37. Memaafkan

1.2K 156 34
                                    

"Rivera, Sayang, pakai baju dulu!"

"Aku gak mau pakai baju itu, Ayah!"

"Tadi bilangnya mau pakai baju ungu?"

"Iya, tapi yang gambar kelinci."

"Ini kelinci."

"Itu kucing, Ayaaaaahhh!"

Stella mengembuskan napas panjang. Seperti yang sudah-sudah, setiap akhir minggu, keributan antara ayah dan anak itu akan menjadi alarm bangun tidur untuk Stella. Rivera yang tidak mau berhenti berenang, tidak mau mandi, atau tidak mau makan sayur, selalu ada saja hal baru yang menjadi alasan teriakan Andreas menggema ke setiap sudut rumah, sampai ke lantai dua.

 Rivera yang tidak mau berhenti berenang, tidak mau mandi, atau tidak mau makan sayur, selalu ada saja hal baru yang menjadi alasan teriakan Andreas menggema ke setiap sudut rumah, sampai ke lantai dua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengetahui kehamilannya, Stella pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari kantor. Ia fokus merawat dan mendidik sang putri di rumah. Setelah memiliki keberanian untuk menggendong tanpa diawasi, Andreas mengambil alih tugas Stella pada akhir minggu. Dia akan bangun lebih dulu untuk memberi makan, memandikan, dan mendandani Rivera. Namun, seiring berjalannya waktu, ketika Rivera sudah bisa menentukan keputusan sendiri, kegaduhan semacam ini sering terjadi.

Embusan napas panjang lolos dari bibir Stella ketika melihat pemandangan di bawah sana. Andreas dan Rivera sedang bermain kejar-kejaran, berputar mengelilingi sofa ruang keluarga. Rivera hanya mengenakan pakaian dalam. Andreas juga tampak berantakan dengan kaus yang basah sempurna. Kemampuan lelaki itu memang masih payah, selalu ikut basah tiap kali memandikan anaknya.

"Bundaaaa!" teriak Rivera ketika melihat sang bunda menginjakkan kaki di lantai dasar.

Stella sontak berlutut dan menyambut kedatangan putri kesayangannya itu. "Rivera udah mandi, ya? Wah, cantik sekali. Wangi lagi! Tapi, masa gak pakai baju, sih? Gak malu sama Mbok Darmi?"

Anak berusia 4 tahun itu refleks menoleh pada Mbok Darmi yang sibuk menata makanan di atas meja makan. Tanpa beban, Rivera pun menggeleng. "Aku gak mau pakai baju itu," cicitnya sembari menunjuk tangan sang ayah. "Aku mau yang ada gambar kelinci."

"Tadi bilangnya mau yang gambar kucing!" dengkus Andreas seraya menghentakkan kakinya ke lantai. Wajahnya ditekuk sempurna, napasnya sudah tak tertolong, sorot putus asa terpancar kuat dari kedua netranya.

"Jangan begitu, dong, Sayang. Apa gak kasihan sama Ayah, udah lari-lari kayak tadi supaya bisa bajuin kamu?" ungkap Stella sembari merapikan rambut Rivera yang sedikit basah. "Jadi, mau yang gambar kucing atau kelinci?"

"Kelinci."

"Oke, kelinci, ya. Pakai bajunya sama Ayah, Bunda siapin sarapan. Supaya kita bisa segera siap-siap. Kan, hari ini kita mau ketemu Oma Opa. Paham?"

"Siap, Bos!" sahut Rivera, sikap hormat. Anak itu rajin menonton gladi bersih pengibaran bendera di televisi.

Garis wajah Andreas melunak seketika. Dia menyempatkan diri untuk bersitatap dengan sang istri, mengucapkan terima kasih melalui mata. Sedangkan Stella gegas berbalik menuju meja makan. Perkara Rivera harus segera selesai supaya dirinya dan sang suami bisa bersiap-siap.

Pratigya [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang