12.Kembali Ke Gua II

2 0 0
                                    

Pagi mulai merayap lambat di atas Pulau Tiru, namun awan kelabu tetap menggantung, menambah ketegangan di antara mereka. Setelah percakapan yang berat dengan Pak Joko, suasana menjadi semakin gelap. Meskipun tubuh mereka masih terasa lelah, pikiran mereka tak bisa berhenti memikirkan langkah selanjutnya.

Di luar penginapan, Alex berdiri di tepi pantai, menatap ombak yang memukul karang di kejauhan. Ada sesuatu yang aneh pada hari itu; langit dan laut seolah menyatu dalam kekelaman, tanpa batas yang jelas. Rina menyusulnya, berjalan pelan dengan raut wajah serius.

"Alex, kau benar-benar ingin kita kembali ke gua itu?" tanyanya, suaranya hampir tertelan oleh suara angin yang terus berhembus.

Alex mengangguk tanpa menoleh. “Kita tidak punya pilihan lain. Apa yang kita lihat di sana bukanlah kebetulan. Semua petunjuk membawa kita ke satu arah.”

Rina menghela napas panjang, menatap tanah berpasir di bawah kakinya. "Aku hanya merasa... ada sesuatu yang tidak seharusnya kita bangkitkan. Tadi malam aku bermimpi, seolah-olah ada sosok yang memperingatkan kita untuk tidak kembali."

Alex akhirnya menoleh padanya, menatap serius. “Kau takut?”

“Aku lebih dari sekadar takut, Alex. Pulau ini, gua itu… semuanya mulai terasa salah. Apa pun yang tersembunyi di sana, mungkin lebih baik kita meninggalkannya.”

Sebelum Alex sempat menjawab, Maya dan Dito muncul dari arah penginapan, keduanya sudah siap dengan peralatan mereka. Dito menggeleng pelan, melihat wajah cemas Rina. “Rina, aku paham perasaanmu. Tapi kalau kita berhenti sekarang, kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini.”

Maya menambahkan dengan nada yang lebih tenang, “Mungkin kita bisa lebih berhati-hati kali ini. Tapi berhenti sekarang bukan pilihan. Kita sudah terlalu dalam.”

Rina menatap mereka bertiga, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Tapi kita harus janji, kalau ada sesuatu yang aneh, kita tidak nekat.”

Dito tersenyum kecil, meskipun jelas dia juga merasa gelisah. "Kalau kita nekat, setidaknya kita bersama-sama."

Mereka mulai berjalan kembali menuju gua, menelusuri jalan setapak yang sebelumnya mereka lewati dengan harapan besar. Kini, setiap langkah terasa lebih berat, seolah tanah pulau ini mencoba menahan mereka. Hutan di sekitar mereka semakin padat, dan suara-suara aneh mulai terdengar di kejauhan. Ada yang berbeda dengan pulau ini sejak terakhir kali mereka berjalan di sini.

Sesampainya di mulut gua, mereka berhenti sejenak, menatap ke dalam kegelapan yang tampak lebih dalam dari sebelumnya. Cahaya matahari yang suram hanya menembus sedikit, dan bayangan yang bergerak di dalam gua tampak mengancam.

“Sudah siap?” tanya Alex, suaranya hampir tenggelam oleh gemuruh ombak di kejauhan.

Maya mengangguk tegas, sementara Dito dan Rina saling bertukar pandang, lalu mengikuti dengan hati-hati. Mereka mulai masuk ke dalam gua, dikelilingi oleh batuan kasar dan kelembapan yang membuat setiap langkah terasa licin.

Di dalam, udara terasa lebih dingin. Suara langkah mereka bergema, memperkuat kesan bahwa gua ini bukan sekadar tempat biasa. Seakan-akan ada sesuatu yang menunggu di dalam, diam-diam mengawasi setiap gerakan mereka.

Saat mereka mencapai ruangan di mana mereka sebelumnya menemukan simbol-simbol aneh, semuanya terasa lebih intens. Simbol-simbol itu sekarang tampak lebih terang, meskipun tak ada cahaya yang menerangi mereka.

Alex mendekati salah satu simbol, menyentuhnya dengan hati-hati. Seketika itu, hawa dingin menyusup ke dalam tubuhnya, dan perasaan yang tak dapat dijelaskan melanda dirinya.

“Kau merasakan itu?” bisik Alex, matanya terpaku pada ukiran kuno.

Maya, yang berdiri di dekatnya, mengangguk perlahan. “Ya… seperti ada sesuatu yang hidup di balik batu ini.”

Tiba-tiba, terdengar suara gemerisik dari dalam gua, seperti sesuatu yang bergerak di antara bayangan. Mereka semua menoleh dengan cepat, menatap ke arah kegelapan.

“Apa itu?” Rina berbisik, ketakutan mulai menguasai wajahnya.

Sebelum ada yang sempat menjawab, bayangan di sudut gua tampak bergerak. Suara langkah kaki kecil terdengar semakin dekat, membuat mereka semakin tegang.

PETUALANGAN DI PULAU TERPENCILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang