012. Si Mata Biru

3 2 0
                                    

22.26
Jumat, 22 November 2024
2475 words

ENJOY!

🌒👑🌘

Flo menggeleng kuat-kuat. Ia membekap mulut kencang-kencang. Sesenggukan menggenggam jemari pucat nan dingin milik Arran. Jemari Flo meraba turun, mencari denyut nadi. Jantungnya seakan dihujam pedang besar kala menyadari bahwa denyut nadi itu tidak ada.

Lagi-lagi, Flo membekap mulut. Air panas menggelinding turun. Tangannya gemetar hebat. "Arran aku mohon, aku mohon .... J-jangan pergi." Suara Flo tercekat di ujung kalimat.

Gadis itu membawa jasad Arran ke dalam dekapan. Persis sekali dengan Chloe di kematian Arran sebelumnya. Flo menangis deras. Menumpahkan seluruh air mata.

"Arran ... aku mohon. Lupakan tentang Verden yang hampir kiamat. Lupakan takdirmu yang diharuskan untuk mencabut kutukan hujan api itu. Lupakan ... lupakan semuanya. Aku hanya ingin kau kembali lagi, Arran. Kembalilah ... aku ingin selamanya bersamamu." Flo mengusap air mata.

Menoleh ke arah Fugl terbaring. Gadis itu menghela napas berat. Ia kembali menenggelamkan kepala di ceruk leher Arran. "Arran, bolehkah aku mengakui sesuatu?"

Diam, tak ada jawaban. Di sini sangat sunyi. Kedua kawan Flo semuanya terbaring. Fugl masih dengan nyawanya, sementara Arran tinggallah jasad. Tokoh utama dalam perjalanan ini, tak lagi bernyawa.

Flo menghela napas sedih. Mendekap kian erat tubuh Arran. "Aku merasa tak pantas untuk mengatakannya," lirih Flo, kepalanya kian tenggelam.

"Apakah segalanya berakhir di sini? Rasanya baru kemarin aku mengenalmu. Lalu sekarang, kita harus berpisah. Apakah ini adalah perpisahan selamanya, Arran?" Flo berbisik di telinga Arran. Masih berharap untuk mendapat jawaban.

Isakan terdengar kian jelas. "Bodoh. Bodoh sekali diriku! Tak ada orang mati yang bisa menjawab pertanyaanmu, Flo!" teriaknya pada diri sendiri. Lengannya kian erat memeluk tubuh Arran.

Ia tak tahu lagi. Benar-benar tak mengerti setelah ini harus bagaimana. Seharusnya, lepas keluar dari hutan, mereka bersama-sama menuju pusat Kerajaan Heksilayi. Namun, sekarang, justru apa yang terjadi? Sang pangeran telah tiada, sebab tak sanggup mengendalikan ras vampir di dalam jiwanya. Lalu, seorang panglima dari negeri Schomopy kini tengah sekarat. Kesembuhannya masih menjadi pertanyaan.

Flo terlalu lelah memikirkan semua hal ini. Satu hal yang ingin ia lakukan sekarang adalah, memeluk Arran hingga jatuh tertidur. Ia harus bisa menerima kenyataan pahit ini, meskipun sulit. Serta melambungkan doa setinggi mungkin untuk kesembuhan Fugl. Flo tahu, Fugl adalah lelaki kuat. Ia yakin bahwa Fugl bisa bertahan hingga siuman.

"Aku ... aku tak tahu lagi." Flo terisak, hatinya yang tangguh kini telah remuk.

Setelahnya hening. Flo terdiam masih dalam posisi memeluk Arran. Iris hitamnya tenggelam. Ia hanya ingin melepaskan seluruh beban di hati. Hanya ada ia dan orang yang sejauh ini selalu Flo lindungi. Tak lain dan tak bukan adalah Arran.

"Selamat jalan, Arran. Semoga tenang di surga Tuhan," bisik Flo lembut di telinga Arran.

Flo memejamkan mata, menikmati saat terakhirnya bersama Arran.

Hari itu, Flo memutuskan untuk tinggal di tepi sungai lebih lama lagi. Menunggu Fugl siuman serta menghabiskan lebih banyak waktu bersama Arran. Meskipun lelaki itu tak lagi cerewet seperti biasa. Tak apa, paling tidak Flo bisa bersamanya lebih lama lagi.

Tanpa terasa, malam kini menyapa. Langit menggelap, dingin air terjun kian menusuk tulang. Namun, sama sekali tak ada perubahan berarti pada tiga bersahabat itu. Flo masih setia tertidur di pelukan Arran. Sedangkan jasad lelaki itu makin kaku dan dingin. Sementara Fugl, proses penyembuhannya masih berjalan. Kini tubuhnya sempurna utuh. Hanya saja, kesadaran lelaki bersurai hitam itu belum kembali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 20 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

O1 || ARRAN : The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang