18

40 5 0
                                    

Terasa tepukan lembut di pipi Seokjin. Tapi ia merasa terlalu damai sampai malas membuka mata. Sampai suara yang selalu dirindukannya membuatnya tersenyum.

"Seokjin, bangun. Jangan pura-pura tidur."

Senyum Seokjin makin mengembang. Ia selalu sangat menyukai suara Namjoon.

Terasa tepukan lagi di pipinya. "Ayo, bangun."

Maka dibukanya matanya. Dan ia tidak bisa mempercayai apa yang ia lihat.

Namjoon.

Namjoon-nya.

Duduk di sebelahnya dengan wajah cemberutnya yang menggemaskan. Tangan Seokjin terangkat, membelai bahu Namjoon. Si pemilik bahu diam saja.

Mendadak kepala Seokjin terasa nyeri. Otaknya terasa begitu penuh, ada ingatan yang meledak sampai ia merasa mual.

Gambar-gambar berkelebatan dalam pikirannya. Tangannya menegang mencengkeram bahu Namjoon kencang-kencang.

Bukankah Namjoon seharusnya terluka? Apakah ia sudah sembuh?

Cepat-cepat dielusnya wajahnya, lalu perutnya. Tidak ada apa-apa. Tidak ada rasa sakit yang melumpuhkan yang masih ia ingat benar rasanya. Tidak ada cairan hangat yang membanjiri tubuhnya.

"Kau kenapa mengelus-elus diri sendiri?" Namjoon mencubit hidung Seokjin sambil tertawa menggodanya.

Seokjin menjadi ragu dengan ingatannya sendiri. "Bu-bukankah kau luka kena tembak?"

"Siapa? Aku? Terluka?" Namjoon terlihat bingung.

Seokjin duduk dan menyadari kalau ia berada di kamar tidur apartemen lamanya. Foto kedua orang tuanya ada di meja kecil di sebelahnya. Sinar matahari redup karena terhalang gedung sebelah mengintip dari kaca yang berjamur. Dan bau karbol yang tengik menguar di udara.

"Kenapa kita disini?" Ia jadi ketakutan. "Dimana polisi-polisi sialan itu?"

"Polisi apa? Sejak kapan kita dikejar polisi?"

"Ta-tapi..." Seokjin mengerutkan dahinya karena bingung. "Ke-kenapa kita pindah kesini? Di rumah orang tuamu itu lebih enak."

"Dimana?"

"Di... rumah milik orang tuamu."

"Hah? Kayaknya kau mimpi ya?"

Seokjin mengerjap. Dipijatnya kepalanya. Ia yakin ingatannya tidak salah. Mereka pindah ke rumah orang tua Namjoon. Lalu ada pengejaran mobil. Mereka menabrak pohon. Adu tembak. Lalu ia tertembak.

Iya. Ia tertembak. Di wajah dan perutnya.

Lalu setelah itu apa?

Kenapa ia tidak ingat apapun?

Itu bisa nanti. Sekarang ia harus membuktikan kalau ingatannya benar. "Mobilmu bagaimana?"

"Baik-baik saja."

"Tidak ada kejar-kejaran sama polisi?"

Namjoon bengong. Lalu tertawa kencang. "Kau ini mimpi apa sih semalam?"

"Mimpi?"

"Habis apalagi? Pertanyaan-pertanyaanmu sungguh aneh." Namjoon tampak sungguh-sungguh kebingungan.

Seokjin cepat-cepat keluar dari kamar tidur. Semua sesuai dengan apa yang ada di ingatannya. Ruang tengah kecil dengan kasur di bawah jendela. Dapur kumuh dengan meja makan kecil yang reyot.

"A-aku kerja apa sekarang, Joon?"

"Kurasa kau tidak ada pekerjaan."

"Aku tidak melacur lagi?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang