Sore itu, setelah selesai mandi, Vivienne berdiri di depan cermin kamarnya, merenung sejenak. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, sesuatu yang selama ini ia pendam. Cinta-kata yang tak pernah ia ucapkan dengan lantang kepada sahabatnya, Eden. Mereka selalu bersama sejak kecil, tapi Vivienne tak pernah berani mengakui perasaannya. Bagaimana kalau itu menghancurkan persahabatan mereka?
Vivienne menatap bayangannya di cermin, mencoba meyakinkan dirinya bahwa persahabatan lebih penting daripada perasaan cinta yang mungkin hanya sesaat. Tapi, semakin ia mencoba menyingkirkan pikiran itu, semakin kuat perasaan itu menekan dadanya.
"Vivi, buruan keluar. Udah ditungguin ini," suara Eden dari luar kamar terdengar jelas.
Vivienne terkejut, segera merapikan rambutnya dan mengenakan pakaian santai. Dia menarik napas panjang, berharap bisa mengendalikan pikirannya malam ini.
"Iya, iya. Ini aku keluar," balas Vivienne dengan suara yang terdengar sedikit gugup. Dia membuka pintu dan mendapati Eden sedang duduk santai di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Rivera dan Raveena terlihat sedang bercanda di dapur bersama Mama Vanessa.
"Kamu kenapa? Kok kayaknya ngelamun terus," tanya Eden ketika Vivienne duduk di sebelahnya.
"Enggak, cuma lagi mikir aja," jawab Vivienne sambil mencoba tersenyum.
"Mikir apa? Jangan-jangan mikirin novel lagi?" Eden menggoda dengan senyum yang selalu berhasil membuat Vivienne sedikit tenang.
Vivienne tertawa kecil. "Iya, mikirin cerita yang aku baca kemarin. Hehe."
Padahal bukan itu yang ada di pikirannya. Namun, Eden tak pernah curiga. Dia selalu menganggap semuanya baik-baik saja antara mereka berdua, seakan tidak ada yang berubah.
"Eh, nanti malem kita bakar-bakaran kan? Jangan lupa, gua yang paling jago bikin sosis bakar nih," tambah Eden dengan nada bercanda. Vivienne tertawa, meskipun hatinya masih terus dilanda kebimbangan.
Sementara itu, di dapur, Rivera dan Raveena sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk barbeque malam itu. Tawa mereka terdengar sampai ke ruang tamu, menambah kehangatan suasana malam itu.
"Vi, bantuin dong! Masa cuma duduk aja," teriak Raveena dari dapur.
Vivienne berdiri dengan enggan dan bergabung dengan yang lainnya. Malam itu terasa ringan, penuh tawa dan canda, seperti hari-hari biasa. Namun, jauh di dalam hati Vivienne, pertanyaan besar terus mengintip "Apakah dia harus mengungkapkan perasaannya kepada Eden? Atau membiarkan semuanya tetap seperti ini?"
🐱🐱🐱
Ketika malam semakin larut, suasana mulai lebih tenang. Rivera dan Raveena sudah mulai mengantuk, sementara Eden masih sibuk dengan panggangan di halaman belakang.
Vivienne menghampiri Eden yang sedang berdiri di dekat api. "Den, makasih ya. Kamu selalu ada buat aku," ucapnya tanpa pikir panjang.
Eden menoleh dengan senyum lebar. "Kita kan sahabat, Vivi. Pasti lah, apapun itu, gua selalu ada buat lo."
Kalimat sederhana itu membuat Vivienne semakin bimbang. Di satu sisi, dia takut merusak persahabatan mereka, namun di sisi lain, dia tidak bisa terus-menerus menyembunyikan perasaannya.
Malam itu menjadi titik awal perubahan dalam hubungan mereka. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bisakah Vivienne terus menyimpan rahasia cintanya, atau akankah malam itu menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar?
Satu hal yang pasti, perjalanan mereka sebagai sahabat kini dihadapkan pada ujian yang lebih dalam, lebih rumit, dan lebih penuh emosi daripada sebelumnya.
🍒🍒🍒
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreams, Love, and Loyal Friends: The Story of Four Blooming Hearts
Teen FictionIni adalah cerita persahabatan, bukan ini bukan hanya kisah persahabatan saja, melainkan kisah percintaan mereka semua pun akan ada dalam cerita ini. Cerita yang di buat dengan penuh cinta oleh 𝗩𝗶𝘃𝗶𝗲𝗻𝗻𝗲 𝗘𝗹𝗲𝗼𝗻𝗼𝗿𝗮 𝗚𝗿𝘆𝗳𝗶𝗶𝗻 dengan...