"Hah?"
Raven menatap tak percaya dengan semua perlengkapan tahun ketiganya yang sudah tersimpan rapi di dalam koper dan tasnya. Padahal hampir seharian ini dia hanya tidur setelah membantu sang ayah membuat ramuan-ramuan untuk perlengkapan Hospital Wings.
"Jangan bilang kamu yang melakukan ini, Dad." Tanya Raven dan menatap Severus yang tengah duduk membaca korannya. "Oh my gosh, did you do this?" Lanjutnya sembari menutup mulut tak percaya membuat pria itu berdecak sebal.
"Stop dramatizing the situation, young lady. Bersiaplah untuk ke Hogwarts malam ini." Balas Severus acuh dan menurunkan korannya. "Atau kamu sepertinya ingin menyusul besok?" Tanyanya memastikan.
"Menyusul."
"Alright. Aku akan pergi malam ini." Severus bangkit berdiri berjalan menuju ruang kerjanya meninggalkan Raven yang terbengong-bengong dengan sikap ayahnya itu.
Memang setelah kejadian di tahun keduanya, pria itu semakin protektif padanya. Kadang sesekali sifat itu berubah menyebalkan membuat Raven kesal karena seakan dibatasi untuk keluar hanya sekedar untuk bermain dengan sapu terbang! Ayolah, dia jenuh hanya diam di rumah.
Tapi Raven dapat mengerti hal itu. Sejak saat itu juga, dia jadi lebih sering mengendalikan emosinya agar tidak membekukan sesuatu.
Ini semua terjadi seminggu setelah profesor Dumbledore mengizinkannya pulang setelah dua hari di rawat di Hospital Wings. Suhu tubuhnya saat itu menurun drastis, dia benar-benar seperti membeku. Di saat yang bersamaan juga potongan-potongan ingatan melintas dengan cepat di pikirannya.
Akibat emosinya itu, tanpa sadar ia membekukan hampir seluruh kamarnya dan membuat suhu di rumah menurun jauh hingga mendekati minus derajat celsius.
Saat itulah Dumbledore akhirnya datang karena panggilan Severus yang kebingungan dengan apa yang terjadi. Penyihir itu hanya mengatakan bahwa itu hanya ledakan sihir kecil dan akan bertambah besar setiap harinya. Mencegah hal itu, Raven harus bisa mengendalikan emosinya atau seluruh Spinner's End merayakan natal sebelum waktunya.
"Dan juga," Raven menoleh pada Severus yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. "Ada manusia serigala nantinya di Hogwarts." Bibirnya mencibir tak senang. "Sebaiknya kamu hati-hati di tahun ini."
"New Profesor, again?"
"Begitulah."
Raven tersenyum geli dengan kata-kata sang ayah yang terlihat tidak suka dengan Remus Lupin, salah satu sahabat baik James Potter, musuh bebuyutannya.
"Baiklah. Hati-hati, Dad."
"Dan juga," kesekian kalinya Raven menoleh pada sang ayah yang berdiri dengan tatapan tajamnya tak berubah. "Jangan bergaul dengan Potter."
"Entahlah Dad, masalah selalu mengejarku juga walaupun sudah menghindari Harry." Jawab Raven putus ada dan memainkan makanannya dengan tatapan lelah.
Severus terdiam sebentar. "Usahakan untuk tidak memasuki masalah. Kamu bukan anak-anak lagi, Raven." Katanya sebelum menutup pintu kantornya membuat Raven menghela nafas panjang.
"Haruskah aku membantu mereka nanti?" Gumam Raven dan membereskan meja makan sebelum naik ke kamarnya.
***
Suasana canggung menghampiri Raven saat tak sengaja bertemu dengan tiga pemeran utama di stasiun sebelum memasuki kereta menuju Hogwarts. Mereka saling memandang dengan canggung sebelum Ron berdehem untuk mencairkan suasana mereka.
"Oh, bagaimana liburan kalian?" Tanya Raven ragu sambil tersenyum sopan agar menghilangkan suasana kurang mengenakkan ini.
"Good." Balas Harry tak kalah canggung. "Kamu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑
Fanfiction[Harry Potter Fanfiction] BAHASA INDONESIA Menyadari bahwa dirinya masuk ke dalam sebuah cerita fiksi, Raven membulatkan tekadnya untuk tidak akan ikut campur agar tetap membuat jalan cerita berjalan seperti seharusnya. Tapi lama-kelamaan, Raven se...