𝙵𝚒𝚟𝚎 | 𝚃𝚑𝚎 𝙼𝚘𝚜𝚝 𝚅𝚊𝚕𝚞𝚊𝚋𝚕𝚎 𝙲𝚑𝚛𝚒𝚜𝚝𝚖𝚊𝚜 𝙶𝚒𝚏𝚝

1K 166 2
                                    

Akhir tahun akhirnya tiba. Raven segera mengemas barang-barangnya bersama Foxie yang tengah bermain di kasur dengan Cho. Gadis asia itu sudah mengemas barang-barangnya dan tinggal menunggu Raven. Evelyn sendiri sudah pulang lebih dulu, mereka ada sedikit urusan mendadak yang mengharuskan Evelyn untuk ikut. Dia juga berjanji akan rajin mengirim surat dan kado sekotak coklat untuk Raven walaupun dia yakin gadis itu akan membuangnya ke perapian.

"Raven, boleh aku mengajak Foxie ke luar untuk bermain?" Tanya Cho dengan rubah putih yang sudah ada di pelukannya.

"Tentu. Selamat bersenang-senang."

Kini hanya Raven sendiri dia kamar. Dia termenung saat sebelum menurunkan kopernya dari kasur. Jendela kamarnya tiba-tiba terbuka dengan sebuah surat yang melayang memutarinya. Dia menangkap surat tersebut dan membukanya.

Hello Raven. Maaf karena baru memberitahu hari ini tapi, ayah tidak akan pulang untuk natal tahun ini. Ayah menyesal tidak bisa bersamamu lagi saat natal. Ayah akan berusaha untuk bisa pulang untuk natal tahun depan. Don't be sad. You look ugly.

Your father, S.

"Lagi ya?" Gumam Raven sedih. Sudah tiga tahun Severus tidak pulang untuk natal karena Hogwarts. Padahal dia ingin menghabiskan waktu bersamanya di depan perapian atau sekedar mengobrol menunggu tengah malam. Mau bagaimana lagi, Raven hanya bisa menerima kenyataan bahwa dia tahun ini akan merayakan natal sendirian, lagi.

"Sial." Raven membuang dirinya di kasur dengan tubuh telungkup. "Sendirian di Spinner's end memang menyenangkan, tapi terlalu sendirian juga membuatnya terasa benar-benar sendiri."

Lalu tiba-tiba saja sebuah ide terlintas di benak Raven. Bagaimana jika dia tinggal di Hogwarts selama natal? Bukannya itu hal bagus, dia sering mendatangi ayahnya yang selalu saja mengurung dirinya di kantornya. Bodo amat dengan reaksinya nanti, Raven tidak mau tau.

Segera Raven bangkit dari tempat tidur dan berlari menuju kantor Severus yang terletak jauh di bawah tanah. Kaki kecilnya terhenti di depan pintu kayu usang dan langsung masuk.

"Berani sekali―" Severus segera terhenti saat melihat putrinya yang berdiri di depannya. "Ada apa?" Tanyanya datar dan kembali menulis.

"Aku tidak mau pulang." Ucap Raven lantang tanpa pikir panjang.

Gerakan tangan Severus terhenti mendengar perkataan yang keluar dari bibir kecil putrinya.

"Apa maksudmu? Ini natal. Para siswa di perbolehkan pulang untuk menikmati liburan natal."

"Jika yang kamu maksud liburan natal 'sendirian' di Spinner's end, aku tidak mau." Wajah Raven berubah murung dan segera menunduk menatap sepatunya sambil memainkan syal biru miliknya. "Dad sudah berjanji sebelum aku masuk ke Hogwarts."

"Raven." Panggil Severus yang meletakkan pena bulunya, berusaha memberikan pengertian sesabar mungkin. "Aku tidak punya waktu untuk pulang, sungguh. Maaf jika membuatmu kecewa."

Jawaban Severus tadi membuat Raven hanya bisa terdiam dan berbalik keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Severus yang menatap punggung kecil putrinya yang sudah menutup pintu.

"Astaga," gumamnya. Dia kini merasa sangat bersalah karena melewatkan natal bersama putrinya, lagi. "Apa yang harus ku lakukan?" Tambahnya dan menghela nafas pasrah.

Raven terduduk diam bersandar di tembok sambil memeluk kakinya dengan pemandangan hujan salju tepat di depannya. Rasa malas langsung mengrogotinya setelah berbicara dengan sang ayah. Padahal dia hanya berharap agar bisa kembali merayakan natal bersama. Karena walaupun hal itu terkesan sederhana, untuk pertama kalinya, Raven merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang