#2. Pagi di Senayan

152 15 5
                                    

Damar terbangun karena ponselnya bergetar dari tadi. Beberapa pesan masuk sepagi ini. Melihat pengirimnya, ia langsung mengeluh sambil meletakkan kembali ponselnya. Pantas sepagi ini berisik, sang pengirim pesan sedang berada di negara yang saat ini matahari sudah naik dan terang benderang.

Kak Tammy Cantik, tertulis nama pengirimnya. Nama kontak itu ditulis sendiri oleh kakak perempuannya, Tamara Andala Mardani. Sosok kakak yang mewarisi sifat lemah lembut Mouly dan kecerdasan Baskoro. Dia adalah tempat Damar meluapkan segala rasanya. Sosok yang pertama kali menyapanya saat Damar pertama kali menginjakkan rumah megah ini.

Damar bergegas menuju kamar mandi, ia berencana bersepeda dengan road-bike crewnya. Meski masih terasa lelah, karena baru sampai rumah pukul 11 malam, ia terlanjur membuat janji.

"Dek, gimana? Km bisa bantu kasusnya Ila gak?"

Damar hanya membaca sekilas kalimat terakhir dari rangkaian Whatsapp Kak Tammy. Biarlah,, nanti ia akan membalasnya setelah semua urusan terang. Sejak kepulangannya dari Banjarmasin, hampir semua orang menanyakan pendapatnya tentang kasus ini.

🎀 ----------- 🎀

Damar sudah mengeluarkan Pinarello Dogma X-Disc hijau terbarunya, sepeda yang sudah dari 2 bulan lalu ia pesan dan modifikasi. Segala perlengkapan bersepedanya juga sudah ia kenakan. Namun sosok seseorang di halaman rumah membuatnya terkejut.

"Astaga Ayah, ngapain pagi-pagi buta disini?" seru Damar tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Nah akhirnya Ayah lihat muka kamu juga, sini Mas. Ayah mau lihatin sesuatu," Baskoro menarik tangan anaknya dengan segera. Membuat Damar terburu-buru menyandarkan sepedanya dengan perasaan tidak enak.

Kalau gak pamer, pasti mau pamer. Semenjak pensiun dan tidak lagi bergabung dengan partai secara aktif, Baskoro Mardani sibuk di rumah, mengoleksi barang-barang antik. Rongsokan, begitu Kak Tammy selalu menyebut barang-barang itu

"Vespa Kongo VGLB Tahun 1963, cakep gak?" seru Baskoro sambil nyengir bangga pada Damar, sambil memamerkan Vespa berwarna sand-beigenya. "Susah nih nyarinya, semua orang Ayah repotin. Vespanya mau Ayah pake buat angkut Mamah ke Pasar Santa, jajan kue apem. Romantiskan?"

Damar masih mengolah kata-kata untuk merespon Ayahnya, salah langkah bisa fatal.

"Wihhh, keren banget Yah! pasti mahal nih?" jawab Damar sambil menepuk-nepuk jok Vespa. "Nanti pas ke pasar, bisa kali divideo-in Yah? Mas mau lihat, Ayah pasti keren banget," ledek Damar yang perkataannya terasa licin kayak belut di lomba 17 Agustus.

"Benerrr nih? Okeee, nanti Ayah ajak Mamah ke pasar, sekalian ajak Pian biar dia bisa videoin. Ntar Ayah share ke kamu yah?" jawab Baskoro terlihat antusias. "Eh tapi jangan deh, Ayah share ke grup keluarga aja biar Tammy kesel. Hahahahaha!"

"Iyaa Yah, biar Kak Tammy liburan sambil ngomel-ngomel. Lagi liburan sempet-sempetnya, bawelin adek sendiri. Bantu balasin dong Yah?" pinta Damar tak mau kalah antusias.

"Kenapa dia? Kamu diminta bantuin kasusnya Kamila? Udah cuekin aja, Ayah gak setuju kamu bantu dia!" Tiba-tiba nada Baskoro berubah menjadi serius.

Tak ingin memperpanjang bahasan, Damar bergegas pamit menuju Senayan untuk bersepeda dengan teman-temannya.

🎀 ----------- 🎀

Sekitar pukul 6.30 pagi, Damar menyelesaikan kegiatan olahraganya, setelah bersepeda dengan rute Brawijaya - Urban Forest Cipete - Bundaran HI - GBK. Pagi ini ia hanya mampu menempuh jarak sekitar 20km, jauh dibawah rata-rata jarak tempuhnya. Tubuhnya masih belum terbiasa berolahraga intens sejak kembali dari Banjarmasin.

City of EchoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang