~
.
.
.
.
"Aku capek, Ares!"
Di sudut taman sekolah yang sepi, suara pertengkaran menggema, memecah keheningan sore. Hanya ada mereka dan rasa sakit yang tak tertahankan. Gadis itu menggigit bibirnya, berusaha menahan amarah yang membara.
"Ini aku! stop banding bandingin aku sama dia!" teriak gadis itu, suaranya menggema di antara gedung-gedung sekolah.
"Aku udah muak sama semuanya!"
"Selalu aja, selalu dia! Kenapa harus selalu dia?” Setiap kali Damares menyebut nama itu, seolah dia menampar wajahnya bertubi tubi.
"Aku capek."
Suaranya menurun, menggabungkan kemarahan dan kesedihan. Pertahanannya sudah runtuh, air matanya mulai mengalir.
"Maaf... aku ga bermaksud bilang kaya gitu." Damares menatapnya dengan tatapan kosong, namun di dalam hatinya, gelombang rasa bersalah dan kesedihan saling bertubrukan.
"Ga sengaja? kamu masih tanpa sadar suka mikirin dia ya?"
"Hahaha miris!" Air mata gadis itu terus mendesak keluar, tetapi ia menahan diri. Setiap detik terasa menyakitkan, dan rasa sakit itu semakin menjadi ketika tahu bahwa Damares tidak mampu untuk bergerak maju bersamanya.
Damares ingin menjelaskan, ingin menghapus semua keraguan yang gadis-nya pikirkan, tetapi kata-kata itu seakan terperangkap di tenggorokannya. Lidahnya terasa keluh.
Beberapa detik gadis itu menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan air mata yang mengancam.
"Aku gabisa terus berjuang sendirian, Ares. Aku butuh kepastian, kalau kamu gabisa."
"Lepasin aku.." Ucapnya dengan suara bergetar, mata yang biasanya cerah kini redup. Gadis itu, baru saja mengucapkan kata-kata yang menghancurkan harapannya.
Di saat itu juga, Damares merasakan berat di dadanya, seolah seluruh dunia menghilang. Merasa seolah dunia di sekitarnya mendadak terhenti.
"Kalau mungkin itu yang terbaik buat kita." katanya pelan, nyaris tak terdengar. Ia berusaha mencari kata-kata yang tepat, tetapi semua yang keluar hanyalah ketidakberdayaan.
"Maaf."Gadis itu meresapi setiap kata yg keluar dari mulut Damares, merasakan setiap luka yang menganga. Dia tahu, rasa sakit ini tidak akan mudah sirna. Namun, di balik semua itu, dia juga merasakan secercah harapan.
"Oke kalau itu keputusan kamu, Ares." Ia menyetujui keputusan Damares walau dengan air mata yang sudah menetes tak tertahankan.
Dalam keheningan, mereka berdua tahu bahwa cinta yang tulus kini terancam oleh luka yang tak kunjung sembuh. Dan di antara mereka, harapan perlahan-lahan memudar, meninggalkan kesedihan yang tak terkatakan. Dalam pertempuran antara harapan dan ketakutan, cinta mereka terancam pupus sebelum sempat mekar.
Jejak yang hilang tidak akan pernah benar-benar menghilang, tetapi kita belajar bahwa setiap luka bisa menjadi pelajaran berharga. Dengan cara itu, dia menemukan harapan baru dalam setiap detak jantungnya, siap untuk menulis bab baru dalam hidupnya.
.
.
.
~
~
DAMARES SAGARA.
~
20 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BEST PART
Romance"pacaran sama kamu harus extra sabar yaa.. nemenin kamu move on dari mantan kamu contohnya" Kisah ini menggambarkan keindahan dan kesulitan cinta remaja, di mana harapan dan kesedihan saling berkelindan. Di sebuah kota kecil yang dipenuhi rahasia, d...