8. Elegy of love 1 (Caleb & Zayne)

106 5 0
                                    

Seorang anak perempuan menatap dua batu nisan yang bersebelahan, berdiri sendirian dengan air mata yang terus bercucuran dari bola matanya yang kosong.

Walaupun rintik hujan telah membasahinya, ia tetap tidak bergeming. Baginya dunianya sedang hancur berkeping-keping, bagaimana tidak? Kedua orangtuanya telah pergi meninggalkannya, membawa warna dari dunianya.

Tiba-tiba, rintik hujan berhenti membasahinya.
"Jangan hujan-hujanan, nanti kamu sakit lho."

Tegur seorang anak laki-laki dengan nada lembut, anak itu membawa payung besar yang kini telah melindunginya dan anak perempuan yang sedang berkabung itu dari hujan.

Mata anak perempuan itu memicing, tidak suka dengan kehadiran anak laki-laki yang dia anggap mengganggunya.
"Aku gak peduli! Aku mau ikut Mama dan Papa!" Jawabnya ketus sambil mendorong anak laki-laki itu hingga terjungkal di tanah yang basah.

Bibir anak laki-laki itu terangkat menjadi senyum pahit, ia tahu persis anak perempuan itu tidak menghargai keberadaannya. Tapi melihat seseorang menderita sendirian (seperti dirinya dulu), membangun semangatnya untuk mendekati anak perempuan itu, anak yang akan ia ajak tinggal bersama dengan nenek.

"Hahaha~ jangan begitu. Aku yakin orang tua mu akan sedih kalau kau terlalu cepat ikut bersama mereka," Jawab anak laki-laki itu dengan tawa canggung.

Anak laki-laki itu berdiri, dan berusaha membersihkan lumpur dipakainya namun malah makin menyebar.

Dirinya kembali mendekati anak perempuan itu, masih belum menyerah walau sudah ditolak, tangannya menjulur, mengajak anak perempuan itu untuk berjabat tangan.
"Oh ya, Namaku Caleb, kita akan tinggal bersama mulai hari ini. Salam kenal!"
Ucap anak laki-laki itu-Caleb-dengan senyum ramah dan tangan terulur.

Anak perempuan itu mengacuhkan uluran tangan Caleb, terdiam kaku dengan terus memandang papan nisan yang bertuliskan nama orang tua dari anak perempuan tersebut.

Caleb menghela nafas namun senyum tetap terpatri diwajahnya. Ia diam dan memutar otaknya, menemani anak perempuan itu dalam diam. Matanya tertuju pada kedua makam yang masih basah, membawa memorinya kepada kejadian sama yang menimpanya dua tahun lalu. "Kau tahu? Orang tuaku juga sudah meninggal keduanya. Sampai sekarang, aku masih merasakan sakit ketika mengingat mereka."

Ungkapan hati yang simpatis itu mengundang perhatian anak perempuan itu, matanya menoleh kearah Caleb yang saat ini memandangi makam orang tuanya dengan melankolis. "Apakah... sakit itu akan hilang?" Tanyanya dengan suara lirih.

Caleb menggelengkan kepalanya sebelum matanya kembali bertemu dengan anak perempuan itu.

"Tidak, luka itu akan selamanya ada."

"Lalu aku harus bagaimana?", Tanya anak perempuan itu dengan frustasi.

Caleb mendekat, mengelus kepala anak perempuan itu dan tersenyum.
"Bertemu dengan orang baru, bercerita dan berbagi luka dengan mereka, maka kau akan merasa lebih baik."

Caleb menoleh ke sembarang arah, dirinya pun menemukan bunga, meninggalkan payungnya bersama anak perempuan tadi, dirinya berlari kecil dan memetik dua bunga.

Mata anak perempuan tadi mengikuti kemana arah Caleb pergi, hingga dirinya kembali dengan 2 tangkai bunga dan diletakkannya di atas makam kedua orang tua anak perempuan itu.
"Lagian orang tua mu pasti lebih senang jika kau banyak tersenyum dari pada menangis seperti sekarang ini."

Anak perempuan tadi langsung menghapus air matanya, dan melihat ke arah Caleb
"Benarkah ?" Caleb mengangguk dengan mantap dan tersenyum ke arah anak perempuan itu.

Tiba-tiba hujan berhenti dan langit begitu cerah, Caleb tak menyia-nyiakan kesempatannya.
"Lihat, bahkan kedua orang tuamu setuju"

Anak perempuan itu langsung berusaha tersenyum, dan mengangguk percaya dengan yang dikatakan Caleb.

Caleb berdiri, menjulurkan tangannya, menawarkan bantuan kepada anak perempuan tadi untuk berdiri.
"Sekarang ikut aku ya ?"

Anak perempuan tadi mengangguk, menerima tangan Caleb, mereka berjalan menjauh dari kuburan itu dengan bergandeng tangan.

"Oh iya namamu siapa ?"
Tanya Caleb sekali lagi.

Gadis tersebut tersenyum, senyum yang secerah matahari, membuat jantung Caleb kecil berdegup kencang.
"Jessica, namaku Jessica."

Ikut bersama Caleb merupakan keputusan paling tepat yang dialami Jessica.

Dirinya mendapatkan keluarga baru bersama Caleb dan nenek Josephine, teman baru yang ia temui di sekolah, anak laki-laki yang sangat manis bernama zayne. mengikutinya kemanapun dia pergi.

Kalau bukan karena Caleb, Jessica tak akan pernah merasakan kebahagiaan ini.

Caleb lah yang memberikan harapan baru, dan warna baru di kehidupannya.

Caleb adalah dunia nya.

***

Bertahun tahun berlalu, zayne, Caleb dan Jessica menempuh jalan karir mereka masing-masing.

Zayne menjadi seorang dokter bedah jantung di rumah sakit ternama kota linkon.
Jessica menjadi seorang Hunter. Sejak kecil ia bertekad untuk membalaskan dendamnya kepada para Wanderers yang telah membunuh kedua orangtuanya.
Dan Caleb menjadi seorang pilot pesawat tempur, yang merupakan impiannya sedari kecil. Namun pekerjaan Caleb membuatnya makin menjauh dengan Jessica.

Jessica khawatir, sangat khawatir, dirinya takut jika terjadi sesuatu dengan Caleb, maka dunianya pun juga ikut hancur seketika itu juga.

Caleb, Jessica dan zayne sedang berada di stasiun, hendak mengantar Caleb kembali ke sky Haven setelah kunjungannya selama beberapa hari.

"Tak bisakah kau mencari pekerjaan lain saja ?" Ucap Jessica khawatir, namun Caleb malah tertawa sambil mengacak rambut Jessica.

"You know this is my dream pip squeak, aku nggak bakal kenapa-kenapa kok, kan ada ini" ucap Caleb berusaha meyakinkan Jessica, dirinya sambil menunjukkan kalung pemberian Jessica saat pertama kali Caleb masuk ke aerospace academy.

Peringatan kereta akan berangkat sebentar lagi, Caleb sudah bersiap dan membawa kopernya.

Sebelum masuk Caleb melangkah mendekat ke arah Jessica, dan mencium kening Jessica.
"I'll be back soon, don't worry"

Caleb berganti menghadap ke arah zayne yang dari tadi diam melihatnya, sambil tersenyum lebar.
"Take care of her for me zayne"

Zayne langsung berbalik dan berjalan menuju mobilnya.
"You don't need to tell me that"

Caleb pun berangkat dengan kereta tersebut, Jessica masih senantiasa menunggu hingga kereta itu tak lagi terlihat, sedangkan zayne menunggunya di mobil, dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan.

***

Beberapa hari berlalu setelah Caleb kembali bekerja.

Jessica mendapatkan hari libur karena dirinya sudah banyak menyelesaikan misi bulan ini, di habiskan nya hari libur nya dengan hanya bersantai sambil duduk di rumah dan menonton tv.

Tiba-tiba zayne menelponnya, bersamaan dengan berita selingan yang membuatnya hancur seketika.

"Kecelakaan terjadi pada siang tadi sebuah Pesawat tempur Deepspace Aviation administration dengan nomer seri...."
Jessica menerima telpon dari zayne, namun ia tak bisa mendengar apa-apa, telinganya seketika berdengung, jantungnya berdegup dengan kencang, kepalanya pusing dirinya mual saat mendengar berita selingan yang dibacakan presenter itu.

"Beruntung pilot dari pesawat tersebut berhasil selamat walau mengalami luka berat, dan segera dilarikan ke rumah sakit...."

"Caleb dalam keadaan kritis" satu satu nya kalimat yang dapat didengar Jessica dari telpon zayne.

Bittersweet Love (Love And Deepspace Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang