Malam terus bergulir, Meita menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya melambung jauh. Ia sudah bersikap biasa saja terhadap Firman. Meski hati kecilnya tidak menyukainya. Wanita itu bingung, apa yang harus di lakukannya. Suara notifikasi terdengar. Tangannya meraba-raba mencari ponselnya. Ia langsung mengambilnya lalu melihat siapa yang mengirimkan chat padanya.
"Malem Mei, udah tidur?"
Meita tertegun saat melihat layar ponselnya. Ia belum membukanya namun tertera nama dan isi chat tersebut. Ternyata dari Firman. Helaan napas terdengar begitu lelah. Jika di buka ia harus membalasnya karena pasti ketauan sedang online. Jika di biarkan tidak enak. Dirinya menjadi serba salah. Ia melirik jam di layar ponsel bagian atas sudah pukul 20.15 WIB. Meita kembali menghela napas.
"Baru mau, kenapa?"
Akhirnya ia membalasnya. Ternyata tidak enak menjadi orang yang tidak enakkan. Serba salah melakukan hal apa pun. Terlalu memikirkan perasaan orang lain. Sedangkan dirinya yang lelah.
"Tadinya mau ngajak kamu makan malem. Sambil cari angin."
"Duh, maaf ya. Aku cape banget hari ini."
Sebenarnya bukannya tidak mau. Ia tidak punya uang untuk membeli makanan di luar. Tadi saja pulang kerja masak mie. Lagi pula tidak ingin Firman nanti berharap banyak padanya.
"Oh gitu. Kamu udah makan belum?"
"Udah kok,"
Meita membalasnya cepat.
"Sebenernya aku udah beli makanan ini. Dan aku lagi ada di depan kontrakan kamu."
Mata Meita langsung terbelalak. Ia bangkit dari tidurnya. Dan membacanya kembali. Tidak salah baca pikirnya. Benar, Firman sudah ada di depan kontrakan. Lantas segera berlari untuk membuka pintu. Mengabaikan penampilannya yang amburadul. Ternyata benar, pria itu sedang berdiri di depan gerbang kontrakan. Wanita itu menghampirinya.
"Kenapa ke sini?" ucap Meita.
Firman menyengir. "Sekalian lewat sini. Tadinya sekalian ngajak kamu makan bareng di luar." Ia tahu diri. Tidak mungkin masuk ke kontrakan Meita. Apalagi lawan jenis. Tidak ingin orang-orang berpikiran negatif tentang Meita.
Wanita berambut panjang itu terdiam seraya memperhatikan Firman. "Kamu belum makan emangnya?" tanyanya.
"Belum, nyari temen makan dulu niatnya ke sini." Firman adalah pria bertubuh tinggi dan kurus. Kulitnya hitam manis. Jika melihat wajahnya tidak akan bosan karena murah senyum.
"Ya udah aku temenin, tapi jangan di kontrakan ya."
"Di situ ada pos kamling. Makan di situ aja." Meita mengangguk setuju dengan ide Firman. Di depan kontrakan memang ada pos kamling. Mereka keluar dari gang kecil. Hanya motor saja yang bisa lewat. Firman menaruh motornya di depan gang. Karena takut mengganggu pengguna jalan lain. Mereka duduk berdua di sana masih ada orang yang lalu-lalang. Sehingga keduanya merasa aman tidak ada yang mencurigai berbuat yang tidak pantas. Mereka hanya makan dan mengobrol saja.
Firman mengeluarkan bungkus makanan dari plastik. "Aku beli mie gacoan level dua buat kamu," ucapnya. Pria itu tahu kesukaannya. Membuat Meita tertegun. "Kamu setiap pesen pasti ini kan. Aku ingat itu aja sih," ucapnya. Menutupi maksud tertentu. Sampai segitunya pria itu memperhatikan.
"Makasih, padahal aku udah makan." Meita tersenyum senang. Wanita sangat menyukai makanan, jalan-jalan dan uang.
"Ya nggak apa-apa." Firman membalas senyumannya. "Ya udah makan." Ia pun membeli es serta udang keju kesukaan wanita yang di sukainya. Mereka pun menyantap makanannya. "Mei," panggilnya. Meita hanya berdehem. "Aku liat pacar kamu nggak pernah dateng ke minimarket lagi, kenapa?" tanyanya
KAMU SEDANG MEMBACA
MEITA (GOOGLE PLAY BOOK)
RomanceSudah tersedia di GOOGLE PLAY BOOK. Dalam keluarga, Meita menjadi sandwich generation, mengesampingkan ego demi keluarga. Hingga menginjak usia 29 tahun, dirinya belum menikah. Bukannya tidak ingin, hanya saja banyak pertimbangan. Seperti, bagaimana...