Part 4

79 7 0
                                    

How many special people change? How many live are living strange? Where were you when we were getting high? Slowly walking down the hall, faster than...

"Ya," ujar Arga singkat menjawab panggilan di ponselnya. Setelah dia menimbang cukup lama akhirnya lagu Champagne Supernova dari band Oasis yang menjadi ringtonenya itu terhenti dan digantikan dengan suara cewek di seberang sana.

"Ga... Ini aku. Kamu belum hapus nomorku kan?"

Arga menghela nafas, lalu berjingkat keluar kamar Danang agar tidak menimbulkan kegaduhan. Hari masih sangat pagi dan dia tidak mau mengganggu tidur nyenyak dua sohibnya itu. "Ngga, Sar. Ngga aku hapus." Arga berkata datar, dan dengan volume suara yang pelan saat dia menutup pintu kamar Danang.

Arga mendengar suara helaan nafas lega. Sial, umpatnya dalam hati. Hampir saja dia menyerah dari egonya karena mendengar satu helaan nafas.

Sial, sial. Bagaimana mungkin satu helaan nafas saja bisa membuat Arga langsung mengingat kenangan-kenangan indah bersama cewek yang berada di ujung telepon ini, setelah sekian lama dia kubur dengan kebencian yang ditanamkan akibat kesalahan cewek itu sendiri.

"Ga?" panggil cewek itu setelah dirasanya Arga tidak merespon kalimatnya barusan.

"Ah, ya? Kamu ngomong apa tadi?" Arga berjalan menuju balkon, langit masih agak kelabu dengan awan yang menyembunyikan matahari pagi.

Cewek itu tertawa kecil, "Aku kangen kamu..." dia mengulang lagi untuk yang kedua kalinya.

Shit...

Lutut Arga melemas, ia berpegangan pada pagar pengaman balkon dan mengumpulkan semua keberanian untuk mengingat lebih dalam lagi, bukan hanya mengenang kenangan yang indah saja. Akhirnya Arga mendengus dan menggeleng-gelengkan kepalanya, "Ya, aku tau," dia tertawa miris.

"Arga..." cewek itu terdengar tidak puas dengan respon Arga barusan, sepertinya dia mengharapkan Arga untuk mengatakan hal yang sama padanya. "Kamu juga kangen aku kan? Kamu ngga hapus nomor aku, itu berarti kamu nunggu telfon dari aku, atau suatu hari kamu bakalan hubungin aku lagi. Iya kan, Ga?" cecar cewek itu.

Arga terdiam. Apa-apaan cewek ini? Arga berjuang keras untuk tidak berkata 'ya', karena memang bukan itu jawaban yang tepat.

Kangen? Tidak, dia sudah selesai dengan segala urusan yang berhubungan dengan Sarah-cewek itu, cewek yang dulu pernah menjadi pacarnya sejak SMA hingga mereka masuk ke universitas yang sama meski berada di fakultas berbeda. Tidak, bagaimana mungkin dia kangen dengan Sarah yang kini 360 derajat berbeda dengan Sarah-nya yang dulu di SMA.

"Aku kangen kamu, aku mau kita kayak dulu lagi. Aku yakin kamu pasti juga mau begitu. Iya kan, Ga? Kenapa kamu harus ngebohongin perasaan sih?" nafas Sarah terengah-engah.

"Ngga. Dulu sama sekarang itu beda, Sar. Udah berubah, terlebih kamu." Arga berkata santai, sepertinya memang ini yang dia tunggu, ini yang dia perlukan-berbicara dengan Sarah dan menyelesaikan semuanya.

Dia cukup bangga dengan dirinya pagi ini yang tidak seperti hari-hari kemarin-menghindar ataupun terbawa suasana, lalu kalah dan akhirnya membuat Dito dan Danang terus-terusan mengejeknya yang menjadi galau seharian karena Sarah.

Terjadi keheningan yang lama karena Sarah tidak merespon pernyataan Arga barusan, tuduhan bahwa dia sudah berubah. "Kamu dimana? Aku mau ketemu kamu sekarang, pagi ini juga," ujar Sarah akhirnya, dia terdengar sangat serius dan tidak sabaran saat mengatakannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

While Her Guitar Gently WeepsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang