9. Sembilan

994 148 16
                                    

Hari yang cerah, namun tidak dengan kedua wanita yang terlihat merengut. Keduanya saling menatap. Mereka sudah mengganti pakaian dengan bikini. Biasanya, bikini digunakan untuk memamerkan lekuk tubuh wanita.

"Cong, jelek banget. Mau nangis gue. Apa kita pakai bola aja biar keliatan nonjol?" Jeni yang sudah di depan cermin, meraba tubuhnya.

"Setuju, Bok. Ini Juna kurang ngeremes apa gimana, ya? Aset gue masih rata aja. Kita udah kayak batang lidi." Seru Sasha.

Sudah lama mereka selalu merasa kurang di bagian tubuh. Keduanya juga sudah berusaha makan banyak. Tanpa berusaha juga selera makan mereka seperti buto ijo. Akan tetapi, badannya begini-begini saja. Makanya, mereka heran, apa yang dilihat oleh Juna dan Tama.

"Abis ini kita ikut pilates sama ke ahli gizi aja, deh. Lo kan bisa minta duit suami. Nah gue minta duit ke Tama. Gue porotin aja sampe celananya melorot."

Sasha mengangguk. Mereka memang butuh bantuan. Ia juga ingin merasakan benda kenyal itu. Lalu berpose untuk memamerkan aset di sosial media. Indahnya masa depan, postingannya hanya berisi pilates, makan sehat, perawatan tubuh dan pamer foto barang mewah. Sasha siap menyaingi selebriti yang hobinya pamer kemewahan tapi hasil dari pejabat—ups.

"Mek, abis ini gue bikin akun instagram sama tiktok. Terus upload liburan dan video a day in my life sambil pamer tas mewah. Abis itu gue dipanggil Cici Sasha, deh. Alemong, tunggu gue jadi selebgram." Ujar Sasha sambil mengibaskan rambut.

Jeni menepuk pantat sedatar papan tersebut. "Cici pala lo peyang! Punya duit dikit langsung minta dipanggil Cici! Bokong lo noh gedein, jangan gedein gengsi!"

"Iri aja lo, babi. Pasti kalo lo sama Tama juga pengen dipanggil Cici, kan? Apa jadi ai ai aja lo!"

"Najis! Gue mau personal branding nge-post dakwah. Sama hadir di pengajian. Kalau Tama nggak mau sama gue, biar sultan arab yang bawa pergi!"

Sasha mendengus. Sok sekali Jeni ini. Mana ada wanita alim kerjaannya di klub malam. Yang ada Jeni dijadikan tumbal proyek minyak bumi di laut.

"Personal branding teteklo sepuluh. Kerjanya dipangku om-om sama jadi germo jangan cuci tangan, bego!"

"Oh, jadi elo ngajak berantem?" Tanya Jeni dengan mata memincing.

"Ayo, siapa takut!" Tantang Sasha.

Kini dua wanita itu tampak seperti kucing yang berkelahi. Dengan alis menukik lalu bibir manyunnya. Sebenarnya mereka sering seperti ini, tidak berlebihan seharusnya. Namun kedua pria tentu baru melihat mereka berkelahi. Panik, takut Sasha dan Jeni membuat malu, kedua pria itu menggendong dua wanita menuju kamar masing-masing.

***

Sasha sudah lama merencanakan untuk berlibur di Maladewa. Menempati pantai pribadi milik hotel. Ia dan Jeni sudah seperti orang gila waktu menghayal. Akhirnya tujuan mereka tercapai, tanpa biaya sepeserpun. Alias memakai uang Juna dan Tama. Sepertinya dua pria itu memang bodoh.

Walapun harus mengajak Juna dan Tama, setidaknya dua wanita ini diizinkan untuk menghabiskan waktu berdua.

Awalnya, Juna menawarkan liburan di kepulauan pasifik. Ia sudah bosan di Maladewa. Atau Juna akan memboyong Sasha di Raja Ampat. Sasha menolak. Ia hanya ingin berfoto saja untuk pamer. Berenang saja tidak bisa, bagaimana mungkin Sasha berani ke Raja Ampat. Kecuali ia mau menjadi tumbal di sana.

"Sasha! Hati-hati. Jangan jalan jauh-jauh, nanti diliatin orang banyak."

Juna memperingatkan Sasha yang sedari tadi berjalan mondar-mandir. Wanita itu bosan sepertinya. Di Maladewa, hanya sebagian tempat yang memperbolehkan wisatawan memakai pakaian terbuka. Sisanya wisatawan harus mematuhi peraturan dari pemerintah setempat. Jadilah Sasha hanya berjalan berkeliling sekitar hotel atau resort, mungkin disebutnya.

Love Options Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang