FLAME

254 21 12
                                    

Saat ini, terpantau kelopak mata Kanae masih tertutup, menandakan dia belum bangun dari tidurnya. Sebenarnya Kanae terbiasa untuk bangun pagi, walau bukan bangun di waktu subuh. Tapi Kanae termasuk morning person. Namun jam tidurnya terkadang bisa berubah jika dia berganti shift kerja dengan rekannya sesama perawat. Untuk saat ini, jam kerja Kanae adalah shift pagi.
Mentari pagi yang mulai menampakkan dirinya itu sepertinya mulai mengusik kedua mata Kanae.p Kanae kemudian mulai membuka kedua matanya perlahan. Tangannya meraba-raba nakas di samping tempat tidurnya mencari ponselnya.

Klik.

Layar ponsel Kanae menyala menampilkan tampilan lock screen-nya.
"05.47 pagi." Gumam Kanae sambil masih mengantuk. Namun seketika dia terbangun dengan kesadaran penuh saat telinganya mendengar suara dari luar kamarnya. Kanae dengan segera menyibakkan selimutnya. Dengan langkah yang tegap dia segera menuju ke pintu kamarnya. Memutar knop pintu itu dengan buru-buru dan segera menuju ke sumber suara.
"Eh!?"
"Oh, sudah bangun rupanya."

Kanae berkedip cepat. Dia perlu memproses kejadian ini sepersekian detik. Dia nyaris serangan jantung karena ketika dia baru bangun tidur, biasanya dia selalu sendirian, dan kali ini Kanae mendapati ada Sanemi di rumahnya. Syok dikit ngaruh.
"Astaga bagaimana bisa aku lupa." Ucap Kanae sambil menepuk jidatnya. Dia lupa kalau dialah yang menawarkan tempat tinggalnya pada Sanemi. Dan saat ini, Kanae malah kaget sendiri melihat ada orang lain di apartemennya.
"Kenapa?" Tanya Sanemi. Dia masih mencoba berkutat dengan sebuah teflon di tangannya.
Kanae terkikik geli, kemudian dia permisi sebentar untuk ke kamar mandinya untuk membasuh wajahnya dan berkumur-kumur.
Hanya beberapa menit, Kanae kemudian kembali untuk menghampiri Sanemi. Pria itu masih sibuk dengan teflonnya. Di samping kompornya ada beberapa benda tergeletak dengan agak berantakan.
"Sanemi-san membuat sarapan sendiri?" Tanya Kanae. Dia disamping Sanemi dan mengintip apa yang sedang Sanemi buat dengan teflon anti lengketnya itu.
"Hanya sebisaku. Aku tak paham banyak bahan makanan yang ada di lemari dingin mu. Jadi aku ambil yang netral dan sekiranya aman saja."
Kanae manggut-manggut. Dalam hatinya dia menebak Sanemi sedang membuat roti panggang. Memang hanya ada roti tawar dan selai berry yang terlihat keluar dari kulkas.
"Ada teh hangat di meja. Aku buat dua. Minumlah salah satunya."
"Wah!"

Kanae begitu excited melihat dua gelas teh hangat dengan uap yang masih mengepul bersanding manis diatas meja makannya. Diapun dengan segera duduk di salah kursi makannya. Kemudian mengambil salah satu gelas yang ada di meja makan yang minimalis itu. Kanae lalu meniup lembut teh hangat itu, agar sedikit dingin dan tak menyakiti lidahnya saat diminum. Seruputan pertama, Kanae mencicipi teh buatan Sanemi itu. Rasa manis dan hangat dengan segera menyebar keseluruh tubuh Kanae. Nikmat sekali teh di pagi hari ini. Sangat menenangkannya. Teh buatan Sanemi enak juga, tidak terlalu manis. Sesuai seleranya. Bisa-bisanya pas begitu.

Tak.

Kanae yang begitu menikmati teh hangat itu sampai memejamkan matanya. Menikmati harum teh dan kehangatan teh di pagi haribsungguh kenikmatan yang tiada tara. Karena mendengar suara piring yang diletakkan, Kanae tentu saja membuka matanya. Dia mendapati Sanemi baru saja meletakkan sebuah piring di depannya. Diatas piring tersebut tersaji dua buah roti panggang. Dengan selai berry yang ada diantara roti itu nampak sedikit keluar di pinggirannya. Cukup menggoda walau tampilannya tidak secantik roti panggang lainnya.
"Aku hanya bisa buat ini." Ucap Sanemi sambil duduk di depan Kanae. Mereka berdua kini saling berhadapan. Sanemi menyodorkan piring itu untuk semakin dekat dengan Kanae.
"Untuk ku juga?" Tanya Kanae bingung. Dan Sanemi mengangguk.
"O-oh? Baiklah. Terima kasih, Sanemi-san. Aku akan ambil satu."
Kanae mengambil roti panggang itu. Masih cukup hangat karena baru matang juga bukan? Kanae sedikit meniup roti panggang yang ada di tangannya itu sebelum memulai sebuah gigitan tanpa ragu.
"Umm!" Kanae memberi respon melalui gerakan matanya yang ekspresif pada Sanemi. Mulutnya masih sibuk mengunyah soalnya. Harus dibereskan lebih dulu.

Glup.

Kanae menelan kunyahan pertamanya atas roti panggang buatan Sanemi.
"Sepertinya Sanemi-san berbakat membuat roti panggang ya." Puji Kanae.
"Hm?"
"Enak kok. Hanya saja sebenarnya Sanemi-san bisa menambahkan. Mentega atau butter saat memanggangnya. Mungkin Sanemi-san belum mengerti dengan bahan makanan itu. Lain kali, kita belajar memasak bersama saja ya. Agar pengetahuan Sanemi-san soal bahan makanan disini semakin banyak."
"Apa kau akan baik-baik saja setelah makan itu?" Tanya Sanemi ragu. Walau dia sendiri juga sudah mulai makan roti panggang buatannya sendiri.
"Maksudnya?"
"Aku hanya menggunakan instingku saat membuatnya. Aku mencium bau tepung dan buah dari kedua benda ini. Tepung itu biasanya tawar, dan buah biasanya manis kalau sudah masak dan diolah. Jadi menurutku itu aman untuk dimakan jika dipadukan. Lalu aku menggabungkannya sesuai instingku juga kemudian membakarnya dengan alat masakmu."
Kanae agak terkesima. Keren juga pemikiran Sanemi ini. Insting pria itu bagus. Padahal sebenarnya memang sudah bagus karena Sanemi terbiasa berburu iblis yang kadang membuatnya mau tak mau harus tinggal di hutan untuk sementara dengan persediaan makanan yang terbatas. Jadi tentu saja insting Hashira Angin ini tak bisa diremehkan. Walau amnesia, namun insting Sanemi tetaplah tajam.
"Aku akan baik-baik saja. Bahan makanan ini memang aman untuk dikonsumsi. Terima kasih Sanemi-san."
"Aku hanya membalas perbuatanmu, aku masih cukup tau diri."
Kanae tersenyum. Dia paham maksud Sanemi. Balas budi. Dan Kanae menerima balas budi tersebut dengan baik.

Tok! Tok! Tok!

Mendengar ada yang mengetok pintu apartemennya, Kanae segera bergegas menuju ke pintu. Penasaran dengan siapa yang datang mencarinya sepagi ini.
"Selamat pagi!!"
"Ara? Kyojuro-san?"
Kanae tersenyum ramah. Ada tetangga apartemen yang mencarinya. Seorang pria tampan yang masih muda dan memiliki semangat hidup yang membara dan berkobar-kobar, Rengoku Kyojuro namanya.
"Kanae-san! Aku membawakan oleh-oleh untukmu. Terimalah!"
"Eh? Tidak perlu repot-repot, Kyojuro-san."
"Kebun kami sedang panen buah apel dan ada beberapa buah peach juga untukmu." Ucap Kyojuro dengan sangat semangat sambil menyodorkam sekantung buah apel grade A hasil panenan sendiri.
"Ah iya. Benar juga. Kyojuro-san habis pulang ke kampung halaman ya. Silahkan masuk dulu. Kebetulan aku sedang sarapan."
"Bukankah Kanae harus segera berangkat kerja?"
"Ah tidak, masih nanti kog. Santai saja. Masuk dulu, kita minum teh bersama."
"Baik!"

Kyojuro lalu masuk ke apartemen Kanae. Mereka berdua berteman cukup akrab. Walau apartemen Kyojuro ada di lantai bawah apartemen Kanae, mereka berdua bisa dibilang cukup sering mengunjungi satu sama lain. Kadang juga mereka pergi ke cafe untuk sekedar mengusir kebosanan. Rengoku Kyojuro sendiri adalah seorang anak rantau yang bekerja menjadi guru olahraga di sebuah SMA ternama di kota itu. Keluarganya sangat kaya raya di kampung halaman, ayahnya tuan tanah dan juga memiliki perkebunan apel dengan kualitas expor. Namun Kyojuro memilih mencoba merantau dan menitih karirnya dari bawah. Katanya ingin merasakan hasil sebuah perjuangan juga. Tekad gigihnya kini sudah membuahkan hasil di kehidupannya.
"Sanemi-san, kita kedatangan tamu." Ucap Kanae.
Sanemi kemudian menoleh ke sumber suara. Dan Sanemi terkejut seketika saat Kanae kembali bersama seseorang yang mengekorinya. Sanemi sangat tidak asing dengan perawakan orang itu.
'Tunggu, sepertinya aku pernah melihat pria itu. Wajahnya familiar. Tapi, siapa? Siapa dia? Sialan, kenapa aku tidak bisa mengingat namanya.' batin Sanemi kesal saat otaknya tidak mampu menemukan nama dari pria yang familiar itu baginya.
Rasanya agak jengkel karena Sanemi tidak mampu mengingat siapa sosok itu. Padahal sosok yang ada dipikirannya dan sosok yang ada bersama Kanae saat ini sangatlah persis. Hanya saja, Sanemi lupa akan sosok itu.
"Kyojuro-san, silahkan duduk. Oh iya, sebelumnya perkenalkan, ini Sanemi-san. Tunggu ya, aku buatkan teh dulu untukmu."

Kyojuro lalu duduk didepan Sanemi. Tanpa canggung. Pria ini memang tipe yang mudah adaptasi. Sedangkan Sanemi sendiri tak henti-hentinya memperhatikan pria yang kini sudah duduk di depannya itu, dia merasa mengenal pria itu namun dia juga tidak mampu untuk mengingat nama pria ini. Ingatannya terus memutarkan sosok yang sama dengan orang yang kini sedang duduk di depannya. Tapi, siapa pria ini?
"Perkenalkan, namaku Rengoku Kyojuro. Senang bertemu denganmu, Sanemi-san." Ucap Kyojuro sambil mengulurkan tangannya pada Sanemi. Sebuah gestur untuk mengajak jabat tangan lawan bicaranya.
"Shinazugawa Sanemi." Jawab Sanemi sambil menyambut jabat tangan Kyojuro.

.
.
.
To be continued.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SWORDSMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang