1 - JARAK

9 2 0
                                    

Chapter 1
- JARAK -

"Stasiun berikutnya Tugu..."

Ran bergegas merapikan charger dan memasukkannya kembali ke dalam ransel. Ia melirik koper di bagasi atas kereta, kemudian menatap penumpang di sebelahnya. Kesulitan Ran bertambah karena "sleeping beauty"—sebutannya untuk laki-laki yang tertidur di sampingnya—masih terlelap dengan tenangnya.

"Permisi" ucap Ran pelan, berusaha melewati kaki panjang laki-laki itu tanpa mengganggu tidurnya.

Dengan tangan kecilnya, Ran berusaha menarik koper yang sudah mulai membuatnya meragukan keputusan. Apa gue ngga sengaja memasukkan bom ke dalam koper ini ya? Tubuh mungilnya kini harus berjuang melawan koper berukuran 28 inch. Sesal kembali menyentuh akalnya; seharusnya ia memilih koper kecil berukuran 18 inch yang ada di rumahnya.

"Bismillah... Bismillah..." bisiknya dalam hati, mengumpulkan keberanian sebelum menarik koper itu lebih keras.

Brakkk... Koper itu terlepas dari genggamannya, jatuh dengan suara keras, mengguncang kereta dan mengundang perhatian penumpang lainnya.

"Aduh, astagfirullah." Ran meringis pelan ketika laki-laki itu terbangun, menatapnya dengan mata masih setengah tertutup, sementara koper milik Ran sudah menimpa hampir seluruh badannya. "Mbak?"

"Eh? Anu, kang… eh, bang." Otaknya berpikir keras, berusaha mengingat apa yang seharusnya ia katakan.

Apa ya panggilannya? Ah! Iya!

"Anu, Mas, maaf ya, saya nggak sengaja." Ran tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya dengan senyuman canggung.

Di mata dia pasti senyum gue terlihat seperti senyum karir, kayak orang mau nyaleg, batin Ran.

"Ngga apa-apa, Mbak. Sini, saya bantu." Dalam sekejap, laki-laki itu sudah mengangkat koper Ran dan meletakkannya di bawah dengan mudah.

"Makasih, Mas," ucap Ran, merasa sedikit lega.

"Iya" jawabnya dingin, tanpa ekspresi.

Ran merasa tidak enak, apalagi ia adalah tipe orang yang tidak suka merepotkan orang lain. Tapi, sudahlah. Lagipula, mereka tidak akan pernah bertemu lagi.

Yogyakarta. Keramaian terasa begitu hidup saat Ran menyusuri Stasiun Tugu. Tentu saja, Jogja adalah kota yang menjadi tujuan banyak wisatawan. Tak sedikit dari mereka ingin menghabiskan waktu atau menyempatkan diri mengunjungi kota yang dikenal sebagai kota pelajar ini.

Setiap sudut di Jogja memang indah, itu pasti.

"RANNNNNN!!!!!" Suara melengking Mila mengalihkan perhatian Ran dari ponselnya. "OMG, BABY, I MISS YOU SO MUCH!"

Ran hanya bisa pasrah ketika Mila langsung memeluknya erat. Sahabatnya memang begitu, selalu merespons segala sesuatu dengan reaksi yang berlebihan.

"Jadi, lo liburan sebulan di Jogja?" tanya Disa, yang berdiri di samping Mila.

"InsyaAllah kalo bunda ngga marah"

"Pantang pulang sebelum dapet gandengan!" Mila menaik-turunkan alisnya dengan senyuman jahil. "Biar lo lupa sama buntelan kentut si Sean itu!"

"Pokoknya, jelajahi tuntas Jogja sampai ke akar-akarnya! Kita cari cowok yang sesuai tipe lo. Oke?"

Ran hanya melongok melihat dua sahabatnya yang semangat mencarikan pengganti. "Percuma deh," gumamnya sambil berlalu menuju parkiran.

Entahlah, Ran tidak berniat terburu-buru mencari orang baru, apalagi ia baru putus dua bulan yang lalu. Yang diinginkannya kini adalah melarikan diri dari Bandung, kota yang selama ini ia impikan untuk melanjutkan pendidikan. Harapannya hanya satu: melupakan semua tentang Sean, karena setiap sudut kota itu dipenuhi kenangan bersama Sean.

"Bahkan setiap helaan napas di kota ini bisa menjadi kenangan, Ran."

Ran menggelengkan kepala, prihatin pada dirinya sendiri. Kenangan itu tiba-tiba muncul, mengingatkan pada perkataan Sean saat itu. Tidak. Ayo move on. Tidak seharusnya ia terus terjebak dalam masa lalu.

"Ran!” Mila memanggilnya, menarik perhatian Ran yang sudah menatapnya curiga. "Mau gue kenalin sama temen gue ngga?"

"Kata gue, lo stop deh, Mil!"

"Ngga semua teman-teman yang gue ceritakan buaya itu beneran buaya kok!"

"Ngga"

"Kenapa?"

"Temen-temen lo berondong semua."

"Emang kenapa sama berondong?" Mila tetap bersikeras menjodohkan Ran dengan teman-temannya. Memang mayoritas dari mereka adalah berondong, karena Mila baru saja gap year satu tahun.

"Mil, please…" Ran memohon dengan penekanan. "Perasaan orang lain bukan untuk dicoba-coba."

"Siapa tahu cocok," balas Mila, mengabaikan keengganan Ran.

"Yaudah, jodohin sama gue aja deh, Mil!" celetuk Disa, tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan dan tetap fokus menyetir.

"Males! Kalo lo sih jangan ditanya," Mila menjawab dengan nada bersemangat. "Bu.a.ya be.ti.na!"

"Yeu, kampret lo!" Disa menyahut sambil tertawa.

Ran tidak menghiraukan perdebatan kedua temannya. Melalui kaca jendela, ia memperhatikan setiap bangunan di kota cantik ini. Disa tampaknya sengaja melewati Tugu Yogyakarta dan Jalan Malioboro, sedikit usaha untuk menghibur Ran yang masih terlihat sendu.

Setelah beberapa saat, Ran memejamkan mata. Rasa lelahnya perlahan menghilang, digantikan oleh kantuk yang menghampirinya, dan tak lama kemudian, ia tertidur pulas di dalam mobil.

TBC

JARAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang