MMH

129 14 3
                                    

Match Made in Heaven

Boboiboy Halilintar as Haeayn Hanan
Boboiboy Ice as Ilyash Arash

!Warning!

Contains Kssing and obsessive

.
.
.
.
.

Di tengah keramaian kota yang penuh gemerlap, di mana kehidupan tampak selalu bergerak tanpa jeda, ada sepasang jiwa yang terikat oleh sesuatu yang lebih dalam dari cinta dan lebih kuat dari sekadar persahabatan. Mereka adalah Haeayn Hanan dan Ilyash Arash, dua sahabat yang tumbuh bersama, namun terjebak dalam pusaran perasaan yang lebih rumit dari sekadar kenangan masa kecil.

Haeayn, seorang pemuda dengan paras tampan dan iris mata berwarna merah ruby, tatapan mata yang tajam membuat orang-orang berfikir dua kali untuk sekadar menyapa. Auranya yang sepertinya menolak untuk didekati sesiapa saja membuatkan dirinya itu jarang diperhati oleh orang sekeliling. Namun, di balik tatapan yang tajam, ada luka yang ia sembunyikan, luka yang datang dari satu orang, seseorang yang tak pernah bisa ia lepaskan dari hatinya, Ilyash Arash.

Ilyash, berbeda dengan Haeayn, adalah sosok yang dipuja sekaligus ditakuti. Kehadirannya selalu terasa mencolok, dengan pesona yang mematikan dan senyum licik yang selalu mampu membuat siapa pun bertekuk lutut. Dia hidup dengan kebebasan yang tak kenal batas, mengikuti kehendaknya sendiri tanpa pernah memikirkan konsekuensi dari setiap langkah yang ia ambil. Dunia mengenal Ilyash sebagai pria yang tak terikat, dingin, keras, dan tak peduli pada perasaan siapa pun, bahkan pada Haeayn, yang telah bersamanya sejak mereka masih kanak-kanak.

Namun, meski tampak seperti dua kutub yang bertolak belakang, ada sesuatu yang selalu menarik mereka kembali satu sama lain. Ada ikatan tak kasatmata yang mengikat mereka, sebuah takdir yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata, sesuatu yang jauh lebih dalam dari yang mereka sadari. Seperti magnet yang saling tarik menarik, mereka tak bisa benar-benar terpisah, meski Ilyash sering kali bersikap seakan Haeayn hanyalah salah satu bagian dari hidupnya yang mudah ia abaikan.

Malam itu, di Apartment Ilyash yang menghadap ke gemerlap kota, Haeayn berdiri di depan jendela besar, menatap kelap-kelip lampu yang seolah menghipnotis. Tangannya menggenggam erat segelas anggur yang tak tersentuh, sementara pikirannya melayang jauh, terjebak di antara kenyataan dan impian yang tak pernah terwujud. Di belakangnya, terdengar suara langkah kaki mendekat, suara yang ia kenal dengan sangat baik.

Ilyash, dengan langkah santainya, masuk ke dalam ruangan, seolah-olah dunia ini adalah miliknya. Senyum tipis terlukis di wajahnya, namun ada kegelapan yang selalu mengikuti di balik sorot matanya. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan mendekati Haeayn, berhenti di sampingnya, dan mengamati pemandangan yang sama.

“Kau selalu terlihat tenang di tempat seperti ini,” kata Ilyash akhirnya, suaranya rendah dan penuh keyakinan. “Seolah-olah kota ini diciptakan hanya untuk dilihat olehmu.”

Haeayn tak langsung menjawab. Matanya masih terpaku pada kota di bawah mereka, tetapi perasaan berat di dadanya semakin terasa. “Aku hanya mencoba menemukan sedikit ketenangan,” jawabnya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan malam.

Ilyash tertawa kecil, nadanya penuh godaan. “Ketenangan? Di sini? Kau tahu, Haeayn, ketenangan itu ilusi. Tidak ada yang benar-benar tenang di dunia ini. Semuanya hanya tentang seberapa baik kau bisa menyembunyikan kegelisahanmu.”

Haeayn akhirnya menoleh, menatap Ilyash dengan mata yang dipenuhi kelelahan. “Mungkin untukmu, Ilyash. Tapi aku selalu berharap ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebebasan semu ini.”

Match Made in Heaven.Where stories live. Discover now