𝚃𝚠𝚎𝚗𝚝𝚢 𝚘𝚗𝚎 | 𝙳𝚘𝚗'𝚝 𝙳𝚒𝚎 𝙰𝚗𝚍 𝙱𝚎 𝙲𝚊𝚛𝚎𝚏𝚞𝚕

800 170 29
                                    

"Raven!"

Yang dipanggil tersentak. Raven benar-benar tidak bisa berfikir jernih, saking kagetnya dia sampai tidak mendengarkan panggilan Dumbledore padanya.

"Apa kamu memasukkan namamu juga ke dalam piala api?!" Tanya profesor Dumbledore nampak murka membuat Raven hanya diam mematung, bingung harus berbicara apa.

"A-aku ..." Kepalanya tertunduk, "tidak tau."

"Kamu yakin Raven?" Tanya ulang sang kepala sekolah karena mendengar jawaban ragu Raven.

Raven mengangguk patah-patah, dia berkeringat dingin. Ini terlalu melenceng dari alur, dirinya juga tidak ingin terlalu terlibat dengan turnamen ini namun tiba-tiba saja namanya keluar dari piala api!

Bajingan siapa yang berani sekali memasukkan namanya?!

"Piala api adalah benda sihir yang sangat kuat. Hanya mantra Confundus yang luar biasa kuat yang dapat mengelabuinya." Ucap Profesor Moody masuk akal dan menatap Harry dan Raven bergantian. "Sihir ini diluar kemampuan siswa tahun keempat."

"Aku menyerahkan ini kepadamu, Barty." Dumbledore menoleh, diikuti para staff yang lain pada Barty yang berdiri sambil berpikir keras.

Dengan terpaksa, Barty mengizinkan Harry dan Raven untuk ikut sebagai seorang pejuang karena sudah terpilih langsung dari piala api yang merupakan kontrak sihir yang mengikat.

Setelah Harry kembali, kini tertinggal hanya Dumbledore, Snape, McGonagall dan Moody di ruangan.

Tiba-tiba saja tubuh Raven merosot perlahan ke lantai, dia benar-benar lemas. "Ini benar-benar diluar rencana." Batinnya lesu bukan main.

"Berdirilah, Raven." Profesor McGonagall membantu Raven berdiri. Wanita itu menggenggam erat tangan gemetar Raven.

"Ak-aku benar-benar tidak tau apapun tentang ini, Profesor." Sanggah Raven berusaha meyakinkan. "Anda bisa bertanya pada Luna atau―"

"I trust you." Ucap Dumbledore kalem dan mengangguk. "Kami juga percaya dengan Harry."

Professor Snape yang sedari tadi diam lalu menghampiri Raven dan mengantarnya kembali ke ruang rekreasi karena melihat reaksi putrinya yang cukup menjelaskan tentang apa yang terjadi hari ini.

"Apa Snape selalu seperti itu? Aku bahkan tak percaya saat melihat raut wajah terkejut dari muka selalu datar itu saat kamu memanggil nama gadis tadi." Celetuk Profesor Moody dengan tatapan penasaran karena melihat reaksi Snape saat nama Raven terpanggil oleh Dumbledore.

"Oh, aku lupa memberi tahumu. Raven adalah putri angkat Severus. Jadi jangan kaget jika kamu melihat berbagai macam sikap yang bahkan tidak pernah kamu lihat sama sekali." Dumbledore tersenyum membuat Moody spontan terbahak.

"Hahahaha! Astaga, pria kasar itu membesarkan seorang anak, terlebih lagi anak perempuan! Sungguh sebuah kejutan." Ucapnya dengan senyuman seringai kecil.

Professor Dumbledore lalu berbalik dengan tatapan serius. "Tolong jaga Harry."

"Dan gadis itu, Raven?"

"Sepertinya ada orang iseng yang memasukkan namanya ke dalam piala api. Kamu jaga saja Harry, Alastor. Severus bisa menjaga putrinya lebih dari nyawanya sendiri." Tegas Profesor Dumbledore yang diangguki oleh profesor Moody.

Professor McGonagall hanya berdiri disana, mendengar percakapan dua teman itu dengan perasaan khawatir mengenai Harry dan Raven.

Disisi Raven, dia hanya diam sepanjang perjalanan dengan ayahnya yang dari tadi tak berbicara sama sekali. Dia jadi ingat murka ayahnya ini saat tahun ketiga hingga membuat hubungannya dan ayahnya jadi renggang selama dua bulan lamanya.

𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang