Malam itu terasa begitu berat, dan pagi datang lebih cepat dari yang kuharapkan. Di dalam kamar yang gelap, aku terbaring malas, mencoba memeluk kembali sisa-sisa tidurku yang belum sempurna. Namun, keheningan itu dipecahkan oleh suara dering telepon. Bunyinya berulang-ulang, memaksa kesadaranku bangkit dari dalam keheningan.
Dengan mata yang masih setengah tertutup, tanganku terjulur malas ke arah meja samping tempat tidur, mencari-cari asal suara yang membuat kepalaku semakin berat. Dering itu tak sabar, mendesak seakan-akan hal di ujung sana terlalu penting untuk diabaikan.
"Hallo?" Suaraku keluar serak, hampir tak terdengar. Kurasa aku belum sepenuhnya terjaga, dan masih berharap panggilan ini hanyalah bagian dari mimpi buruk yang akan segera berlalu.
Tapi suara yang datang dari seberang sangat nyata, penuh semangat yang terlalu berlebihan untuk pagi sesepi ini. "YIQI, KENAPA KAU TIDAK BEKERJA? Apa benar kau mengambil cuti? Kenapa?!" Song Xin Ran, tentu saja. Siapa lagi yang akan meneriakkan pertanyaan tanpa jeda bahkan sebelum aku sempat menjawab?
Aku menghela napas panjang, merasakan kepala yang semakin berdenyut. Mataku tetap tertutup, mencoba membungkus diri dalam kehangatan kasur, berharap percakapan ini cepat berakhir. "Hanya... ingin saja," jawabku dengan nada malas, hampir tak berniat melanjutkan percakapan. "Nanti aku telpon lagi. Aku pusing."
Tanpa menunggu respons dari Xin Ran, aku menekan tombol merah di layar, memutuskan panggilan itu. Ada rasa bersalah yang muncul, tapi terabaikan oleh keinginan untuk kembali tenggelam dalam tidur.
Namun, seperti kutukan yang tak terhindarkan, setelah telepon itu, tidur yang tadinya terasa dekat seketika hilang. Yang tersisa hanya gelisah yang menggelayuti, membuat dadaku sesak.
Aku duduk perlahan di pinggir ranjang, memandang kosong ke arah jendela yang tertutup rapat. Kamar ini begitu gelap, seakan menolak mentari pagi yang memanggil di luar.
Aku bangkit, menyeret langkah menuju tirai hitam yang menggantung tebal di jendela. Dengan satu tarikan, aku membukanya, membiarkan cahaya pagi menyerbu masuk, menerangi setiap sudut ruangan yang sebelumnya tenggelam dalam bayang-bayang.
Cahaya itu menyilaukan, menusuk langsung ke mataku yang masih lelah. Aku meringis, menyipitkan mata, merasakan sinar itu seolah menghukumku karena terlalu lama berlindung dalam kegelapan. Tapi di saat yang sama, ada rasa lega yang merayap pelan.
Dunia di luar sana masih berputar, walaupun aku merasa terjebak di sini.
Sebuah keluhan panjang keluar dari bibirku. Tanpa semangat, aku menyandarkan tubuh ke jendela, merasakan dinginnya kaca menyentuh punggungku. Aku menatap langit pagi yang cerah di luar, kontras dengan kegelapan di dalam diriku.
Setelah beberapa saat, aku menyerah pada dorongan untuk bangun dan menggerakkan tubuhku. Langkah-langkahku berat, tapi aku berhasil membawa diriku ke dapur.
Di sini, segalanya terasa sunyi, hanya ada suara dengungan halus dari kulkas. Dengan gerakan yang nyaris otomatis, aku menyalakan mesin espresso. Bunyi mesin yang menderu sejenak mengisi ruangan, aroma kopi perlahan menyebar, memberikan kehangatan yang kuharapkan bisa membangunkan otakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breathless Whispers - Yuan Yiqi dan Shen Meng Yao [heimiao Couple] SNH48
FanfictionYuan Yiqi, yang baru saja putus cinta, dipaksa masuk ke dunia aplikasi kencan oleh sahabatnya, Song Xin Ran. Tak disangka, dia bertemu Shen Meng Yao, seorang perempuan yang mengubah arah hidupnya. Apa yang dimulai sebagai pelarian dari patah hati, j...