Aku terbangun dengan perasaan hampa, seakan malam telah berlalu tanpa jejak. Aku tidak ingat bagaimana bisa tertidur, apalagi melupakan niatku yang begitu kuat sebelumnya. Yang kulihat hanyalah kamarku yang berantakan, dengan segala kekacauan yang belum kutahu bagaimana bisa terjadi. Kain itu—yang seharusnya melambangkan niat terakhirku—masih tergantung di atas sana, rapi, seakan menantiku untuk mengambil keputusan baru. Namun, aku tidak bisa menggerakkan diriku untuk bertindak. Pikiran dan tubuhku terasa berat, tidak selaras.
Pelayan-pelayan masuk, wajah mereka dipenuhi keprihatinan. Tanpa bertanya apa yang terjadi, mereka mulai membersihkan kekacauan di kamarku. Aku duduk diam, tanpa perlawanan, membiarkan mereka membantuku. Seolah memahami kesulitanku, mereka bahkan membantuku mandi, berdandan, dan mempersiapkan diriku untuk hari ini. Semuanya terjadi tanpa kusadari sepenuhnya.
Tak lama kemudian, mereka menggiringku keluar kamar, yang kutahu aku sedang dibawa menuju ruang tengah. Langkahku terasa ringan, seolah aku tidak sepenuhnya hadir dalam kenyataan ini. Ketika tiba di ruang tengah, pemandangan yang kulihat membuatku semakin bingung. Ibu dan ayah berdiri dengan wajah riang, lebih ceria dari biasanya. Mereka menyambut seseorang yang tampaknya asing, namun diterima dengan sangat hangat.
Aku duduk di samping ibuku, mengamati segala sesuatu yang terjadi di depanku. Seorang pria yang tampak terhormat berdiri di antara kami. Dia menundukkan kepala sedikit, seolah menunjukkan rasa hormat yang mendalam, lalu berkata dengan nada hangat, "Terima kasih atas sambutan hangat anda, Tuan Gozen. Maaf kami tidak sempat membawa banyak hadiah untuk anda."
Ayah, dengan senyum lebar di wajahnya, menjawab, "Tuan Shigeru, suatu kehormatan bagi keluarga saya akan memiliki ikatan keluarga dengan anda. Itu sudah lebih dari cukup."
Tuan Shigeru, pria yang namanya baru saja kusebut, tersenyum tipis. "Andai kami bisa mempersiapkan segala sesuatunya lebih matang, anda tidak akan terkejut, Tuan Gozen. Kami mohon maaf."
Tuan Shigeru kemudian memperkenalkan rombongan yang dibawanya, delapan pria berwibawa yang tampak gagah dan tegas. Mereka berdiri dengan sikap penuh percaya diri, masing-masing memancarkan aura kekuatan yang tak terbantahkan.
"Perkenalkan," Tuan Shigeru melanjutkan, "Mereka adalah ksatria kebanggaan kami, yang mengabdikan hidup mereka untuk membasmi kejahatan. Mereka telah menemaniku untuk memenuhi hasrat hidupku, kedelapan ksatria pembunuh iblis."
Delapan ksatria berdiri dengan sikap tegap di hadapanku, wajah mereka penuh wibawa dan rasa percaya diri. Di antara mereka, dua wanita tampak begitu anggun, namun auranya jelas menunjukkan kekuatan yang tidak bisa diremehkan.
Tuan Shigeru memberi isyarat kepada para ksatrianya untuk memperkenalkan diri satu per satu.
Yang pertama melangkah maju adalah seorang pria dengan rambut merah menyala dan sorot mata tajam. Ia menundukkan kepala sedikit sebelum berkata, "Aku adalah Enrai, Ksatria Api. Aku mengendalikan api, elemen yang mendominasi dengan kekuatan dan kehancuran. Tapi bagiku, api juga lambang harapan."
Di sebelahnya, seorang wanita dengan postur anggun maju ke depan. Rambutnya yang perak dikepang rapi dan mata hijaunya yang menawan. "Aku Aimi," katanya dengan senyum lembut, "Ksatria Berkah. Aku adalah pelindung kehidupan dan pemberi berkah, kekuatanku berasal dari keseimbangan alam dan kesucian hati. Seperti berkat yang turun dari langit, aku memberikan perlindungan dan pemurnian bagi kegelapan."
Selanjutnya, seorang pria yang terlihat tenang dan misterius melangkah. Langkahnya ringan, nyaris tak terdengar, seolah-olah dia hanyalah bayangan. "Aku Kasumi, Ksatria Awan. Aku adalah pelindung langit, bergerak bebas antara wujud nyata dan tidak kasat mata."
Hayate, seorang pria dengan rambut acak-acakan dan senyuman nakal, maju ke depan dengan penuh energi. "Aku Hayate, Ksatria Angin," katanya dengan suara yang menggelegar. "Aku bergerak seperti angin, tak bisa dihentikan dan tak terduga."
KAMU SEDANG MEMBACA
God Gift's Treasure
Исторические романыPria itu tinggi, sangat tinggi. Tubuhnya besar, mungkin empat kali lipat dari tubuhku. Otot-ototnya tampak kokoh seperti pahatan batu, dan kalung besar yang menggantung di lehernya terbuat dari butiran segel suci yang berat-bukan perhiasan, tapi sim...