Esoknya, Nico terbangun dengan perasaan janggal. Kejadian kemarin terasa seperti mimpi. Dia tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak. Kepalanya terasa pusing dan matanya mengantuk. Dia tidak bisa tidur semalaman karena penasaran.
Nico mengejap-ngejapkan mata dan mengingat apa yang dialaminya kemarin. Ada salesman kabur dari rumahnya dan ada pesan kilat. Ya, pesan kilat. Semua itu mustahil.
Nico turun dari kamarnya. Dia kemudian melihat Bary muncul di pintu dapur seraya mengigit daging dan kabur ke halaman. Walau aneh, pemandangan Bary mencuri seperti ini terlihat lebih nyata. Semua kejadian kemarin tentu mimpi. Mana mungkin manusia muncul dari dalam petir dan memberinya pekerjaan di tengah malam?
Ini pasti gara-gara dongeng kakek dan omelan pak Gun toor menyatu. Kalau teman-teman lesnya tahu mimpinya kali ini, bisa-bisa Mimi menggantungnya lagi di tiang jemuran.
Bau kopi cappuccino Paman Henry mengumbar ke mana-mana dan Tante Rina memesan seloyang pizza yang ditaruhnya di atas lemari. Semua masih seperti biasa. Kejadian kemarin pasti halusinasi. Apalagi saat melihat jendela, tidak ada kaca pecah di sana.
Nico pun duduk di meja makan dan mulai mengambil piringnya dengan malas.
"Jangan malas-malasan lagi, Nico. Kau sudah dapat kerja. Kita pergi jam 8." Mendadak terdengar suara Paman memecah keheningan.
Mata Nico terbelalak mendengar ucapan pamannya. Ujung kakinya serasa seperti ditusuk jarum.
"Pa-Paman?" Nico berkata terpatah-patah. Dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "Aku dapat Kerja? Pesan kilat kemarin itu ... bukan mimpi?"
Paman Henry menyingkapkan korannya. "Mimpi apa? Makanlah lalu siap-siap. Kita pergi sekarang."
"Ke mana?"
"Kau lupa? Kereta api datang di pantai Seacliff."
"Kereta api–apa?" Mata Nico terbuka lebar. Dia tertegun. Mendadak rasa penasaran merayap dari perut naik hingga ke ubun-ubunnya. Membayangkan semua kejadian mustahil kemarin bukan mimpi membuat Nico kaget bukan kepalang.
"Berarti kemarin itu ... kemarin itu ...." Paman Henry memotong perkataan Nico dengan berkata, "Sudah siap-siap. Kita mau pergi dan kau masih memakai piyama kebalik?"
"Tetapi Paman, sekarang juga? Bagaimana dengan lesku?"
"Kau tidak masuk. Tante Rina sudah menelpon tempat les."
Nico semakin menggebu-gebu. Bolos les matematika merupakan kemuliaan, kebahagiaan, dan keindahan tiada tara. Bolos adalah keinginan terbesarnya dalam hidup. Hari ini Nico tidak harus menjadi gila dengan teori yang membuat semua murid diam seperti pemakaman.
"Sana siap-siap, atau kau tidak mau kerja?" tanya Paman Henry.
"Tentu saja mau!" teriak Nico. Nico kemudian buru-buru naik ke kamarnya dan bersiap-siap. "Sambil nyelam, minum susu ... dapat harta karun lagi."
Setelah mengecek dan tidak ada yang ketinggalan seperti komik, game-konsol, dan sikat giginya; dia pun membawa kopernya turun ke ruang keluarga.
"Duduk," ucap Tantenya sambil membukakan kursi di meja makan. "Kita akan pergi setelah makan. Cepat habiskan."
Nico heran melihat pizza dan telor dilipat menjadi sandwich di piringnya. Dia pun memakannya dengan dua kali gigitan penuh. "Tetapi Tante, Hmf ... yang kemarin ... dan pesan kilat itu ... apa artinya?"
"Jangan makan sambil bicara. Nanti juga kau lihat, sayang," jawab Tante Rina.
"Ka... kalian selama ini ... menyembunyikan sesuatu dariku ya?" ujar Nico dengan heran karena Paman dan tantenya paham situasi aneh kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laputa and Castle in the Sky ( Fantasy, Romance, Bahasa Indonesia )
FantasyNicholas terlahir di akhir perang dunia kedua. Dia bertualang menuju tempat Mistis bernama Laputa, benua yang melayang di angkasa. Dia tidak pernah tahu ternyata dunia yang selama ini dikenalnya penuh dengan rahasia alam menakjubkan. Nico menya...