Callum dengan lembut mengusap punggung Asher, mencoba menenangkan lelaki itu yang sejak tadi tak henti-hentinya menangis, tubuhnya gemetaran.
"Udah agak tenang?" tanya Callum sambil terus mengelus rambut Asher. Aroma segar laut bercampur citrus perlahan memenuhi udara, membuat Callum tanpa sadar menundukkan kepala dan mencium leher Asher, menghirup aroma yang menenangkan itu.
Asher merasa tak nyaman, perlahan ia melepaskan pelukan Callum meskipun hatinya enggan. Sambil mengusap air matanya, Asher mengangguk.
Callum tak berkata apa-apa lagi, hanya menggenggam tangan Asher dan membawanya ke sofa. "Duduk sini sebentar," ujarnya sambil beranjak mengambil kotak P3K.
Dengan sigap, Callum mengoleskan salep di tangan Asher yang melepuh, lalu membalutnya dengan hati-hati menggunakan perban. "Selesai," katanya singkat.
Asher menatap tangannya yang kini terbalut rapi. Meski masih terasa perih, tak seburuk yang tadi. "Makasih, Pak," gumamnya pelan.
Callum menatapnya lekat. "Kamu kenapa sih, Ash? Dari tadi kelihatan sensitif banget."
Asher mengalihkan pandangannya, tak ingin terjebak dalam perhatian yang mendalam. "Enggak apa-apa, hari ini emang lagi sensitif aja."
Callum mengernyit, tidak sepenuhnya yakin. "Yakin?" tanyanya, meski Asher segera mengangguk cepat.
Tiba-tiba, tanpa sadar, Asher berujar, "Aroma pheromones Bapak enak..."
Callum tersenyum kecil mendengar pengakuan spontan itu. "Oh iya? Wanginya kayak apa?"
Asher ragu-ragu sebelum menjawab, "Kayak cedarwood sama lavender."
Senyum Callum melebar. "Pheromones kamu juga enak, Ash." Ia lalu mengganti topik dengan cepat, "Ngomong-ngomong soal presentasi nanti siang..."
Keduanya kembali membicarakan topik yang seharusnya mereka fokuskan sejak awal. Diskusi tentang strategi presentasi berlangsung hampir tiga puluh menit, membahas cara terbaik untuk menarik perhatian investor yang akan hadir.
Setelah selesai, Callum dan Asher kembali ke meja masing-masing, mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan untuk pertemuan penting itu.
Namun, tiba-tiba Asher merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Rasanya ringan, seperti melayang, dan pandangannya mulai mengabur. Keringat dingin bercucuran dari dahinya, dan dadanya terasa sesak. Napasnya mulai berat.
Menatap jam tangan, jarum detik bergerak terasa lambat. Pukul dua siang. Asher berusaha menguatkan diri, mengambil dokumen dan laptopnya. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju ruang meeting, tubuhnya semakin berat dan sulit dikendalikan.
Asher perlahan membuka pintu ruang meeting, dan di sana, tamu-tamu sudah berkumpul bersama Callum. Namun, udara di dalam ruangan terasa begitu berat bagi Asher. Aroma pheromones Alpha yang menguap di udara menguar begitu kuat, membuat kepalanya berdenyut hebat dan mual tak tertahankan.
Asher berdiri di ambang pintu, terhuyung-huyung, bahkan tak sanggup untuk melangkah masuk. Matanya tertuju pada Callum, yang segera menangkap perubahan di wajah Asher-pucat, keringat dingin membasahi dahinya. Callum tampak khawatir, namun Asher tak bisa lagi memikirkan hal lain selain rasa mual yang menyerang. Tanpa pikir panjang, Asher langsung berbalik dan berlari meninggalkan ruangan.
Jantungnya berdegup kencang, napasnya memburu, langkahnya tergesa saat menuruni anak tangga dengan cepat. Namun, semakin jauh ia berlari, semakin kabur pandangannya. Dunia di sekitarnya berputar, keseimbangannya goyah, dan sekarang, Asher bahkan tak bisa lagi mengontrol pheromonesnya sendiri.
Di tengah kekacauan itu, hanya satu hal yang terlintas di benaknya: aroma pheromones Callum, yang entah bagaimana menenangkan dirinya beberapa waktu yang lalu. Dengan panik, Asher mengikuti nalurinya, berusaha mencari sumber aroma yang mengikat pikirannya.
Langkah kakinya akhirnya membawanya kembali ke depan ruangan Callum. Tanpa ragu, ia membuka pintu dan matanya langsung mencari-cari sesuatu. Jas milik Callum yang tergantung di kursi segera menarik perhatiannya. Dengan tangan gemetar, Asher meraih jas itu dan membenamkan wajahnya ke dalam kain, menghirup pheromones yang masih tertinggal di sana.
Tubuh Asher melemas, perlahan jatuh terduduk di lantai. Ia memeluk erat jas tersebut, membiarkan aroma itu menenangkan dirinya yang gemetar hebat, seolah aroma itu satu-satunya hal yang bisa menahannya dari jatuh lebih dalam ke dalam kekacauan yang menguasai tubuhnya.
***
Begitu melihat Asher berlari, tanpa pikir panjang Callum segera mengejarnya. Aroma pheromones Asher memenuhi udara, menguar begitu kuat sehingga memandu Callum langsung menuju ruangannya sendiri. Setibanya di sana, Callum membuka pintu dan seketika matanya membelalak melihat pemandangan di hadapannya.
Asher terduduk di lantai, memeluk jas Callum erat-erat sambil menghirup dalam-dalam aroma yang tertinggal di kain itu. Tubuhnya gemetar, seolah berada di ambang batas kesadarannya. Callum berusaha keras untuk tidak membiarkan aroma pheromones Asher yang begitu kuat dan memabukkan itu mempengaruhinya.
"Kamu... Omega?" Callum bertanya tak percaya, suaranya nyaris tertahan di tenggorokan.
Asher menoleh perlahan, namun ia masih tenggelam dalam aroma pheromones Callum, wajahnya terbenam di jas yang dipegangnya erat. Napasnya pendek-pendek, terdengar putus asa.
Pandangan Callum turun ke arah celana Asher yang basah, menandakan bahwa cairan omeganya sudah mulai keluar. Callum mengusap wajahnya, berusaha mengendalikan dirinya agar tidak terpengaruh. la melirik ke pintu, memastikan tak ada orang yang bisa melihat atau menerobos masuk.
"Pak... tubuh saya panas... tolong," rintih Asher dengan suara lemah.
Callum berjongkok di depan Asher, meraih pipinya yang panas menyengat. Sentuhannya lembut, tetapi ia bisa merasakan bagaimana tubuh Asher bergetar di bawah tangannya, memohon bantuan yang tak bisa ia tolak.
Callum menatap Asher dengan sorot mata yang campur aduk antara khawatir dan kebingungan. Rasa tanggung jawabnya menyerang, namun ia juga sadar situasi saat ini terlalu genting untuk diabaikan. Ia harus kembali ke ruang meeting dengan para investor, tetapi tidak mungkin membiarkan Asher dalam keadaan seperti ini.
"Asher, dengar. Kamu butuh istirahat, dan saya harus pergi sebentar." Callum berbicara tenang, namun nadanya tegas, mencoba untuk menenangkan Asher yang masih gemetar.
Asher menggigit bibirnya, wajahnya terlihat bingung, tetapi ia tidak bisa melawan kondisi tubuhnya. "Jangan tinggalin saya, Pak..." Suaranya bergetar, matanya memohon.
Callum menghela napas panjang. "Saya nggak akan pergi jauh, hanya sebentar. Kamu aman di sini, oke?" Dengan cepat, Callum berdiri, mencari sesuatu yang bisa membuat Asher merasa lebih nyaman.
Ia membuka lemari di ruangan itu, mengeluarkan selimut tebal dan menutupinya ke tubuh Asher yang masih memeluk jasnya. Callum berlutut kembali di sampingnya, memastikan posisi Asher tidak terlalu terganggu.
"Tenang di sini, ya?" Callum memeriksa pintu sekali lagi, memastikan tak ada yang melihat mereka. Ia lalu menarik kunci dari saku dan menguncinya dari luar.
"Kunci ini ada sama saya. Nggak ada yang bisa masuk," ujarnya tegas.
Asher mengangguk pelan, meskipun jelas masih terlihat ketakutan dan cemas. Tubuhnya masih terasa panas, tetapi setidaknya sedikit lebih tenang dengan jaminan keamanan yang diberikan Callum.
Callum berdiri tegak, memastikan semuanya terkendali sebelum bergegas keluar. Aroma pheromones Asher masih terasa di udara, namun Callum berusaha mengabaikannya, mengunci pintu di belakangnya dengan perasaan berat.
Dengan langkah cepat, Callum kembali ke ruang meeting. Dalam pikirannya, ia tahu bahwa tak lama lagi ia harus menghadapi masalah ini, namun saat ini, ia hanya bisa berharap Asher mampu bertahan sampai dirinya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caught in boss's grip (BL, END)
Teen FictionAsher Roth adalah seorang omega pria yang bekerja di sebuah perusahaan ternama. Hidupnya berjalan baik-baik saja hingga suatu hari, ia tiba-tiba mengalami heat, dan situasi tersebut diketahui oleh bosnya, Callum. Tanpa sepengetahuan Asher, Callum ma...