Chapter 2
‐ JARAK‐"Enak nya jalan-jalan ke Malioboro nih"
Disa berdecak malas dengan wajah masam nya yang tertuju untuk Mila "dasar si paling Malioboro"
"Eh, lo ngaca! Setiap hari yang malmingan ke Malioboro kan lo sama Raffi Ahmad alias si Ruslan!"
"Cuma lewat doang, njir."
"Sama aja, lewat atau ngga, intinya tetep aja ke Malioboro."
Mila memarkir mobilnya di Stasiun Tugu, yang letaknya cukup dekat dengan Malioboro. Dari sana, hanya butuh sekitar 13 menit berjalan kaki untuk mencapai kawasan ikonik tersebut. Pada akhir pekan seperti ini, Jalan Malioboro biasanya khusus untuk pejalan kaki, kecuali pada jam-jam tertentu ketika kendaraan diperbolehkan melintas kembali.
Ketiganya berjalan perlahan menyusuri Jalan Malioboro, yang saat itu dipadati oleh para wisatawan lokal maupun turis mancanegara. Hiruk-pikuk jalan ikonik ini dipenuhi dengan suara riuh rendah orang bercakap-cakap, pedagang yang menawarkan dagangannya, dan sesekali bunyi alat musik jalanan menambah semarak suasana. Setelah berkeliling cukup lama, mereka memutuskan untuk singgah di minimarket. Ketiga nya menemukan deretan kursi besi hitam yang berjajar rapi di tepi trotoar. Menikmati makanan dan memandang lalu-lalang orang yang tak henti-hentinya melewati jalan penuh cerita ini.
Tak jauh dari tempat mereka duduk, sekelompok orang mulai berkerumun, membentuk lingkaran dengan ponsel yang siap merekam momen berharga. Ran memperhatikan keramaian itu, dan dari percakapan orang-orang yang lewat di depannya, ia mendengar bahwa mereka adalah musisi jalanan yang cukup terkenal di Jogja.
"Teman-teman yang mau menyumbangkan suara emasnya, bisa ikut nyanyi bareng di sini ya," seru sang vokalis band dengan semangat, mengajak kerumunan yang semakin ramai.
Disa menyikut pelan lengan Ran sambil tersenyum jahil. "Mau nyumbang lagu, ngga, Ran?"
"Ngga, ah." jawab Ran cepat sambil menggeleng. "Suara gue terlalu merdu. Merusak dunia."
"Gapapa, paling gendang telinga orang-orang cuma pecah dikit."
"Sialan lo!"
"Yuk kita kesana!" kata Mila sambil menyeret mereka ke tengah-tengah kerumunan yang mulai memadati area. Beberapa orang terlihat menoleh kesal ketika mereka menyeruak masuk, tentu saja, siapa yang nggak bakal kesal kalau diserobot begitu saja.
Lagu pertama yang dimainkan adalah Penjaga Hati dari Nadhif Basalamah. Penonton semakin ramai berkumpul, alunan musik mulai menarik perhatian semua orang, seperti ada magnet tak kasatmata yang membuat kerumunan makin padat.
"Lagu berikutnya, Sial!" seru vokalis itu lagi "buat yang tahu lagunya, yuk, kita nyanyi bareng!"
Mila langsung menepuk pundak Ran dengan semangat. "Eh, ini kan Juicy Luicy, favorit lo! Ayo, nyanyi bareng!"
Ran menggeleng cepat. "Ngga mau! Gue malu."
"Ah, ngga perlu malu. Kan nggak bakal ketemu lagi sama mereka semua!"
"Ngga, pokoknya."
Tanpa peringatan, Mila melambaikan tangan ke arah vokalis. "Mas! Mas!" teriaknya, menunjuk ke arah Ran dengan semangat.
Vokalis itu menoleh, tersenyum lebar, dan mengangguk. "Ini temen saya mau nyanyi bareng!" seru Mila tanpa dosa.
Ran terbelalak, shock. "Eh?!" Dia buru-buru melambaikan tangan tanda menolak. "Ngga, mas! Dia cuma asal nunjuk aja!"
Sang vokalis, Hilmy, mulai berjalan mendekat. "Ayo, Kak," katanya, dengan senyum yang ramah, mengulurkan tangannya.
Ran hanya bisa tersenyum kaku, berusaha menolak halus. Tapi hari ini, keberuntungan tampaknya tidak berpihak padanya. Disa dan Mila, kompak seperti dua konspirator mendorong Ran ke depan, langsung ke tengah-tengah keramaian. Menjadi sorotan utama adalah mimpi buruk bagi Ran-selain itu, kedua temannya ini jelas tidak bisa diandalkan dan tidak peka terhadap penderitaannya.
Mampus deh gue! batin Ran dalam hati, berharap entah bagaimana keluhannya itu bisa terdengar oleh semesta.
"Namanya siapa, Kak?" tanya Hilmy, mencoba membuat suasana lebih santai.
"Rania" jawab Ran, hampir tanpa suara.
"Hallo, Kak Rania." Hilmy menyodorkan tangan, matanya bersinar hangat. "Nama saya Hilmy."
Ran, dengan enggan tapi sopan, menjabat tangan Hilmy. "Hallo, salam kenal."
"Di Jogja lagi kuliah, kerja, liburan, atau apa, Kak?"
"Liburan," jawab Ran singkat, ingin segera mengakhiri interogasi kecil ini.
"Sama temennya yang tadi aja? Nggak sama pacar?"
"Ngga."
"Tapi punya pacar?"
"BARU PUTUS!!!" teriak Disa dari tengah kerumunan, suaranya menembus riuhnya suasana. Ran menahan napas, wajahnya memanas. Hilmy tertawa kecil, dan sorakan dari penonton membahana, menggema di sekeliling mereka.
Sial. Rasa malu Ran langsung bertambah sepuluh kali lipat.
"Berarti lagu ini cocok banget buat mantannya, ya, Kak?" kata Hilmy, menggoda dengan senyum lebar. "Sialan. Pas banget sama situasi Kakaknya sekarang."
Ran hanya tersenyum getir. Entah kenapa, rasanya ia ingin lenyap dari bumi seketika.
"Udah siap, Kak?" tanya Hilmy, sementara Ran hanya mengangguk lemah. "Oke, musik!"
Intro lagu mulai bergema, mengisi udara dengan suasana yang lebih intens. Ran melirik ke arah teman-temannya, dan tentu saja, mereka sudah siap dengan ponsel di tangan. Siap merekam momen memalukan ini. Dengan tatapan penuh ancaman, Ran mengirim isyarat mata, 'Awas aja lo berdua, ya!'. Tapi bukannya merasa bersalah, Disa dan Mila malah menjulurkan lidah, mengejek dengan tawa jahil.
"Dari seribu jalan di dunia... mengapa... berpapasan bertemu dia," Hilmy mulai bernyanyi, suaranya mengikuti alunan lagu.
Ketika mic Hilmy diarahkan kepadanya, Ran sadar sudah tak ada jalan keluar. Terlanjur basah, ya sudah sekalian nyebur.
Dengan detak jantung yang berdebar, Ran melanjutkan, "inginnya lari pergi tanpa kata.. menyapa... sudut mata hafal rupanya"
Hilmy tersenyum, terkesan. "Waw, bagus banget, Kak," pujinya, masih membiarkan mic di tangan Ran. "Sikat semuanya deh."
"Lupa bahwa lupakannya tak mudah tapi itu senyuman yang ku suka.."
Ran kini terjebak dalam momen yang tak terelakkan, suara penonton dan teman-temannya berbaur dengan musik, tapi kali ini, dia tak lagi peduli. Mungkin, sesekali menjadi pusat perhatian tak seburuk yang ia bayangkan.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
JARAK
RomanceHubungan jarak jauh (LDR) seringkali menjadi mimpi buruk bagi banyak orang, terutama saat harus menghadapi perpisahan karena alasan-alasan klise yang tak terhindarkan. Namun, bagi Nuvo Bilqi Razka dan Rania Asela, pertemuan mereka dalam situasi tak...