31. FAKTA

151 20 1
                                    

"Mengapa yang realistis selalu menyakitkan?"

HAPPY READING

Adara dan Gibran melangkah menjauh dari Rahsya dan Kirana, menyusuri tepi pantai yang sepi. Hanya deburan ombak yang menemani keheningan di antara mereka. Sesekali, Adara melirik ke arah Gibran dengan tatapan penuh kebingungan, sementara Gibran berkutat mencari kata-kata yang tepat untuk memulai. Udara di antara mereka terasa tegang, dan setiap langkah seolah menambah beban di dada Gibran.

Saat mereka sudah cukup jauh dari Rahsya, Adara berbalik dan menatap Gibran lekat-lekat. "Sekarang bicara. Apa yang mau lo sampaikan?"

Gibran membuka mulutnya, tapi kata-katanya tak kunjung keluar. Jantungnya berdegup kencang, tenggelam dalam rasa gugup. Semua yang ingin ia katakan tiba-tiba berputar acak di kepalanya, membuatnya sulit menemukan kata pertama.

"Gua... gua cuma ingin jelasin..."

Adara mengerutkan dahi, pandangannya penuh kecurigaan. "Jelasin apa?" desaknya, suaranya mulai terdengar jengah.

"Gua mau jelasin soal yang Kirana bilang ke lo. Soal... soal gua punya cewek lain." Gibran akhirnya berhasil memaksa kata-katanya keluar, tapi detik setelahnya Adara hanya memelototinya dengan tajam. Menunggu.

"Terus?" Adara menyela, nadanya ketus. "Apa yang mau lo jelasin? Bukannya lo udah punya kesempatan kemarin buat bilang? Tapi lo malah bentak gua!"

"Dara, gua cuma-" Gibran berusaha memotong, tapi suaranya kembali terhenti. Ia menelan ludah, berusaha mencari cara untuk merangkai kalimatnya dengan benar. "Gua enggak tahu harus mulai dari mana. Gua..."

"Gibran!" Adara mendengus, matanya kini berkilat marah. "Serius? Lo bawa gua cuma buat diem kayak gini? Dari kemarin gua udah kasih lo waktu buat ngomong, tapi lo malah bentak gua. Lo cuma bikin gua makin bingung!"

Gibran menggigit bibirnya, frustasi pada dirinya sendiri. "Gua... gua enggak selingkuh, Dara. Itu semua cuma salah paham. Gua enggak punya cewek lain"

"Lalu kenapa lo enggak bilang dari awal?!" potong Adara, suaranya pecah. "Kenapa lo harus nunggu gua nyari lo dulu, kenapa lo harus bikin gua ngerasa kayak orang bodoh?!"

"Karena... karena gua takut lo enggak percaya sama gua," Gibran menjawab, suaranya lebih lemah dari yang ia inginkan. "Gua takut kalau gua bilang sekarang, semuanya bakal rusak."

"Rusak?" Adara tertawa pendek, penuh sarkasme. "Lo pikir semuanya masih baik-baik aja sekarang, hah? Kirana datang ke gua, cerita soal cewek lain yang katanya dekat sama lo, dan lo bahkan enggak ngelakuin apa-apa buat klarifikasi. Apa yang harus gua pikirin, Gibran?"

"Gua...gua salah, gua tahu gua salah!" Gibran memotong, nadanya kini memohon. "Tapi gua cuma mau lo tahu, gua enggak pernah nyakitin lo. Enggak pernah ada cewek lain, Dara. Kirana cuma salah paham. Cewek yang dia lihat itu teman gua. Gua enggak cerita karena gua pikir ini enggak penting, dan gua..."

"Enggak penting?" Adara menyela lagi, nadanya kini naik satu oktaf. "Lo tahu gimana gua merasa waktu Kirana bilang begitu? Lo ngerti gimana gua nahan buat enggak marah, buat tetap nunggu lo ngomong? Gua cuma pengen kejujuran, Gibran. Tapi lo malah diam, kayak enggak peduli sama perasaan gua!"

"Bukan kayak gitu, Dara. Gua peduli! Gua cuma... gua cuma butuh waktu buat mikir!" Gibran nyaris berteriak, rasa frustrasi meledak di dadanya. "Gua enggak tahu gimana harus jelasin. Gua enggak mau lo salah paham lagi. Gua takut salah ngomong dan..."

Perantara GidaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang