitu karena dasarnya emang banyak ut—"

"Terluka hati gue dengernya." Dengan dramatis Danu meremas dada sendiri.

Kendati matanya sembap, kini Anjani tak tampak semurung tadi. Menggilas hening suara kekehan perempuan itu.

"Jadi mau gak, Ja?"

"Jangan lamar gue, Nu, jangan," canda Anjani dengan gerak tangannya yang kontradiksi mengambil kotak tersebut dari genggaman Danu. Anjani tertawa parau mendengar decakan temannya. Tidak ragu Anjani masukan cincin itu ke jari manis, tampak pas seolah-olah memang dibuat khusus untuk Anjani. "Cocok, Nu. Minggu depan nikah ayo."

"Atur aja."

Anjani cekikikan sambil memandang lekat-lekat cincin di jemarinya. "Tema wedding-nya beauty and the beast, ya?"

"Oke, Beast."

"Cocote!"

Demi Tuhan, Anjani bercanda perihal ajakan menikah itu. Namun, minggu depannya Danu si tetangga sebelah yang notabene sohib kentel Anjani tahu-tahu memboyong orang tuanya ke rumah Anjani. Sebelumnya tidak ada aba-aba, Danu tidak sedikit pun membicarakan niatan melamar, bikin Anjani planga-plongo di ruang tamu tatkala ia dihadapkan dengan Danu sekeluarga. Akan tetapi, meski Anjani kebingungan, Anjani tetap menerima.

Saat para orang tua beranjak ke ruang makan, Anjani menahan Danu di sofa.

"Tiba-tiba banget, Nu?"

"Setelah gue pikir-pikir—"

"Kayak bisa mikir aja."

"Ja, please?"

Anjani nyengir. "Oke, oke, serius."

Danu sebenarnya sudah enggak mood menjelaskan, terlanjur sebal dengan tampang tengil Anjani. Namun, mata perempuan itu yang mengedip-ngedip lambat berhasil meluluhkan Danu. Ya, pertahanannya terhadap tingkah lucu Anjani memang rapuh sekali. "Setelah gue pikir-pikir, Ja ... who needs cliche romance when I can have a comedy of errors and endless pranks as the soundtrack of my marriage life?"

"Boleh juga, Nu."

"Lo mah iya-iya aja sama omongan gue, Ja." Danu mendaratkan tangan kanannya dengan lembut di kepala Anjani. "Ini kepala kalau dibelah lo tahu gak isinya apaan?" tanya Danu.

Anjani mengernyit. "Apa?"

"Kopong."

Kepala Danu praktis ditabok.

***

Niatnya romcom, sih.

Slow up yaw.

SweetliesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang