6. Enam

1K 158 25
                                    

Juna terus tersenyum kala memandang ponselnya. Dari tadi jemarinya hanya mengelus foto yang dikirimkan oleh Sasha. Calon istrinya tersebut mengirim foto sebagai bukti bahwa dia sedang dalam perjalanan. Lalu cemberut karena menghadapi kemacetan ibukota. Juna sudah memberikan uang kepada Sasha untuk memperbaiki taraf hidupnya. Namun wanita itu dengan tegas menolak. Katanya, ia hanya akan dibayar setelah menikah.

"Ngeliat apa? Sampe segitunya fokus. Cowok lo ngirimin foto telanjang? Pamer kon—"

"BERISIK!" Pekik Juna, mencegah si kampret berkata tak senonoh.

"Santai aja, Bro. Sensi banget, perawan lo?"

Juna mengabaikan Tama, mereka adalah kerabat. Ibu Tama adik dari sang ayah. Tama pula satu-satunya orang yang tahu semua kelakuan baik dan buruknya Juna. Iya, Tama juga tahu bahwa Juna berpacaran dengan sesama jenis. Awalnya ia begitu jijik, namun Juna bersikeras bahwa Tama tak menarik di depan matanya. Hingga akhirnya Tama tahu bahwa Juna itu tolol. Juna hanyalah pria pemilik burung loyo yang bodoh dan ditipu banci kaleng. Tama juga tahu bahwa pernikahan ini adalah akal-akalan dari Bagus. Sudahlah, umur saja tua. Tapi kepala kosong. Beruntung, wanita yang dinikahi Juna bukanlah teman dari Bagus.

"Lo punya koleksi video porno, nggak?" Tanya Juna dengan tiba-tiba.

"Jangan ngerokok di butik orang!" Tegur Juna setelahnya.

Tama mendengus, menaruh kembali rokok miliknya. Lalu menatap Juna dengan tatapan heran. Tumben menanyakan video porno. Padahal mereka berdua pernah membayar pelacur untuk bertelanjang di depan mata. Tapi milik Juna tak pernah bangun dari tidur panjangnya.

"Koleksi apaan? Kalo cowok, gue nggak punya. Keburu mual, jangan nularin HIV ke gue."

Juna berdecak keras. "Cewek! Ngapain gue nyari video porno cowok? Gue juga jijik."

"Nggak usah banyak gaya. Kon—maksud gue, pistol lo nggak bisa nembak. Mau liat seribu bokep juga nggak bakal bangun, yang ada juling mata lo."

"Lo juga sama aja, Anjing. Mau nonton porno sebulan juga nggak bangun!"

Tama berdecak sebal. Kalah telak, setelah terserang fakta. Memang keduanya ini saling beriringan. Mereka bandel tanpa diketahui orang tua. Pun sama-sama menderita sebab tidak mendapati pusaka mereka berdiri. Bedanya, Juna tersesat dan terjebak di dunia perbelokan. Sementara Tama masih sabar menunggu dewinya datang.

"Lagian kenapa lo minta kalau udah tau nggak bisa ereksi? Rugi itu namanya, sama dengan nonton film. Nggak berkesan."

"G-gue bisa ereksi! Punya gue udah bisa bangun sekarang."

"HAH?"

Saking terkejutnya, Tama sampai berdiri—tubuhnya bukan yang lain.

"Jangan bercanda sama gue! Juna, Bangsat!"

"Gue nggak bohong! Punya gue berdiri, ngaceng pas ngeliat Sasha! Gue juga bisa ngocok akhirnya."

Tama menyugar rambut. Tidak, mana mungkin ... milik Juna sudah bangun tidur. Sementara ia masih menderita dengan adiknya yang koma. Seharusnya sebagai saudara, Juna harus setia kawan. Masa Juna bangun duluan dan meninggalkannya?

Kedua pria itu berhenti berdebat setelah mendengar suara tirai terangkat. Tidak bohong, kedua pria itu menganga melihat dua perempuan yang sudah memakai gaun. Sampai liur mereka menetes, kalau bisa dikatakan.

Juna menatap penuh nafsu. Di depannya sudah ada Sasha yang memakai gaun tanpa lengan, berikut dengan punggung yang dibiarkan telanjang. Ya ampun, ingatkan Juna untuk merobek gaun tersebut.

Sementara Tama menatap Jeni yang mengenakan gaun dengan tali spaghetti. Keduanya didapuk menjadi pengiring pengantin. Tapi Tama tak pernah menyangka bahwa sahabat Sasha ini begitu menggoda. Seperti kucing garong yang siap menerkam Tama.

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang