☆ GAMBAR DI-ATAS TIDAK BOLEH DIAKU PUNYA KALIAN!! ☆
***
PHUUAAH! Akhirnya aku terbebas dari bilik toilet, dan sekarang bisa bertemu lagi dengan kasur tersayangku.
"I'm back, Babbbyyy!!'' HUP! Aku melompat ke atas kasur. "Bang, geser! Aku mau tidur!" Aku mendorong Abyaaz yang tadinya juga sedang rebah-rebahan di kasurku.
"Ih, jahatnya jadi adek."
"Gue bukan adek lo ya."
"Heh! Terus lo itu anak siapa heh? Kita berdua lahir dari ibu yang sama tauk!" Abyaaz menjitak jidatku. "CURUT!!"
Aku melotot. "Jangan berisik ya, udah cukup sama kaki gue yang sakit ini. Jangan ditambah omelan elo yang bikin telinga gue saki-- auw!!"
Alfarezi menjitak kami berdua. Lalu memandangku tajam. "Siapa yang mengurungmu di toilet?"
Wadaw! Aku mau istirahat dulu lo, bang. Masa langsung ditanyain sih? Jadi cowok harusnya peka. Aku mengusap tengkuk. Ragu-ragu. Antara ingin menjawab atau tidak. Soalnya, kalau aku menjawab, abang-abangku akan tak terkendali lagi. Aku tidak mau abang-abangku nanti buat ribut lagi, karena membuat pelajaran ke Nina, Cecil, dan Mira, nanti aku ketahuan kalau aku adik mereka. Dan habislah aku dikerumuni lalat-lalat di sekolah, dan sepeninggalan mereka, hanya menyisakan tulang belulang. Kalau aku tidak jawab, aku juga tetap akan habis dipelototi mereka.
"Oooh, pintu toiletnya memang sudah rusak itu. Aku lupa."
"Mana mungkin, itu pintu enggak bisa dibuka bukan karena rusak. Soalnya, pintu itu diganjal pakai sapu. Mana mungkin kan kamu bisa kunci dirimu sendiri dengan mengganjal pintu dengan sapu?"
Kenapa mereka selalu bener sih? Aku berpikir keras, aku harus jawab apa? Jadi abang protektif dan posesif banget sikh! Aku melirik Abyaaz, Amaar, dan Asheer yang juga tengah menatapku setajam mata elang. Kzl, kzeeelll, kezeeel banget. Aku balas menatap mereka dengan tatapan polos.
"Tadi, kayaknya ada orang yang ganjal pintunya pakai sapu, untuk ditandain kalau toilet itu sudah rusak." Aku menyengir dalam hati. Lalu aku memasang wajah seimut mungkin, meski aku juga merasa muak. "Abang jangan marahin adek dong. Adek kan mau tiduur."
Hening.
"Woaaaah! Adek kita kesurupan, Bang! Coba bacain Ayat Kursi." Abyaaz dan Amaar mengguncang-guncang bahu Alfarezi.
"Mendadak lembut aja nih anak. Iiiiiih, kawaaaiiiii!" Asheer melompat-lompat, mencubit pipiku.
Buag, aku meninju perutnya. Asheer melompat mundur. "Wadaaw, iiitaiiii!! Sakit, beg--"
BUAGH! Abyaaz dan Amaar kompak menendang bokong Asheer. Aku merapatkan selimut, membalikkan tubuh, membelakangi mereka semua. "Pergi kalian, aku mau tidur tahu. Sudah pukul sebelas tahu gak sih?"
"Iya, yak. Yaudah, yuk, balik ke kamar."
"Males ah, aku mau di kamar Icha saja." Alfarezi berbaring di kasurku, aku meliriknya jutek, siap menendangnya turun dari kasurku. "Sekali-sekali kita tidur di sini."
"Enggak! Enggak! Enggak boleh! Aku enggak terima kunyuk-kunyuk!"
"Awh, kami sakit hati lho, Deck." Abyaaz naik ke atas kasurku, menepuk-nepuk bahu. "Cini, tidul ama Abangke."
"Jijieq gue sama elo, Bang." Aku mengibaskan tangan, sudah kelelahan menghadapi mereka. "Kalian boleh tidur di kamarku, tapi di bawah sono. Awas kalau ngorok berisik, aku seret kalian ke kamar kalian."
"Iwwwwwh, peluk dulu siniiih!"
Aku menjerit-jerit, "Jangan deket-deket ya! Haram!"
"Apaan sih, kita kan abang kandungmu, Cha."
"Pokoknya, jangan meluk aku, abang-abang kampr*t!" Aku mengacungkan jari tengah. Lalu membenarkan posisi tidurku, mencari posisi ternyaman. Dan memejamkan mata.
****
"BANGUUUUUUUUUN!! MIE REEBUUUS SUDAH MAU SIAAAP!!"
Suara Abyaaz yang menggelegar membuatku tersadar dari tidurku. Sial, mimpi indahku hilang. Aku menguap, beranjak duduk. Aku menguap, apa kata Abyaaz tadi? Mai? Mai siapa? Mai rebus? Mai JJK di-rebus? Aku mengusap mataku. Beranjak turun dari kasur.
Pintu kamarku terbuka sedikit. Alfarezi melongokkan kepalanya.
"Oh, kamu sudah bangun? Mandi dulu gih." Alfarezi melangkah masuk, "Kamu sekolah?"
"Sekolah-lah. Kalian saja sekolah, masa aku enggak."
"Kamu enggak merasa enggak enak badan kan?"
"Enggak. Memang kenap-phuaaaaah," aku menguap lagi. "Cuma kakinya kayaknya masih sakit."
Alfarezi berdiri di depan pintu, menyandarkan punggung ke dinding. Mengamatiku yang sedang mengusap-usap kakiku yang terkilir. "Masih bisa jalan?"
"Masih-lah. Kakiku ini cuma terkilir. Bukan patah, tahuk!" Aku berdiri dengan hati-hati. Lalu melangkah pincang meninggalkan kamar.
"Yakin tetap sekolah?"
Aku ini, meski termasuk anak yang kurang suka belajar, aku tetap mau sekolah. Soalnya, aku sadar diri dong, aku ini agak bodoh-bodoh juga, jadi aku harus belajar. Soalnya aku mau kuliah di Jepang, cita-citaku sih begitu. Cita-cita itu yang membuatku semangat sekolah terus, meski kakiku terkilir begini. Terus... aku lagi kepingin makan bakso di sekolah!
"Kalau kakinya sakit sampai kesulitan jalan, nanti minta gendong aja sama Bang Rezi, Cha!" Asheer terkekeh-kekeh sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk. Dia baru selesai mandi rupanya. "Mandi dulu, Cha, baru sarapan."
Aku hanya menggumam-gumam. Iya, iya, Alfareji juga udah bilang begitu, jangan diulangin napa, capek telinga barbie mendengarnya. Aku melirik mereka dengan tatapan macam drakula, lalu kembali masuk kamar. Aku lupa, aku kan mandi di WC kamarku. Aku meraih handuk.
"Awas! Jangan lama-lama di kamar mandi, nanti terlambat." Amaar berseru.
"IYAAAAA! BANYAK BACOT LO AH!" Aku mendengus.
"Jaga bicaramu, Icha!" Sial, sekarang Alfarezi lagi. Kenapa dia hobi banget sih menegurku? Atau aku yang hobi banget cari ribut sama abang-abangku ya?
"HEH! ASHEER! Kompornya jangan dinyalain besar banget kek gitu dong! Kebakar rumah nanti!"
"Nani? Watashi?" Asheer hanya membalas dengan nada sengak. "Woi, Yaaz, santai dulu dong, Maybro! Serba salah gue ini, tadi dinyalain kecil, disalahin juga. Nyalain besar salah juga. Yang bener yang mana?"
Pagi-pagi begini. Sudah ribut banget ya. Pengen tak tendang pantat-pantat mereka.
***
YO! Ini ceritanya satu malam panjang banget ya? Author sengaja buat setiap bab 700-900 kata, biar kalian enggak bosen-bosen. Author juga baru nyadar sesuatu, kenapa kalau silent readers, author merasa lebih seneng ya? Ada yang tahu kenape?
Yep, hari ini, author bisa up 2 kali sepertinya. Jadi, lihat-lihat aja tuh notifikasi ya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Annoying Brothers
Ficção AdolescenteEmpat kakak laki-laki tampan, menyebalkan bin gregetan ini selalu membuat adik perempuannya kerepotan karena ke-posesif-an mereka. Sifatnya yang berbeda-beda, sulit ditebak. Pertengkaran selalu menjadi rutinitas wajib mereka. Pokoknya cerita ini bi...