O5: Are You Thinking About Me Yet?

213 32 33
                                    

Cakra memijat dahinya pelan, bersumpah bahwa membaca novel ini ternyata lebih menyiksa daripada membaca puluhan lembar laporan keuangan perusahaan.

Belum genap seminggu semenjak ia mulai membaca novel ini, namun Cakra merasa ia sudah melewati sepuluh tahun untuk membacanya.

Tidak, Cakra tidak mengatakan novel ini buruk. Lagipula beginilah tulisan novel fiksi romantis yang banyak beredar di pasaran; klise dan membuatnya bergidik ngeri.

Beberapa adegan disana sukses membuat Cakra menarik napas panjang dan merinding. Bagaimana bisa orang-orang menyukai ini? Semua adegan, kata demi kata yang tertulis terdengar klise dan khayal bagi Cakra.

Gilanya lagi, Cakra berusaha sekuat tenaga dengan sisa kewarasannya untuk tidak membayangkan seorang perempuan yang terus saja muncul saat dirinya membaca kalimat demi kalimat di dalam novel ini.

Setiap kali wajah itu muncul, Cakra harus menarik napas panjang, mencoba tenang agar tidak terus berlarut-larut membayangkannya. Ia tidak ingin menjadi seperti orang mesum yang membayangkan beradegan romantis dengan perempuan yang hanya pernah ia temui dua kali.

Belum lagi kenyataan bahwa, entah mengapa, dirinya terus ingin melanjutkan membaca novel itu padahal ada setumpuk berkas yang butuh Cakra tinjau.

Demi Tuhan Cakra hampir kehilangan kewarasannya karena beberapa hari ini ia terus-menerus terdistraksi dengan novel sialan itu.

Entah sihir apa yang perempuan itu sisipkan di novel karyanya hingga membuat Cakra begitu terikat.

Suara ponsel yang tiba-tiba terdengar sukses mengejutkan Cakra. Panggilan masuk dari Jendra, sahabatnya.

Cakra mengernyit kesal saat gendang telinganya menangkap suara dentuman music sangat kencang dari seberang panggilan.

"Hm?" jawab Cakra malas.

"Lo gak mau kesini?"

"Gila lo, ya? Lo lupa besok gue harus kerja?"

"Kaku amat hidup lo. Mau lo bolos sehari juga gak bakal collapse itu perusahaan keluarga lo. Santai dikit lah."

"Gue besok rapat, Ndra."

"Bullshit. Gue habis nanya Adrian tuh anaknya bilang besok lo gak ada schedule penting. Buruan kesini, drinks on me."



━─━────༺༻────━─━



"Oh, come on!" ajak Sera.

"Lo butuh keluar kamar, Eve! Catch up some fresh air!" lanjutnya.

Evelyn terkekeh, "fresh air apaan kalau lo ngajak gue ke bar?"

"Eve, ayolah! Udah berapa bulan kita gak kesana?" rengek Kiara.

"Semalam aja lo tinggalin naskah lo gak bikin lo kenapa-napa," timpal Sera.

Evelyn menatap kedua sahabatnya ini bergantian, ekspresi mereka seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan lollipop oleh ibunya. Ia kemudian menghela napas dan meletakkan kacamatanya di atas meja.

"Fine, gue ikut."

Baik Sera dan Kiara akhirnya memekik senang.

"Gue siapin baju lo," kata Kiara semangat.

"Gue bantu beresin meja lo," sahut Sera.

Mereka bertiga melangkahkan kaki memasuki The Loft dan langsung disambut dengan dentuman music keras. Malam itu sudah memasuki happy hour dimana bar akan penuh sesak dengan pengunjung yang ingin menghabiskan weekend mereka sebelum esok hari kembali berkutat dengan rutinitas.

enchanted, enchantingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang