Lens #30 - Sad Princess

88 22 9
                                    

"Liv, dari mana kamu tahu soal itu?"

Barangkali aku lah yang paling menyesal setelah melontarkan pertanyaan itu karena detik berikutnya, Livi menangis dengan suara isakan hebat yang amat sulit kuhentikan. Aku lupa kapan terakhir kalinya Livi menangis tersedu-sedu seperti sekarang ini meski dulu gadis ini selalu saja kudapati menangis karena hal-hal sepele. Gaun kekecilan, kue favoritnya yang dia simpan di kulkas habis dimakan atau kucing kesayangannya nggak mau mendekatinya lagi. Saat itu Krisna lah yang sibuk menghibur demi menghentikan tangis gadis itu. Entah Livi, Alya, ataupun aku, pada akhirnya selalu bisa berhenti menangis karena Krisna. Atau dalam kasusku, Krisna adalah penyebab air mataku mengalir sekaligus berhenti. Ah bukan, aku nggak seharusnya berpikir begini. Yah intinya, aku hanya nggak menyangka, bola panas itu bergulir ke arahku sekarang dan aku bukan Krisna.

"I hate it... Gue udah emosi dan stres karena kelakukan tunangan gue yang masih suka main-main biarpun hubungan kami udah eksklusif. Gue tahu dia memang berengsek, tapi dia bilang akan berubah dan bahagiain gue dan dia selalu berhasil bikin gue luluh." Livi menangis dengan sangat menyedihkan. Kedua matanya merah dan basah. Ditambah Livi menangis di bahuku. Aku jelas tidak akan bisa protes sekalipun bajuku juga basah karena air matanya.

"Lo tahu senjata orang seperti Aksa akan selalu bisa melakukan kesalahan tanpa takut ditinggalin sama lo? Ya karena mereka pinter ngeyakinin orang yang naif kayak lo."

Livi menangis makin keras yang membuatku makin merasa bersalah. "Dulu gue selalu percaya kalau cewek-cewek itulah yang ngejar-ngejar Aksa karena Aksa selalu bilang begitu. Kalau cewek lain susah move on sama dia dan dia terpaksa berbuat baik supaya nggak nyakitin cewek itu. Gue jadi nggak bisa ngeliat kalau sebenarnya Aksa-lah yang bejat... Sampai itu kejadian ke lo." Dengan tersengal, Livi menahan air matanya yang justru membanjiri wajahnya lebih deras.

Aku terenyak. Apa itu artinya aku yang membuka mata Livi?

"Memangnya kenapa sama gue?"

Livi menyusutkan hidungnya dengan tisu cukup keras yang membuat hidungnya semakin merah.

"Karena gue tahu lo masih sayang sama abang gue. Gue tahu reaksi yang gue lihat dari lo yang ketemu lagi sama Bang Krisna setelah sekian lama. Lo salting, nggak fokus dan bingung. Setiap ada Bang Krisna, lo kesulitan konsentrasi dan entah gimana gue selalu nemu ekor mata lo selalu ngikutin ke mana Bang Krisna pergi. Dan gue hepi lihatnya karena sejak dulu gue selalu berharap Bang Krisna lebih milih lo ketimbang Alya. Gue emang bego buat nilai cowok, tapi gue nggak bego buat tahu kalau di hati lo cuma ada Bang Krisna. Karena itu, waktu gue cecar Aksa dan pertama kali gue nemu video yang dia unggah pas sama lo, gue nggak percaya waktu Aksa bilang kalau lo yang ngejar-ngejar dia."

Saat itu aku mengangguk, "Ahh... jadi dia pun ternyata bilang kayak gitu."

"Konyolnya, tadinya gue percaya sama omongan Aksa dan gue kesel sama lo. Karena untuk pertama kalinya gue ragu mau percaya siapa, gue jadinya nyari tahu ke sana kemari. Dan... orang pertama yang gue tanyain soal hal itu... Bang Krisna."

Meski terlihat tenang, yang sebenarnya jantungku amat berdetak kencang, menunggu apa yang terlontar dari bibir Livi.

"Tadinya Bang Krisna nggak mau bahas itu, takut dia bikin gue ngambek. Karena yang sebelum-sebelumnya pas gue dan Aksa masih pacaran, Bang Krisna udah berkali-kali ngebilangin gue kalau tipe cowok kayak Aksa cuma bisa bikin gue sakit hati. Pas gue bilang ke dia kalau gue bakal nikah sama Aksa, nggak keitung juga berapa kali Bang Krisna nyuruh gue buat mikir ulang sampai dia capek dan ngatain gue bebal. Begonya, gue justru balas kalau di antara orang yang boleh nasehatin gue, dia bukan salah satunya karena pas dia masih sama Alya pun, gue berkali-kali bilangin Bang Krisna buat mutusin Alya. Dan dulu gue juga ngatain dia bebal."

"Ahhh, jadi itu sebabnya dia berusaha nggak ikut campur dengan pernikahan kalian." Aku mengangguk-angguk, seolah misteri terpecahkan kenapa Krisna kelihatan tenang meski adiknya akan menikahi seorang pecundang.

"Bang Krisna sangat ikut campur, tapi gue udah ngomong hal yang jahat ke dia. Mungkin dia udah pasrah karena seperti dia, barangkali gue juga baru sadar kalau gue udah nikah dan melihat sendiri sosok asli Aksa. Yah, singkat cerita... Gue maki-maki lo di depan Bang Krisna dan itu bikin dia marah. Konyolnya, gue nggak nyangka saat itu juga gue kayak disodorin pil pahit depan dia."

Aku menatap Livi dengan sorot mata kebingungan. "Maksud lo apa?"

"Bang Krisna punya rekaman CCTV di hari gue minta tolong lo buat fitting baju bridesmaid sekalian fitting baju pengantin gue. Gue ninggalin lo malam itu dan nggak tahu apa yang terjadi. Sampai akhirnya Bang Krisna nyeritain apa yang terjadi sekalian nunjukin buktinya. Saat itu gue nggak lagi bisa percaya penilaian gue, Tra. Gue nangis sejadinya lihat Aksa berani lecehin lo. Bukan karena dia mata keranjang, tapi karena dia sama sekali nggak mikirin perasaan gue. Dia milih buat lecehin lo di tempat yang seharusnya sakral buat kami dan di momen yang penting buat gue. Gue udah nggak paham lagi gimana ceritanya gue jadi sebego itu sampai nggak curiga sama sekali soal lo dan Bang Krisna yang tiba-tiba pedekate dan pacaran. Rasanya gue jadi sedih dan kasihan sama lo."

Aku kehabisan kata-kata mencoba menelaah bagian mana dari diriku yang kelihatan menyedihkan di mata Livi, padahal bukan aku yang pernikahannya terancam batal.

"Memangnya gue semenyedihkan itu ya?" tanyaku.

"Memangnya enggak? Di saat gue berpikir akhirnya Bang Krisna sadar kalau lo perempuan yang lebih baik ketimbang Alya, ternyata yang katanya pedekate dan pacaran itu cuma pura-pura supaya Aksa menyerah gangguin lo. Gue bingung mesti gimana ngadepin lo, Tra. Gue marah, kesal, tapi cuma sekaligus kasihan sama lo. Jadinya gue nggak mau hari ini gue ketemu lo di lokasi pemotretan." Dengan isakan yang mulai surut, Livi menghapus sisa-sisa genangan air mata di kedua matanya.

Aku urung mendebatnya. Terkadang seseorang akan berhenti menangisi nasib sialnya jika mereka berpikir ada yang lebih sial ketimbang dirinya. Kalau itu memang bisa membuat Livi berhenti menangis, kupikir tidak masalah kalau dianggap lebih menyedihkan.

"Tapi, Tra.... gue nggak sanggup bayangin rasa malu yang gue terima kalau orang-orang tahu gue gagal nikah sama Aksa. Teman-teman Aksa udah ngatain gue gold digger dan cewek matre karena berani nikahin Aksa, sekarang gue tahu kalau calon suami gue cowok berengsek gila yang nggak bisa hargain perempuan. Gue udah banyak nerima semua hinaan itu, tapi ujung-ujungnya tetap aja gue gagal nikah sama anak konglomerat."

Suara tangis Livi kini makin menjadi-jadi. Saat itu akhirnya aku tahu mana yang lebih membuatnya sedih. Dikhianati lelaki atau gagal menikah dengan pria kaya raya. Rupanya yang terakhir itu lebih mengganggunya hingga tak henti-hentinya menangis. Sampai petang pun, tak ada tanda-tanda Livi mengakhiri kesedihannya. Setiap aku menghiburnya berharap memberi jeda, saat itu tatapan matanya kosong dan mulai menangis lagi. Kali ini menyalahkan dirinya sendiri karena mengabaikan saran dari orang-orang terdekatnya yang sudah banyak memberi tahu daftar kebusukan Aksa. Lalu ketika aku menjawab pertanyaannya soal apa yang terjadi saat aku bertemu Aksa pertama kalinya, Livi kembali terisak-isak dan memaki teman-teman Aksa yang berada di kelab malam itu dan mengetahui fakta tidak ada satu pun teman Aksa yang berinisiatif memberitahukan Livi tentang kelakukan sinting Aksa sekalipun Livi mengaku cukup dekat dengan mereka.

Aku mulai kehabisan akal dan berpikir bahwa yang bisa mengeluarkanku dari situasi canggung ini hanyalah Krisna. Dengan perhitungan aku pun menghubungi Krisna meski aku sedang tidak baik-baik saja untuk bicara santai dengannya mengingat apa yang pernah terjadi di antara kami yang membuat kami menjadi lebih canggung ketimbang sebelumnya. Tanpa sadar tanganku berkeringat saat mencoba meneleponnya dan jantungku terasa ingin loncat saat suara bariton miliknya terdengar di telingaku.

"K-Krisna? Ada hal penting yang mau bilang..."

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Through My LensTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang