[11.] keinginan orangtua

52 10 4
                                    

"dadda suka banget sama cara pikir abang," ucap junghwan lembut, "tapi abang, jodoh itu di tangan tuhan, dan untuk membuktikan dia ini jodoh kita atau bukan, kita harus mencoba nya dulu."

jihan dan jaehan saling tatap, gak ngerti.

"nikah nya berkali kali?" ini jihan yang tanya.

yoshi tertawa, "kalian berdua masih kecil, jadi mungkin gak harus ngerti sekarang, okay?"

keduanya akhirnya mengangguk, lalu kembali mata mereka jatuh menatap album.

"ini... menara eifell...?" jihan dan jaehan kompak bertanya.

junghwan mengangguk, "iya, menara eifell."

jihan tatap junghwan, lalu yoshi, "kita kapan jalan jalan kesini, daddy? kenapa jalan jalannya ke tokyo terus..."

perut junghwan rasanya seperti tergelitik, lalu tawa nya lepas dengan riang.

"iya nih, kita kalau jalan jalan daddy ajak ke tokyo terus," jaehan menambahi.

sedang junghwan masih tertawa sampai sampai buat ketiga orang dihadapannya ini terdiam, yang satu tahu betul apa alasannya, sedangkan yang dua lagi terdiam bingung.

"itu..." yoshi berdeham, "sebenarnya itu jadi pelampiasan rasa sedih dan marah nya daddy dan dadda."

"huh? marah kenapa?" jihan penasaran, begitu juga dengan jaehan yang mengangguk atas dasar pertanyaan yang sama.

"grandma and grandmi, punya satu keinginan. yang menurut kami, keinginan itu bukanlah suatu hal kecil yang bisa di kabulkan dengan cepat..."

[[]]

"kita ke paris."

junghwan yang sedang bersiap untuk berangkat ke kantor ini terdiam, letakkan parfum nya dan tatap yoshi dalam diam juga.

"kenapa?"

yoshi mendekat, peluk junghwan dari belakang dan taruh dagu nya di bahu junghwan.

"we are... we're not okay right now, sayang..."

junghwan hembuskan nafasnya panjang, terima kecup kecil yoshi di leher nya. sedang cermin di depan mereka ini merekam bagaimana kondisi mereka.

"i know... tapi— tapi nanti kantor gimana? kalau kita tinggal, nanti kita kena tegur lagi 'kan?"

yoshi terdiam, hirup dalam wangi junghwan yang rasanya tubuhnya mulai bergerak naik dan turun pelan.

"junghwan..." yoshi bawa tubuh junghwan berputar, "hey, hey, look at me."

junghwan menoleh kearah yang lain, matanya berkaca kaca, nafasnya memburu, nyaris menangis.

"lets book a ticket right now," kata yoshi lagi, "kita tutup mata kita, tutup telinga kita, dan kita cukup jadi diri kita buat beberapa saat disana."

junghwan kali ini menoleh, tabrakan manik mata berkaca kaca nya dengan milik yoshi, "i love you."

"i know," yoshi mengangguk, dan raih junghwan masuk kedalam pelukannya, "i'll always know."

dan begitulah kemudian mereka berdua segera booking tiket pesawat, tinggalkan negara mereka, abaikan semua tekanan, abaikan semua omongan.

berangkat ke paris, berdua, tanpa mau tahu bagaimana pendapat orangtua mereka, pun pendapat orang orang.

perjalanan yang nyaris sehari itu terlewati dengan baik. yoshi beli tiket terbaik untuk dirinya dan suami nya, biarkan suaminya menikmati waktu nya sendiri selama di pesawat, tenangkan pikiran.

"istirahat dulu," kata yoshi saat lihat junghwan yang tersenyum melihat lihat jalanan paris di dalam mobil menuju hotel mereka.

"with a hug?"

yoshi mengangguk, terima kepala junghwan yang merebah di bahu nya, "yes, with my hug, with a deeply cuddle," dan kecup sayang pelipis junghwan.

junghwan tersenyum, raih jari jemari yoshi yang terpasang cincin pernikahan mereka disana, dan di bawa mendekat untuk ia kecup punggung tangan itu sayang.

dan setelah kedua nya beristirahat dengan cukup, makan dengan baik dan sudah di keadaan yang lebih baik. keduanya memulai perjalanan nya menjelajahi paris dan keindahan nya.

keluar dengan tangan yang saling menggenggam, sesekali lempar celetukan dan tertawa bersama. membeli bunga juga sering kali berbagi kecup singkat di bibir.

sampai akhirnya kedua nya duduk bersama, berhadapan, dengan mata yang saling menatap, dan hati yang saling memberi sinyal satu sama lain.

sore ini, di dekat menara eifell, pasangan suami suami ini berbicara, berdiskusi, dari hati ke hati.

"kak yoshi, aku minta maaf..."

yoshi tersenyum tipis, "gak harus minta maaf, kamu gak salah."

junghwan tersenyum tipis, mainkan kedua tangan mereka yang saling menggenggam, "permintaan bunda dan mama buat punya pewaris di masa depan dalam waktu dekat, itu... aku... susah buat nerima..."

"karena...?"

"karena itu beneran sulit," junghwan mencucu, "can you imagine? orang yang biasanya kerja di kantor tiba tiba harus berhenti dan lebih banyak kerja dirumah. dan orang yang udah banyak banget pegang kerjaan, tiba tiba harus dapat lebih banyak kerjaan yang harus di sortir lagi."

yoshi mengangguk, "iya, aku paham, sayang."

junghwan tarik nafasnya panjang, dan dihembuskan panjang juga, "aku bisa ngerjain tugas rumah, kamu juga sama bisa nya, bahkan kita juga bisa nyewa asisten rumah tangga; kita mampu."

"tapi aku gak mau. aku gak mau asisten rumah tangga, aku gak mau banyak kerja di luar, aku gak mau ada dirumah dengan aku yang biasa aja," junghwan ungkap resahnya, "aku mau jadi contoh yang baik buat anak kita nanti, aku mau jadi sebaik baiknya figur buat anak nanti."

yoshi mengangguk, berbunga sekali hati nya, terharu. junghwan, suami nya, gak pernah sekalipun tolak keinginan orangtua mereka. diam nya junghwan, tanda kalau dia sedang memikirkan apa yang harus ia rubah dari dirinya sendiri untuk kebahagiaan orang.

"sayang..." yoshi panggil junghwan lembut.

"hum?"

yoshi tarik tangan junghwan lembut dan tepuk paha nya, tanda agar junghwan naik keatas pangkuannya, "sini."

junghwan beranjak, duduk diatas pangkuan yoshi dan bersandar punggung di dada suami nya itu.

"you know? i love you more than you know, and if possible i love you more more more, more than god knows," yoshi berucap panjang sambil sibuk kecup kecup kecil bahu junghwan.

junghwan terkekeh, "i know," dan usap sayang rahang yoshi dari posisi nya.

"let me tell them that we are ready to accept their wishes, on the condition that we need time to prepare it."

junghwan mengangguk, "iya, we need a lot of preparation."

yoshi tersenyum, kepalanya menelusup masuk ke perpotongan leher junghwan sambil ia peluk erat suami nya itu, "oh god, how can i get a husband like him? i fucking love him."

junghwan yang dengar itu tertawa, dan makin nyaman saja rasanya ia bersandar di orang yang tepat ini, kak yoshi nya.





[knock on our house — 11]

knock on our house [yoshwan] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang