SEMULA berniat mengerjakan tugas di dalam kamar jika saja Amelia tidak mengajakku ke perpustakaan. Tetapi, mengiyakan pun bukan semata agar ia tak kesepian melainkan memang butuh beberapa buku tambahan untuk referensi.
Karena itu aku membawa kedua tungkaiku menapaki jalanan menuju kampus, tanpa lebih dulu menghampiri Amelia di kost-an, sebagai gantinya sekadar mengabari ketika hendak berangkat supaya Amelia bisa menunggu di gerbang semisal ia tiba duluan.
Benar saja, sosoknya sudah berdiri tak jauh dari gerbang utama, sambil menenteng tas laptop hitam yang tampak berat. Percis dengan yang sekarang berada di tanganku.
Jika disuruh memilih menulis tangan atau mengetik, dengan sadar aku akan memilih mengetik dan untuk mencetak, tinggal kirimkan berkasnya ke Yuki. Privilage memiliki teman konglomerat.
Kulambaikan singkat tanganku ke arah Amelia lantas kembali merogoh dan mengetuk ponsel menggunakan tangan kananku agar layarnya menyala, bermaksud memeriksa pemberitahuan.
Nihil. Ah, tidak tepat juga jika dikatakan nihil, ada beberapa pemberitahuan dari grup juga dari temanku, namun tak ada satupun pemberitahuan dari Albagja.
Akhir room chat kami masih sama, di pesan terakhirku semalam dan sampai detik ini tak ada respon. Itu membuatku agak khawatir. Sebagian otakku memikirkan kemungkinan sakitnya bertambah parah, kemungkinan lainnya adalah dia mulai.. Bosan. Tapi, tidak kah itu terlalu cepat?
“Hari minggu ke kampus juga Riluna?,” tanya sebuah suara dari arah belakang, aku menoleh.
“Eh. Iya Kak. Mau mengerjakan tugas di perpustakaan. Kau sendiri? Ada sesuatu kah?” tanyaku pada Joe. Langkahnya cepat dan terburu-buru.
“Begitulah. Meeting hima. Kalau event semakin dekat jadinya begini, sibuk,” katanya, menghampiri dan menyejajarkan langkah denganku.
“Bahkan di hari minggu pun meeting. Untung saya anak sastra Jepang,” ucapku sambil meletakkan kembali ponsel ke dalam saku. Joe tertawa ringan.
“Kau tidak tahu saja saat fakultasmu mengadakan acara nanti akan seperti apa. Jangankan hari minggu, tidur pun akan sulit,” papar Joe.
Dahiku otomatis mengerut karena itu. Acara apa? Sepertinya belum ada yang membicarakan itu di kelas. Akan tetapi itu bisa kutanyakan nanti, ada hal yang lebih penting.
“Kak Joe. Err- temanmu...” kalimatku menggantung, entah bagaimana rasa malu menyergap.
“Albagja? Dia tepar, sakit. Sama parahnya dengan Ravi, tadi saja dua-duanya masih terlelap di kamar mereka,” akhir perkataan Joe bertepatan dengan tibanya langkah kami di gerbang.
“Pasti kelelahan, sampai seperti itu,” sahutku. Amelia tampak penasaran, ia menoleh ke arahku dan Joe sambil menggamit tanganku yang kosong.
“Kak Al dan Kak Ravi. Tumbang setelah acara kemarin,” jelasku untuk menjawab rasa penasaran Amelia.
“Mereka terlalu memaksakan diri dari beberapa hari ke belakang, sedangkan makan dan istirahat tidak teratur bahkan kurang,” Joe menambahkan informasi.
“Yasudah saya duluan ya, hampir terlambat,” imbuh Joe, melihat jam tangan di pergelangan kiri.
Sontak kami berdua mengangguk dan menyaksikan punggungnya semakin menjauh ke kiri, ke arah di mana fakultasnya berada.
“Eonni dan Yuki tidak ikut sakit juga kan?” tanya Amelia, lagi-lagi menoleh.
“Kemarin sempat naik suhu tubuhnya, tapi selepas bangun tidur sudah seperti ganti tubuh lagi,” sahutku, kami tertawa kecil. Imunitas yang aneh terkadang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Always Will 「 Jackson x Jihyo 」
RomanceMengerikan bagaimana Tuhan mencabut rasa itu darimu sementara dariku belum.