Derit pintu kamar berbunyi, memperlihatkan ornamen ornamen klasik yang memenuhi dinding sederhana milik kediaman keluarga Aldiva. Ruangan itu adalah tempat pribadinya, tempat sebagian besar lambang kebahagiaan nya berada.
Ornamen-ornamen itu berbentuk figura foto kebersamaan, bingkai sertifikat piagam, gantungan medali dan rak-rak gantung yang dipenuhi puluhan piala serta kenangan-kenangan manis lain yang terpajang rapi disana.
Al yang menggenggam gagang pintu itu, mengamati tiap ornamen disana dengan senyum getir, seolah ornamen itu tak lagi berarti. Ornamen yang dulu bisa membeli senyum, kebahagiaan dan bangganya pada diri sendiri.
Tapi kini, ornamen itu hanyalah lambang kehampaan dan lara saat dipandang. Hanya sebuah penyakit untuknya karna mengingat kebersamaan yang tak lagi tara.
Ia mulai melangkah masuk, langkah kakinya terasa begitu berat hingga sesekali terhuyung kedepan dan sesak di dadanya semakin kuat saat ia menggenggam figura foto yang ada di atas meja.
Figura foto itu ditatapnya seksama kedua orang yang berada di dalam foto itu, hingga tanpa sadar Al tersenyum pedih dan liquid bening mulai jatuh dari pelupuk matanya.
"Apa kalian ngga bisa hidup lebih lama?" tanya nya pada bingkai itu. Diam-diam berharap bahwa mereka akan kembali meski mustahil untuk terwujud.
Dibenaknya kini tidak hanya tidak ada kebahagiaan, tetapi juga tak ada lagi orang yang merengkuhnya penuh hangat dan menyayangi nya sepenuh hati. Semua itu sirna dan yang ada sekarang hanyalah caci makian dari sang bibi yang terus menyalahkan semua hal padanya.
Al mengaku, ia memang membuat kesalahan dulu. Tapi bukankah itu juga salah putranya sendiri yang mengajari dirinya hal yang tidak-tidak ? Juga salah pamannya yang bersedia membiayai sekolah menengahnya karna ayahnya tak lagi punya uang?.
Apapun itu, ini juga murni salahnya karna menuruti semua kata-kata yang diperintahkan oleh Vryan, anak kedua dari bibi nya. Ialah penyebab utama pikiran Al teralih menjadi nakal, pembuat onar dan membuat ekonomi orang tuanya melarat drastis.
Namun, didepan keluarga besar itu Vryan nampak polos. Kenakalannya tertata rapi sampai orang tuanya sendiri tidak menyadari. Berbeda dengan Al, ia harus menerima semua akibatnya, menanggung biaya puluhan juta untuknya tetap bersekolah di SMP Vienct of future.
Siswa yang paling memiliki banyak blacklist, merusak fasilitas sekolah, membuat orang celaka dan tentunya membolos adalah aksinya tiap hari. Vryan yang satu sekolah hanya melihatnya sinis sekaligus miris karna Al begitu penurut.
Hanya ada satu kalimat di benak Vryan saat melihat Al melakukan perintahnya.
"Anak anjingku yang pintar", monolognya pada diri sendiri sambil menyeringai.Al menghela nafas berat, membenamkan kepalanya diantara lipatan tangan dengan frustasi. Berusaha menenangkan dirinya dari kesedihan dan masalah-masalah buruk yang telah berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Azher : adelfóktonos (Slow Up)
FantasyProject collab 1 @ran-mxlyss sebagai Al & El Gw sebagai Jo & Ash ○●●●○●●●○●●●○●●●○●●●○ Kesedihan dan putus asa membuat Al memilih untuk mengakhiri hidupnya. ○●●●○ Rasa bersalah yang menghantui membuat Jordan tidak fokus berkendara dan berakhir denga...