Masa kecilku

3 0 0
                                    

     Aku Bella, anak pertama dari 2 bersaudara yang tinggal di dalam keluarga yang sangat amat keras. Papaku adalah seorang tentara militer yang mendidik keluarga dengan cara diktator, segala apapun yang dia katakan harus selalu kami turuti. Jika tidak, maka sumpah serapah sudah pasti akan aku terima. Beliau sangat amat keras dan tidak mau menerima masukan apapun, baginya perkataannya adalah yang paling benar dan tak boleh dibantah.

    Setiap hari aku mendengar orangtua ku bertengkar. Pernah di suatu pagi, ibuku terlambat bangun dari jam yang sudah ditentukan.
"Perempuan malas, kamu sudah tahu aturan di rumah ini harus bangun jam berapa kan?" papa mengamuk luar biasa.
"Aku sedang tidak enak badan, lagipula aku hanya terlambat 30 menit, dan masih banyak waktu untuk ku bisa menyelesaikan pekerjaan rumah." mama ku berusaha membela diri karena merasa bahwa itu hanyalah masalah kecil.

      Beliau tak terima dan merasa ucapannya dibantah, aku sangat jelas mendengar suara barang pecah, yang aku yakini papaku melemparkan sesuatu, hingga terdengar suara isak tangis mamaku. Aku tak mampu berbuat apapun, kala itu usiaku masih 5 tahun dan adikku baru menginjak usia 1 tahun. Aku hanya menangis seorang diri di sudut ruangan kamarku.
"Kamu itu perempuan, kamu harus tahu diri kodratmu sebagai seorang istri adalah patuh pada perintah suami! Apa yang aku lakukan adalah untuk mendidikmu, karena segala perbuatanmu adalah tanggung jawabku sampai akhirat."
mama tak lagi menjawab apapun, suasana diluar mulai agak hening, yang ku dengar tinggal lah suara isak tangis mama dan aku yang saling bersahutan dari ruangan berbeda.

    Saat mulai bersekolah, papa mulai membuat aturan jam belajar lebih ketat lagi untukku dan adikku, kami harus terus belajar dari jam 6 sore hingga jam 9 malam. Jika hasil ujian kami jelek, beliau akan marah besar dan kami akan dibangunkan setiap pukul 4 pagi untuk kembali belajar hingga pukul 5.30 pagi.

     Di rumah, aku merasa tak bisa menjadi diriku sendiri, aku selalu ditekan dengan banyak aturan dan larangan, aku tidak bisa melakukan apapun yang aku sukai. Dan di sekolahpun, kawan-kawan bahkan guru pun seringkali mengejekku, di mata mereka aku hanyalah seorang perempuan jelek, mereka bilang aku mirip bu Bariah salah satu karakter dalam kartun unyil. Hingga membuat kepercayaan diriku hilang, dan aku hanya bisa terdiam saat mereka semua mulai mengataiku.

      Aku tak pernah memiliki teman kecuali yang memang senasib denganku atau memang sama-sama kutu buku juga. Terkadang banyak anak-anak yang mendekatiku hanya untuk mencontek PR, setelah itu mereka bersikap seolah acuh dan kembali membully ku.

    Hati kecilku bertanya, apakah ada diluar sana separuh jiwaku yang mencintaiku sepenuh hatinya? Terkadang aku merasa seperti ada bagian dari diriku yang hilang, seperti ada cinta diluar sana yang menunggu untuk aku temukan.

      Aku tinggal di sebuah pedesaan, dan juga pada zamanku sekolah tepatnya tahun 90an itu sangatlah jarang orang-orang yang pandai dalam bahasa inggris, tapi entah kenapa aku bisa dengan mudah mempelajari bahasa inggris, sejak SD aku adalah murid yang paling pandai bahasa inggris sejak kecil. Seperti seolah bahasa ini bukanlah bahasa yang asing bagiku, aku tak perlu banyak belajar hanya tinggal mengulas sedikit saja. Saat itu aku tak berfikir lebih jauh, ya mungkin saja memang aku sesuka itu dengan bahasa inggris, itu sebabnya aku sangat mudah mempelajarinya.

      Dalam hal akademis aku selalu unggul, bahkan aku sering mendapat peringkat pertama di kelas, dan itu adaalh salahsatu alasan yang membuat papa selalu bangga padaku. Karena adikku berbanding terbalik, bisa mendapatkan nilai diatas 6 saja sudah bagus. Tapi itu sama sekali tak merubah pandangan teman-teman padaku. Yang mereka lihat dariku hanyalah aku seorang gadis jelek yang mirip bu bariah, bahkan guru-guru pun ikut memanggilku bu bariah.

      Sebenarnya aku sangat suka dunia seni. Aku suka musik, aku suka menulis novel, dunia seni sangat membuatku bersemangat. Pernah di suatu hari, aku sedang menulis sebuah puisi di kamar pada saat jam belajar, namun tiba-tiba papa masuk ke dalam kamar untuk mengecek apa aku benar-benar sedang belajar.
Papa : "Apa ini?"
Aku : "Aku coba buat karya tulis pa, bagus gak?"
Papa : "Papa suruh kamu belajar yang benar bukan bermain main dengan hal yang membuang waktu seperti ini."
Aku : "Tapi pa, aku sangat suka dengan seni, aku mau suatu saat puisiku dibuat menjadi sebuah lagu juga."
Papa : "Jangan membantah! Jangan pernah lagi kamu berfikiran untuk bermain musik. Musisi itu pekerjaan nya orang pengangguran, tidak ada masa depan yang cerah. Novelis itu tukang ngayal, halusinasi, orang yang hidup dalam ilusi. Kalau gak miskin ya paling gila."
Aku : "Tapi pa..."
Papa : "Sudah, kamu fokus saja membaca buku pelajaranmu. Jangan harap papa akan membiarkanmu menjadi sampah." Papa pun merebut buku dan alat tulisku, yang beliau sisakan hanyalah buku pelajaran.

     Aku hanya bisa terdiam tanpa bisa membantah sedikitpun, aku terus termenung, kapan aku bisa melakukan hal yang aku sukai? aku juga ingin membahagiakan diriku sendiri, aku tak mau selalu hidup dalam aturan. Ini semua membuatku kesulitan menemukan jati diri. Bahkan saat akan memasuk sekolah menengah atas, papa melarangku untuk masuk SMA, papa ingin aku masuk SMEA jurusan akuntansi. Aku mengikuti keinginannya untuk masuk SMEA, tapi kali ini aku berusaha berontak untuk tidak mengikuti kemauan beliau masuk jurusan akuntansi karena aku memang sangat membenci pelajaran itu, bagiku itu pelajaran yang sangat membosankan. Akhirnya aku memberanikan diri nekad masuk jurusan pariwisata.
"Dasar anak pembangkang, tidak tahu diri, sudah aku besarkan dan biayai susah payah, tapi tidak mau mengikuti arahan orangtua." Papa langsung mengamuk ketika tahu bahwa aku masuk ke jurusan pariwisata.

     Saat memasuki SMEA, aku masih bertahan dengan peringkat pertamaku di sekolah, sampai pada suatu hari ada perlombaan antar sekolah di kota bandung, dalam bidang pariwisata. Guruku memberitahu bahwa aku terpilih mewakili sekolah karena aku siswa berprestasi, aku sangat bersemangat dan mempersiapkan segalanya dengan matang. Namun ternyata, disaat menjelang hari H, guruku mengabari bahwa aku tidak jadi diikutsertakan didalam lomba tersebut. dan posisiku digantikan oleh siswi lain yang memiliki paras cantik, tubuh indah, dan memakai seragam seksi dengan rok span pendek.

     Sungguh aku sangat kecewa, lagi-lagi aku merasa disingkirkan karena mereka semua hanya mengutamakan penampilan luar. Hingga tuba waktunya sehari sebelum perlombaan, guru memintaku untuk tetap ikut pergi ke perlombaan di bandung itu. Semangatku kembali muncul, aku fikir aku akan kembali di ikutsertakan dalam lomba itu. Tapi ternyata aku terlalu cepat berprasangka baik, aku hanya menemani si gadis cantik itu, dan disana aku tak melalukan apapun selain diam menemani dia. Aku diejek, mereka bilang penampilanku terlalu culun lebih pantas untuk jadi penjual rujak, dibandingkan menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti lomba.

      Saat perjalanan pulang dalam mobil, sang supir menyalakan radio. Aku hanya termenung sambil menatap keluar jendela.
"ok, untuk menemani sore hari ini, aku akan putar sebuah lagu until the end of time, selamat mendengarkan! see you next time."
Lagu pun mulai diputar, air mataku tiba-tiba menetes, aku merasa lirik dalam lagu ini mewakili isi hatiku. Entah kenapa aku tiba tiba cegukan, aku merasa yakin bahwa ada seseorang yang harus aku cari diluar sana. Seseorang yang akan aku cintai sampai akhir waktu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunny (Until the of time)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang