44. Indagis Bahutai (4)

300 29 2
                                        

Tahun-tahun pun kembali berlalu, sudah lama semenjak Chandra tinggal di sebelah rumah Luna.

Hari itu, Luna kembali melakukan rutinitasnya seperti biasa. Ia mencoba menetralisir energi di tubuh Milo. Sementara Chandra hanya duduk di kursi di belakang Luna.

"Luna, kira-kira kapan proses ini akan selesai?" Tanya Chandra.

"Mungkin secepatnya, toh tinggal sedikit lagi maka Milo akan segera sembuh," balas Luna.

Mendengar jawaban Luna, Chandra hanya diam. Dari tadi ia sibuk memandangi Luna, entah sejak kapan ia jadi tertarik pada gadis itu.

"Ngomong-ngomong setelah Milo pulih sepenuhnya, apa yang akan kamu lakukan?" Ucap Luna, membuyarkan lamunan Chandra.

"Soal itu, masih aku pikirkan!" Balas Chandra dengan singkat.

"Sudah lama kita saling mengenal, sekarang sifatmu pun jauh lebih baik ketimbang dulu saat pertama kali kita bertemu," ujar Luna.

"Benarkah? Apa sekarang kamu mulai tertarik padaku?" Goda Chandra, membuat Luna tampak salah tingkah.

"Ihh, apaan sih. Ada hal yang lebih penting buat kulakuin daripada ngeladenin kamu tau!" Balas Luna

Chandra hanya tertawa melihat reaksi Luna, sementara gadis itu hanya cemberut melihat respon dari Chandra.

"Hey Luna, kira-kira setelah Milo berhasil kamu netralkan dari energi gelap, apakah aku masih sekuat dulu?" Tanya Chandra dengan wajah serius.

"Seharusnya sih iya, atau mungkin bisa jadi lebih kuat karena sekarang kekuatan Milo bisa sepenuhnya kamu kendalikan!" Jelas Luna.

"Begitu ya, kalo begitu mungkin setelah ini aku akan mencari Ajag. Siluman itu harus segera kuhabisi dengan tanganku sendiri!" Tegas Chandra.

"Jadi kamu ingin membunuhnya, dan membiarkan aku ikut mati bersama mahluk itu?" Ucap Luna dengan wajah menelisik.

Chandra tersentak mendengar pernyataan Luna barusan, ia baru ingat bahwa Ajag telah memasukkan sebagian kekuatannya ke tubuh Luna. Dan sampai sekarang ia masih tidak tahu cara mengeluarkan kekuatan itu dari tubuh Luna.

"Soal itu, mungkin akan kupikirkan nanti!" Balas Chandra dengan nada pelan.

***

Sore harinya, Chandra sedang berdiri di sebuah bukit yang cukup tinggi. Di bukit itu ia bisa melihat pemandangan seluruh kota yang perlahan mulai diselimuti oleh cahaya senja.

Saat ini kepalanya sedang pusing memikirkan banyak hal. Di satu sisi ia ingin membunuh Ajag, tapi di sisi lain ia tidak ingin Luna mati begitu saja.

"Apa yang harus kulakukan ya?" Pikirnya.

Ia begitu terhanyut dengan lamunannya, hingga akhirnya Luna mengejutkannya dari belakang.

"Hey, ngapain kamu sendirian di sini? Lagi mikirin apaan sih?" Tanya Luna.

"Ah nggak kok, aku lagi gak mikirin hal apapun sekarang ini!" Chandra berusaha berbohong untuk menyembunyikan isi pikirannya.

Luna mencoba memperhatikan ekspresi dan gerak-gerik Chandra. Sorot matanya begitu jeli menyelidiki rahasia yang coba disembunyikan oleh pria di depannya sekarang.

"Kamu, berbohong ya!" Ucap Luna sembari menunjuk wajah Chandra.

"Eh, nggak kok, ngapain aku bohong!" Chandra berusaha mengelak dari tuduhan Luna.

"Aku sudah kenal kamu selama bertahun-tahun, jadi aku sudah tahu kebiasaanmu. Saat kamu jujur atau bohong, aku sudah bisa membedakannya!" Jelas Luna sembari tersenyum.

Merasa dirinya sudah tak mampu mengelak lagi, akhirnya dengan terpaksa Chandra mulai berkata jujur.

"Iya baiklah, aku memang lagi mikirin sesuatu nih!" Jelasnya.

Chandra lalu menjelaskan bahwa dirinya ingin memburu dan menghabisi Ajag. Tapi di sisi lain ia tidak ingin Luna ikut mati karena efek dari kekuatan Ajag.

"Oh soal itu, ternyata kamu perhatian juga ya padaku!" Goda Luna.

"Ya ya terserah padamu, lagian setelah kita saling mengenal cukup lama, mana mungkin aku membiarkanmu mati begitu saja!" Balas Chandra.

Mendengar balasan dari Chandra membuat Luna kembali tersenyum.

"Begitu ya, jadi kamu benar-benar khawatir padaku? Terima kasih ya, Chandra! Untuk pertama kalinya ada orang yang benar-benar perhatian padaku!" Ucap gadis itu sembari tertunduk.

"Begitu kah? Rasanya aneh melihat orang sebaik kamu tapi tidak dipedulikan oleh orang lain," heran Chandra.

"Yah mau bagaimana lagi, nyatanya semua orang memang punya jalan hidupnya masing-masing kan? Tentu saja mereka memilih memprioritaskan orang-orang terdekat ketimbang mempedulikan orang-orang sepertiku!" Balas Luna.

Chandra pun memandang Luna dengan tatapan sendu.

"Luna, jika tidak ada seorangpun yang peduli padamu, maka biarkan aku menjadi orang pertama dan satu-satunya yang akan tetap berada di sisimu. Aku akan menjaga dan menemanimu disepanjang hayatku. Tidak akan kubiarkan kamu menderita dan kesepian lagi, itulah janjiku padamu!" Tegas Chandra sembari memegang kedua pundak gadis di hadapannya.

Luna tampak tak kuasa menahan tangis, karena untuk pertama kalinya ada orang yang berani mengucapkan kalimat seindah itu padanya.

Hari itu, diiringi oleh cahaya senja. Chandra segera memeluk Luna sebagai tanda bahwa ia akan menjaga janjinya pada Luna.

***

Beberapa hari kemudian.

Seperti biasa, Luna kembali menetralisir kekuatan gelap yang berada di tubuh Milo. Hal itu juga diperhatikan oleh Chandra.

Milo, yang biasanya menunjukkan perilaku ganas, kini ia menunjukkan perilaku tenang, sama seperti keadaan saat ia belum berburu Indagis.

Kemudian, sebuah keajaiban pun terjadi. Bulu di tubuh Milo yang berwarna hitam, kini sebagian mulai memutih kembali. Sorot mata merahnya juga telah kembali menjadi warna abu-abu, meskipun bola matanya masih tetap berwarna hitam.

"Wah lihat, penampilan Milo berubah. Apa kita berhasil?" Tanya Chandra.

"Harusnya sih iya, aku tidak lagi merasakan energi gelap di tubuhnya. Tapi aku tidak menyangka penampilan Milo akan berubah jadi kayak gini!" Heran Luna.

Milo hanya menggonggong kecil sebagai tanda ucapan terima kasih pada Luna. Ia pun segera menempelkan tubuhnya pada kaki gadis itu.

"Nah, sekarang Milo telah menjadi seekor anjing yang lucu!" Seru gadis itu sembari tersenyum.

"Baguslah, sekarang tinggal mikirin cara gimana cara ngalahin Ajag tanpa bikin kamu ikut mati!" Ujar Chandra.

"Kalo soal itu, aku sudah punya rencana kok!" Ucap gadis itu, membuat Chandra jadi penasaran.

"Kira-kira apa rencana gadis ini?" Pikirnya.

Indagis 1: Jawa ArcTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang