Kita Shinsuke, tinggal dengan ke-3 adik kelas kuliahnya. Menyebalkan? Jelas. Sejujurnya ia tidak sedikitpun menduga bahwa ia akan tinggal satu kost bersama 3 adik kelas kuliahnya tahun ini. Dapat diakui, mereka tidak akur pada awalnya, tetapi seiring berjalannya waktu, keempatnya semakin erat. Seperti simpelnya, mereka mengetahui kebaikan masing-masing, termasuk keburukan, tentu saja.
Kita Shinsuke, siapa yang menduga pria pendek berwajah datar itu dapat memohon-mohon dengan mata berair kepada para 2 alpha kembar didepannya ini? Atsumu dan Osamu, kembarannya bahkan bingung awalnya, beruntungnya mereka cepat menyesuaikan dengan keadaan, mengetahui pheromone Imanis khas Kita yang menyebar di seluruh ruangan kost. Beruntungnya, setiap kali mereka akan melakukan hal najis, ibu kost dalam kondisi pergi, Kita Shinsuke jelas tidak perlu menahan suaranya.
Kita menghampiri Atsumu dan Osamu yang baru saja pulang kuliah, jadi ini alasan dibalik mereka yang tidak melihat batang hidung Kita. Ini bukan pertama kalinya mereka melihat wajah birahi Kita. Kita yang terkenal dingin, datar tanpa ekspresi hanyalah gimmick belaka, nyatanya ia memamerkan vaginanya yang sudah basah didepan Osamu dan Atsumu.
Bisa keduanya bayangkan kamar Kita yang berantakan atas ulahnya yang menggesekan vagina pink itu disetiap sudut kamarnya. Kita masih setia mengangkat kaus putih oblongnya dengan wajahnya yang meminta diisi. Atsumu tersenyum jahil, ia duduk di sofa, menaruh tangannya di atas pegangan sofa. "Atsumu.." nadanya lirih.
Kita mendudukan vaginanya tepat diatas tangan Atsumu, menggesek-gesekan benda basahnya. Atsumu menikmati pemandangan didepannya, matanya menangkap dengan jelas bagaimana jari-jarinya dihisap oleh vagina yang berkedut-kedut tak beraturan. Tubuh Kita bergerak naik turun keatas dengan tempo yang cepat seolah dua jari Atsumu bukanlah hal yang cukup baginya. Pelacur tetaplah pelacur sebagaimana keras ia menyembunyikannya, lihatlah vagina Kita yang sengaja ia gesekkan ke tangan Atsumu.
Osamu? Ia lagi menelpon pacarnya yang manjanya setengah mati. Disisi lain, Kita sedang mengigit kaus oblongnya, mencoba meredam bunyi desahannya. Penghuni kost satu lagi belum pulang, bisa dipastikan anak itu sibuk mendokumentasikan acara di Universitas.
"Atsummh, mau dimasukin.." Kita tak henti-hentinya menggenjot jari-jari Atsumu, wajahnya memerah malu. Atsumu suka kalau Kita dalam masa Heat atau Rut. Anak berambut abu-abu ini tak segan meminta hal-hal vulgar secara terang-terangan. Osamu balik dari sesi teleponnya, ia berjalan ke mendekati keduanya. Telapak tangan besar itu secara tiba-tiba menarik rambut Kita, memposisikan kepalanya tepat di depan tonjolan celana hitamnya.
"Oh cmon'e, Samu. Jangan asal ngambil alih gitu, jari gua masih pengen dimakan memek." Osamu tidak mempedulikan kakaknya yang terlihat kesal. Matanya menatap Kita yang berjongkok di hadapan adiknya. Tangan Kita bergerak menurunkan resleting, tetapi Osamu sudah lebih dahulu mengunci kedua tangannya dibelakang menggunakan ikat pinggangnya. "Pakai mulut." Wajah datarnya memerintah.
Kita menatap Osamu memelas, mata bulatnya terus menatap iris mata Osamu. Bibirnya mendekat, giginya meraih kancing resleting lalu menurunkannya perlahan. Sembari menggigit, matanya bertamu dengan Osamu. Bajingan, tatapannya penuh nafsu. Celananya terbuka, meninggalkan boxer hitam yang kemudian ia tarik menggunakan mulutnya.
Meski sudah yang kesekian kali berbuat hal maksiat, ia tetap berulang-ulang kali kaget melihat besarnya penis adik kelasnya ini. Bahkan wajahnya kalah panjang jika mau disandingkan. Tanpa pikir panjang ia mencium pucuk penis Osamu. "Aku mau- GHKK" Mulutnya langsung dipenuhi dengan penis besar milik Osamu, mulut kecilnya tak cukup kuat menampung penis sebesar itu. Kita yang tersedak dengan aksi yang mendadak langsung mendapat tamparan di pipi kanannya. "Kulum yang benar." Osamu memerintah.
Matanya berair, tenggorokannya sakit. Penis Osamu yang bahkan tak bisa masuk sampai ujung ini terus-terusan menghantam tenggorokannya. "Gausah nangis, malu sama memek lo yang kedut-kedut minta diisi". Kita tak mengelak, toh kenyataannya memang benar. Cairan putih dirinya menetes keluar bersamaan dengan pheromone yang mengambil alih pikiran Atsumu dan Osamu. Osamu menggerakan kepala Kita, memaju mundurkan kepala itu dengan tempo yang cepat. Osamu megadahkan kepalanya keatas, nyaris mencapai batas.