Hari berganti dengan cepat. Hogwarts semakin tidak aman karena banyaknya siswa Muggle yang terus membeku tanpa sebab. Hermione bahkan sudah menjadi korban. Mengetahui hal itu, masing-masing kepala asrama memberikan pemberitahuan kepada setiap siswa asramanya.
Setelah mendengar pengumuman dari Profesor Flitwick, Cho dan Evelyn menatap khawatir Raven yang menatap keduanya dengan heran secara bergantian.
"Stop staring at me."
"Kami khawatir kamu juga membeku seperti yang lainnya!" Evelyn berujar penuh kekhawatiran. "Kami tidak bisa membiarkanmu keluar sendiri lagi!"
"Memangnya aku sering keluar?" Tanya Raven jengah. "Tidur di common room lebih menyenangkan."
"Tapi tetap saja, Raven. Hogwarts semakin tidak aman." Cho angkat suara. "Jika ini terus berlanjut, kita tidak akan bisa bersekolah lagi disini."
"Jangan terlalu panik." Sahut Raven kelewat santai membuat keduanya temannya itu menatapnya ngeri.
"Kadang terlalu santai juga tidak bagus, Raven." Komentar Cho.
"Sudah-sudah. Aku mau keluar dulu." Katanya namun dicegah oleh Evelyn dan dicekal oleh Cho. "Um.. Guys, can you let me go? Aku hanya ingin menjenguk Hermione. Hanya menjenguknya kok. Setelah itu aku kembali." Katanya meyakinkan.
Dilihat-lihat, Evelyn dan Cho benar-benar strict padanya, persis seperti ayahnya itu. Kadang dia senang tapi juga kesal di saat bersamaan karena merasa tidak bebas dan terlalu diperhatikan.
"Aku kembali okay?" Raven dengan mudah melepaskan diri dan langsung berlari keluar dari kamar mengabaikan panggilan Evelyn dan juga Cho yang memanggilnya.
Raven akhirnya sampai di Hospital Wings. Dia menghampiri ranjang dimana Hermione berbaring membeku. Tidak terlalu banyak Muggle yang bersekolah di Hogwarts, penyihir yang paling banyak adalah Halfblood dan Pureblood.
"Semoga saja tanaman Mandrake profesor Sprout bisa di olah dengan cepat." Gumam Raven dan tersenyum tipis. "Tenang saja Hermione, kedua sahabatmu akan menyelesaikan masalah ini."
Raven melamun sejenak, memikirkan beberapa hal di kepalanya.
"Loh, Raven?"
Suara Harry menariknya dari alam bawah sadar. Kedua anak itu menghampiri Raven yang berdiri diam di sebelah Hermione.
"Senang kamu masih baik-baik saja." Kata Harry lega. Dia sedih melihat sahabatnya yang terbaring membeku di ranjang rumah sakit. "Aku berharap Hermione disini dan membantu kami."
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Tanya Raven basa-basi walaupun tau apa yang dilakukan kedua anak itu.
"Mencari siapa pelaku yang sudah melakukan semua ini." Balas Harry. "Kami mencari tahu tentang fenomena ini tapi tidak ada yang kami dapatkan."
Raven diam-diam melirik Harry dan tangan Hermione.
"Kadang pelaku yang kamu cari bukanlah manusia." Celetuk Raven membuat Ron menatapnya. "Dan mungkin saja, Hermione tau hal itu cuma dia tidak sempat memberi tau kalian." Raven mengelus sebentar tangan Hermione dan pamit pada keduanya.
Harry dan Ron terdiam sejenak, mereka berdua kembali menatap sedih Hermione dengan Harry yang mengelus tangan Hermione pelan. Wajahnya nampak berkerut saat menyadari ada sesuatu di tangan Hermione. Segera Harry menarik sebuah kertas dan langsung membukanya. Wajahnya nampak menyadari sesuatu, semua puzzle di kepalanya perlahan menyatu membuat Harry akhirnya paham. Ia segera mengajak Ron keluar dari Hospital Wings.
"Basilisk." Ron menatap Harry dengan wajah kaget. "Monster yang ada di Chamber of Secret adalah Basilisk, seekor ular."
"'Kadang pelaku yang kau cari bukanlah manusia' kamu ingat ucapan Raven tadi?" Kata Ron yang sudah mengerti. Harry mengangguk mengiyakan. "Kita terlalu mencurigai Hagrid." Ron berujar menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑
Fanfic[Harry Potter Fanfiction] BAHASA INDONESIA Menyadari bahwa dirinya masuk ke dalam sebuah cerita fiksi, Raven membulatkan tekadnya untuk tidak akan ikut campur agar tetap membuat jalan cerita berjalan seperti seharusnya. Tapi lama-kelamaan, Raven se...