Sambil terpejam, aku penasaran dengan hadiah apa yang akan diberikan oleh Mahendra. Aku bisa mendengar Mahendra duduk disebelahku. Tidak lama kemudian, aku merasakan ada benda yang lunak menyentuh bibirku. Tidak hanya menyentuh, benda itu juga melumat bibirku dengan halus. Rasanya begitu hangat. Aku langsung tahu bahwa Mahendra sedang menciumku. Maka, aku langsung membuka mata. Wajah Mahendra begitu dekat dengan wajahku.
Tidak lama kemudian, tangannya pun merangkul pinggangku. Jujur, mendapatkan perlakuan seperti itu, dadaku berdebar-debar dengan cepat. Aku pun juga tidak berusaha menghindar. Untuk beberapa saat, Mahendra masih melumat bibirku. Kalau boleh jujur, aku pun juga mulai menikmatinya. Beberapa saat secara refleks, aku juga membalas melumat bibir Mahendra. Kini, kami saling berciuman dan melumat bibir masing-masing.
Tiba-tiba, kesadaranku menguasaiku dengan sangat kuat. Aku, yang sudah kembali mendapatkan kesadaranku, langsung mendorong dada Mahendra sampai-sampai ia terjengkang kebelakang.
"Ndra. Seharusnya ini nggak boleh terjadi." Kataku dengan nada bergetar menahan rasa malu dan sungkan yang menggumpal dihatiku.
"Maaf, Ci Lisnawati. Mungkin aku terlalu nekat. Seharusnya aku sadar bahwa cici sudah bersuami. Tapi inilah kenyataannya, aku sayang sama Ci Lisnawati." Katanya sambil menatap mataku dengan serius.
Ah, dia sayang padaku? Mustahil, apakah orang yang sudah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama... adalah aku??
Aku kah orang yang bisa membuat orang sehebat dan seganteng dia jatuh hati pada pandangan pertama?
Memangnya apa yang istimewa dari diriku?
Bukankah Mahendra juga sudah punya pacar?
Sehebat itukah aku, sampai bisa membuat Mahendra berpaling hati dari pacarnya?
Selama berdetik-detik, tidak satupun kata yang keluar dari mulut kami masing-masing. Aku terlalu larut dalam pikiranku, sementara Mahendra sepertinya menunggu kata-kata dariku. Sampai akhirnya, Mahendra berdiri dan membungkukkan badan kepadaku, kemudian pergi meninggalkanku.
Saat itu, aku merasa sangat menyesal. Aku merasa telah mengkhianati suamiku. Aku, yang sebelumnya tidak terpikir akan melakukan hal seperti itu, kini telah menodai kepercayaan suamiku padaku, meskipun hal itu bukan aku yang memulai.
Akan tetapi, anehnya aku tidak marah sama sekali pada Mahendra. Malah, saat itu aku merasa menjadi wanita paling hebat sedunia karena bisa menaklukan hati pria ganteng dan hebat seperti Mahendra. Yaah, mendapat ciuman dari pria ganteng, kenapa tidak? Sudahlah, bukan aku gini yang mulai. Aku anggap lalu saja.
Setelah menyelesaikan pekerjaanku, aku pun keluar dari ruanganku. Sepanjang perjalanan, entah kenapa hatiku berdebar-debar sendiri jika mengingat ciumanku dengan Mahendra itu. Saat itu pula, aku tersenyum-senyum sendiri. Kenapa ya? Aku sendiri juga tidak tahu.
Selama beberapa hari ke depan, kami tidak saling berbicara satu sama lain. Meskipun tidak marah, aku sengaja menjaga jarak darinya. Gitu-gitu, dia juga sudah punya pacar. Aku khawatir jika kami semakin dekat, akan terjadi sesuatu yang tidak baik yang menyebabkan retaknya hubungan mereka. Akan tetapi, namanya manajer dan asisten manajer, mana mungkin tidak berbicara sama sekali.
Akhirnya, tanggung jawab pekerjaan pun memaksa kami untuk kembali berbicara. Akibatnya, keakrabanku dan Mahendra mulai kembali lagi. Bahkan karena kami selalu saling membantu, kami menjadi lebih akrab dari sebelumnya.
Kedekatan dan keakrabanku dengan Mahendra semakin tinggi dari hari ke hari. Beberapa kali jika Mahendra konsultasi denganku, ia selalu memberikan hadiah, berupa ciuman lembut di bibir seperti yang waktu pertama kali. Tentu itu dilakukannya jika tidak ada orang yang melihat. Meskipun pada akhirnya aku menolaknya, tetapi anehnya, aku tidak pernah marah dengan perbuatan Mahendra itu. Entahlah, aku sendiri bingung.
Aku tidak tahu, apakah ini dikarenakan permasalahan yang begitu menginginkan kepuasan seksual yang tidak bisa diberikan oleh suamiku, ataukah aku telah memiliki perasaan sayang yang sama seperti Mahendra sayang kepadaku. Sekali lagi, aku betul-betul bingung dengan perasaanku sendiri. Aku sendiri merasa sangat nyaman berada di dekat Mahendra.
Suatu hari, pada saat aku mengerjakan pekerjaan harianku pada siang hari, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu ruang kerjaku. Tok tok tok...
"Masuk." Kataku.
"Permisi, ci." Kata Mahendra sambil membuka pintu ruanganku.
"Kenapaa kamuu?" Tanyaku sambil tersenyum.
Mahendra hanya memajukan bibir bagian bawahnya sambil menundukkan kepalanya. Hmmm, kok sepertinya ada yang serius ya?
"Duduk, Ndra. Ada apa?" Tanyaku sambil mempersilakan Mahendra duduk.
Mahendra pun kemudian duduk dihadapanku. Kemudian, ia melihat wajahku dengan sangat serius.
"Maaf, ci. Aku mau ngajuin resign." Kata Mahendra.
Mendengar hal itu, bukan main aku kagetnya.
"Hah? Kenapa, Ndra?" Tanyaku.
"Aku... mau merintis usaha sendiri, ci." Kata Mahendra.
Aah, merintis usaha sendiri ya? Aku akan merasa kehilangan jika Mahendra harus resign, karena pengetahuannya tentang kantor dan proses belajarnya yang sangat cepat itu tidak mudah didapatkan.
Di sisi lain, aku yang mungkin mulai jatuh cinta pada Mahendra, pastilah akan kehilangan. Akan tetapi, sebagai atasan dan seorang teman, sudah kewajibanku untuk mendukungnya demi kemajuan masa depannya.
"Yakin nih, Ndra? Atau mungkin ada yang kira-kira perusahaan bisa tawarkan agar kamu tetap disini?" Tanyaku.
"Aku yakin, ci. Keputusanku sudah bulat." Kata Mahendra.
"Oke kalo gitu, Ndra." Kataku sambil tersenyum dan mengangguk.
"Cici jangan sedih ya. Aku masih di Indonesia kok." Kata Mahendra.
"Eh, siapa yang sedih? Kamu kali yang sedih karena bakal pisah ama aku." Kataku.
"Iya, itu betul, ci. Aku bakal sedih karena bakal pisah ama cici." Kata Mahendra dengan serius.
Deg. Sial, sepertinya aku salah mengucapkan kata-kata. Yah, tapi mungkin dia memang memiliki perasaan kepadaku. Memang haknya untuk suka kepada siapapun, termasuk diriku. Mau tidak mau, aku hanya memang bisa menerimanya.
"Makasih, Ndra. Tapi di luar sana, masih banyak kok cewek yang lebih baik dan cantik dari aku. Suatu saat nanti, kamu pasti nemuin cewek itu kok." Kataku.
Mahendra pun berpikir sebentar, kemudian ia tersenyum kecil.
"Yah, mungkin sih ci. Toh, kita ga pernah tahu masa depan seperti apa. Tapi, cici harus tahu bahwa cici itu spesial, dan ga mungkin ada yang serupa persis sama cici." Kata Mahendra.
Mendapat pujian seperti itu, jujur hatiku terasa deg-degan. Aku suka sekali pujian macam itu. Pujian yang begitu tulus mengena, tidak dibuat-buat dan tidak berlebihan, dan juga masuk akal.
"Ah..." Kataku kehabisan kata-kata.
"Oke, ci. Ini surat resign-ku." Kata Mahendra sambil menyerahkan surat resign-nya.
"Iya, nanti aku sampaikan ke HRD." Kataku sambil menerima surat resign-nya.
"Sukses ya, Ndra." Kataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
21+ Pilihan Jalan Seorang Istri (Cuck Warning)
RomansaAku bekerja sebagai accounting manager pada sebuah perusahaan distributor yang cukup besar di kota Jakarta. Aku juga menjadi instruktur bermacam-macam kelas di tempatku fitness, seperti body combat, body language, dan body pump. Aku merupakan orang...